28.2.14

Northern Dream


In my life there's a dream
Created by the northern sky
Endless scene of wonderful earth
Lonely,  far above there
And pure, untouched by people steps
Nothing shows beauty greater than that
Dream, that i wish to be true

Northern lights shapes dancing waterfall
On the snowy field of rainbow colors
Runaway to that place is what i want
Wandering under the shadow of trees
As the midnight sun shining upon me
You told me again old myths and legends

Fairytale you sing to me at that night
Invite me to come through the wonderland
Nine worlds on the tree you said about it
Long lost stories buried deep in mind
Ancient legacy lives still in your heart
Nocturne of sweet tune for my lovely days
Daydream I want have as I'm trapped here

Smiling snowflakes fall around me
Wash away the tears of old dark memories
Everyday I count how far I've been dreaming
Dream of something so unreachable
Escaping this long suffering life
North I will go and leave the sadness

Don't stop me, let me keep dreaming
Even when it sounds unbelievable
Not even once when it feels too hard
More than anywhere I wish I were there
A faraway place of heavenly peacefulness 
Road to happiness they are seems to be
Keep me safe until the last day of life

by LV~Eisblume
280214
for my dreams

5.2.14

Langit Biru Langit


Langit biru langit
terindah
adalah
langit biru di bawah-
nya mimpiku menari
Biru langit biru
terindah 
ialah
biru langit padanya
aku berkaca bahagia
Langit biru langit
terindah
adalah
langit biru dilintasi
sayap-sayap kebebasan
Biru langit biru 
terindah
ialah
biru langit berpadu
coklat merah bebatu
jalan kota tua itu
Langit biru langit
biru langit biru
terindah
adalah
dan
ialah
milik sang ibu
Bavaria
tempat bendera
biru langit-putih
berkibar di angkasa
musim panas itu


by LV~Eisblume
050214
for the beautiful Munich blue sky in summer 2013

Deutschland, 9.Schritt: Stadtbummel. Von Odeonsplatz bis Sendlinger Tor

Mungkin cerita kali ini bakal jadi salah satu yang paling panjang dan dipenuhi gambar-gambar cantik. Sengaja gue sambung di sini supaya post yang sebelumnya nggak kepanjangan. Sekali lagi gue ulang rute Stadtbummel yang paling gue suka adalah dari Odeonsplatz, kemudian ke Marienplatz, menyusuri jalan utama di sana sampai Karlplatz (Stachus), dilanjutkan ke Sendlinger Tor dan balik lagi ke Marienplatz. Kedengarannya capek ya jalurnya. Dan mengingat kita akan melewati empat stasiun rasanya kok jauh banget rutenya. Tenang saja, jarak di Jerman jauh lebih dekat-dekat dibandingkan di Indonesia karena kotanya yang kecil. Kalau ditanya capek apa enggak sih ya tetap aja capek, tapi terbayar kok karena udara kota yang bersih dan pemandangan yang supercantik.

Dari Giselastrasse, tempat kampus gue berada, gue harus menaiki kereta bawah tanah (U-Bahn) dan turun di stasiun Odeonsplatz (kalau butuh bayangan, silakan buka gambar rute U-Bahn yang ada di post sebelumnya). Pemandangan pertama yang gue saksikan adalah sebuah plaza yang cukup luas bernama Odeonsplatz. Kalau ada yang belum tahu apa yang dimaksud dengan "Platz", tempat itu kira-kira diterjemahkan sebagai Plasa, tapi berbeda dengan plasa yang kita kenal di Indonesia. Kalau plasa itu biasanya kita bayangkan sebagai mall atau pusat perbelanjaan yang luas dan megah, maka Platz lebih menyerupai alun-alun atau lapangan luas tempat masyarakat dapat mengadakan acara-acara seperti pameran, festival, atau sekedar berjalan-jalan, nongkrong dan mengobrol.

Sebuah tiang di Odeonsplatz
Gambar di kiri ini adalah Odeonsplatz dengan tiangnya. Entah apa fungsinya tiang itu, yang jelas kalau dari jauh kelihatan seperti Irminsäulenya bangsa Sachsen, tapi jelas bukan sih. Nah, di sisi kiri lapangan ini adalah gereja kuning Theatinerkirche yang sudah muncul beberapa kali di post sebelum-sebelumnya. Di sebelah kanan adalah kompleks tempat tinggal kerajaan Wittelsbach yang bernama Residenz. Odeonsplatz menghadap ke salah satu jalan utama kota München yang bernama Ludwigsstrasse. Di kiri kanan jalan terdapat kafe-kafe, toko-toko dan berbagai bangunan lainnya dengan arsitektur yang wow.
Feldherrenhalle

Di seberang Ludwigsstrasse, setelah menyeberangi Odeonsplatz, ada sebuah monumen berbentuk semacam panggung yang disebut Feldherrenhalle. Monumen yang dibangun dengan gaya Romawi oleh raja-raja Wittelsbach ini menyimbolkan kemenangan. Di tengahnya terdapat patung bergaya Romawi (detil patung adalah gambar di sebelah kanan) yang diapit oleh patung dua orang raja Bavaria dari dinasti Wittelsbach, salah satunya adalah Ludwig I, yang membangun kota München dan berharap ia akan menjadi lebih cantik daripada kota Athena di Yunani dan Roma di Italia. Gambar di sebelah kanan inilah yang disebut dengan Feldherrenhalle. Kompleks Odeonplatz ini menyimpan kisah sejarah yang menarik, karena pada masa kekuasaan Nazi, tempat ini menjadi favoritnya Adolf Hitler. Pasukan SSnya akan dikumpulkan di Odeonsplatz selagi ia berpidato berapi-api dari atas panggung Feldherrenhalle. Hmm.. langsung kebayang ya atmosfer penuh kemenangan dan semangat yang tercipta di kala itu.


Marienhof

Patung naga lagi nemplok
di dinding Marienplatz
Dari Odeonsplatz, tempat yang asyik untuk dilewati adalah sebuah jalan bernama Theatinersstrasse. Jalan bebas kendaraan bermotor ini terletak di antara pintu depan Theatinerkirche dan sisi kanan Feldherrenhalle. Di kedua sisi jalan ini terdapat berbagai toko pakaian bermerk dan kafe-kafe yang tentu saja nggak akan gue masuki pada saat itu berhubung harganya tidak ramah mahasiswa. Akan tetapi, arsitekturnya yang bergaya klasik menjadi hal yang menarik untuk dinikmati. Di ujung jalan ini, gue menemukan sebuah lapangan luas berumput superhijau tempat orang-orang duduk di udara terbuka dan menikmati kesegaran udara kota. Jika terus berjalan mengikuti Theatinerkirche, di sisi utara akan tampak sisi belakang sebuah bangunan berarsitektur cantik yang tampaknya menyimpan kejutan lebih. Kejutan tidak hanya sampai di situ, karena begitu tiba di Weinstrasse, yang merupakan sambungan dari Theatinerstrasse, gue menemukan *drumrolls* ... patung naga di samping, lagi nemprok di sisi samping bangunan balai kota München!! Cakep banget yahhhh....


Neues Rathaus dengan bunga merah di balkon



Puncak dari kejutan-kejutan tadi tentunya adalah ketibaan gue di Marienplatz, pusat kota tua München yang terkenal dengan balai kotanya yang berarsitektur Gotik. Cakepnya seampun-ampun deh bangunan yang satu ini. Di fasade depannya dipenuhi patung-patung cantik, sepertinya sih tokoh-tokoh rohani dan politik. Ada patung ksatria berkuda yang dinaungi semacam atap bergaya gotik. Plusnya lagi kalau datang pas musim panas, balkon-balkon balai kota ini dipenuhi bunga-bunga yang warnanya merah. Cantik banget deh, sampai nggak bisa berkata-kata waktu pertama kali lihat :") (lebay!). 


Menara Glockenspiel 
Fitur lainnya yang menarik adalah menara jamnya, yang disebut Glockenspiel. Menara jam yang menjulang tinggi sampai kalau di foto nggak muat semua ini didekorasi dengan boneka-boneka penari yang akan menari setiap jam 5 sore. Waktu pertama kali gue tiba di Marienplatz, gue ketinggalan pertunjukannya karena kuliah bubar agak terlambat. Alhasil gue cari hari lain dan gue bela-belain untuk nongkrong di lapangannya setengah jam sebelumnya supaya nggak ketinggalan. Usaha ini membuahkan sebuah rekaman komplit pertunjukan boneka menari yang dilengkapi dengan lengan pegal karena megangin kamera terus nggak bergerak plus mata silau karena ngeliat ke atas melulu. Nah, yang di samping-samping inilah salah satu hasil usaha gue mengabadikan balai kota yang disebut Neues Rathaus ini. Terpaksa dibagi dua foto, karena nggak mungkin ngefoto gedung ini tampak depan komplit baik panjang maupun tingginya, kecuali dari atas, tapi itu lain cerita :) Yang tampak berwarna hijau itu adalah panggung boneka tempat mereka menari ketika Glockenspiel menunjukkan kebolehannya.

Mariensäule (depan), Altes
Rathaus (belakang, dengan menara)
Tentu saja, seperti Platz-Platz yang lain, Marienplatz pun tidak hanya sekedar lapangan biasa, melainkan juga dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang menarik lainnya. Di sebelah kiri Neues Rathaus terdapat Altes Rathaus. Bangunan itu dulunya balai kota, sebelum pindah ke bangunan baru yang bergaya gotik ini, namun sekarang berganti menjadi Spielzeug Museum atau museum mainan. Di tengah Marienplatz menjulang sebuah tiang bernama Mariensäule yang di puncaknya terdapat patung Bunda Maria berwarna emas. Di pelataran bawah tiang, terdapat empat patung malaikat yang tampak sedang berperang melawan beberapa hewan, yaitu naga, singa, ayam dan ular, serta semacam piagam yang terpahat dalam bahasa latin. Entahlah maksudnya apa, tetapi sepertinya keempat hewan itu melambangkan sifat buruk manusia. Di sisi kanan lapangan terdapat sebuah air mancur kecil yang disebut Fischbrunnen. Selain bangunan-bangunan tersebut, Marienplatz disesaki oleh kafe-kafe jalanan, turis yang berlalu lalang dan mengambil foto, stand-stand suvenir yang
Gue nampang di depan Fischbrunnen.
Patung yang mangap di atas itu ikan.
menjual aneka macam suvenir khas München seperti postcard, bendera, gantungan kunci, dsb, hingga seniman jalanan yang sering mempertunjukkan karyanya di depan para turis yang akan memberi mereka sedekah. Pokoknya plasa yang satu ini cantiknya melebihi semua plasa yang ada di München, selain karena arsitekturnya juga karena aneka macam kegiatan yang berlangsung di sana. 

Setelah puas muter-muter di Marienplatz (soalnya di luarnya aja banyak banget yang bisa dilihat!) jangan lupa cek ke dalam Neues Rathaus. Ada apa di sana? Setidaknya ada tiga hal yang cukup menarik di dalam bangunan supercantik ini, yaitu museum balai kota München, sebuah restoran di dalam bernama Ratskeller dan tentu saja menara yang bisa dinaiki dengan karcis seharga 2 Euro untuk melihat kota München dari atas. Museum balai kota München menjabarkan sedikit mengenai beberapa peristiwa terkait kota München, misalnya Olimpiade bersejarah pada tahun 1977, pembangunan Neues Rathaus sendiri dan plakat peringatan korban-korban Holocaust semasa Perang Dunia II. Sementara itu, restoran Ratskeller adalah sebuah restoran di pelataran dalam balai kota yang menjual makanan-makanan khas Jerman dengan harga yang (lagi-lagi) tidak ramah mahasiswa. Maklum, semua restoran di sekitar Marienplatz memang memiliki standar harga yang tinggi. 
Kran air minum di Neues Rathaus
Jendela Neues Rathaus

Hal yang membuat dua fitur ini nggak bisa dilewatkan adalah arsitektur gotiknya sendiri. Bagian dalam bangunan yang menjadi museum dipenuhi lampu-lampu kandelar bergaya gotik, kaca-kaca patri berlukis kota-kota tua di Jerman bahkan kran air berbentuk kepala naga atau singa (gue juga nggak jelas) tapi pokoknya gotik juga. 

Kalau sudah puas di Neues Rathaus plus Marienplatznya, Stadtbummel bisa dilanjutkan dengan menyusuri jalan panjang yang terletak di sebelah kiri Marienplatz. Namanya Kaufingerstrasse. Sesuai dengan namanya yang berawalan "Kauf" (artinya beli), jalan ini memang merupakan shopping centernya München. Jangan lupa mampir ke stand es krim tepat di dekat tukang buah dan bunga di sisi kiri jalan dekat Kaufhaus, karena itu enaknya nggak ketolongan. Lebay sih, sebetulnya itu es krim vanila biasa, tapi nggak kebanyakan susu aja kayak yang dijual di Indonesia. Harganya 1 Euro per scoop. Lumayan kan buat nemenin di jalan yang masih panjang hehehe.. :) Habis beli es krim, perjalanan gue lanjutkan dengan menyusuri Kaufingerstrasse. Kiri kanan jalan isinya butik atau kafe mahal semua. Jangan dilirik, kecuali Anda bukan mahasiswa atau mahasiswa tetapi tajir :D Sekitar beberapa blok kemudian, tepat di depan Fisch- und Jägdmuseum alias museum ikan dan perburuan, ada belokan ke kiri.

Menara Frauenkirche yang tampak
dari belokan yang dimaksud :)
Belokan ini juga wajib diambil, karena mengarah pada suatu tempat yang wajib-kunjung kalau lagi di München, yaitu Frauenkirche. Frauenkirche yang disebut juga Münchner Dom ini adalah katedralnya kota München yang tinggi menaranya tidak boleh disaingi oleh bangunan apapun di zona Ring 1. Frauenkirche adalah gereja terbesar di München, yang sayangnya belum pernah gue hadiri misanya. Dari luar, bangunannya tampak kuno dan sangat bernuansa abad pertengahan dengan bebatuan merah besar berukir atau pahatan tulisan. Dindingnya menjulang tinggi, apalagi menaranya. Sayangnya, ketika gue datang sedang ada misa di dalam, sehingga mengambil foto tidak diperbolehkan. Akan tetapi, gue menemukan hal menarik lainnya di halaman katedral itu. Sebuah peta timbul wilayah kota tua München yang terbuat dari semacam logam. Karena tengah dikerumuni anak-anak turis, gue nggak bisa mengamati peta ini secara detil, tetapi sepertinya sih dulu kota München memang cuma sekecil itu, yaitu yang sekarang bertahan menjadi wilayah kota tua München.

Memutari Frauenkirche membawa gue ke sebuah jalan baru bernama Neuhauserstrasse yang tentunya merupakan sambungan dari Kaufingerstrasse. Tempat menarik pertama yang akan kita temui adalah sebuah gereja di sisi kanan jalan bernama Michaeliskirche. Pada langkah ke-7, gue sudah membahas sedikit tentang gereja ini, yang di dalamnya menyimpan rahasia lain, yaitu kompleks pemakaman wangsa Wittelsbach yang salah satunya adalah makam König Ludwig II. Tentu saja kunjungan ke makam ini juga merupakan cerita menarik, tetapi gue nggak akan bahas itu di sini. Berlanjut menyusuri Neuhauserstrasse, jalanan ini juga dipenuhi oleh berbagai macam toko dan restoran. Toko-toko dan restoran itu menempati bangunan-bangunan tua berarsitektur khas Eropa. Beberapa di antaranya memiliki detil-detil unik yang tidak terduga, misalnya dekorasi atap yang unik. Perhatikan dua gambar berikut:
Ada kapal di atap :)

Ada anak kecil bawa bendera
di atap :)
Neuhauserstrasse dengan Karlstor di ujungnya
Kalian pasti bertanya-tanya, di manakah jalan panjang yang terbentang dari Marienplatz sampai tempat ini berakhir. Tentu setiap jalan ada akhirnya. Dan ratusan langkah yang gue buat sepanjang jalan ini membawa gue pada pemandangan cantik sebuah gerbang yang bernama Karlstor. Tor berarti gerbang dalam bahasa Jerman. Imajinasi gue langsung terlempar ke masa ratusan tahun lalu ketika München masih merupakan kota tua sepenuhnya. Karlstor adalah salah satu gerbang yang mengelilingi kota tersebut, bersama dengan Sendlinger Tor, Siegestor dan Isartor. Melaluinya akan mengantar kita pada balai kota dan alun-alun utama di Marienplatz. 

Di balik Karlstor yang menyerupai gerbang kastil adalah sebuah plasa bernama Karlplatz atau dikenal juga dengan nama Stachus. Hal yang paling mencolok dari tempat ini adalah air mancur besarnya yang kalau hari sedang panas pasti dipenuhi orang bermain air dan ngadem di sekitarnya. Karlplatz ini juga menjadi tempat yang tepat untuk sedikit mengintip multikulturalisme yang mulai memasuki München (dan semoga nggak sampai kayak di Berlin). Wilayah Stachus yang berseberangan dengan wilayah sekitar Hauptbahnhof yang dihuni banyak imigran membuatnya sering dikunjungi oleh kaum pendatang tersebut. Wajah-wajah Timur Tengah, Afrika dan Asia sering tampak di daerah ini. Dikarenakan oleh hal tersebut, maka salah satu restoran cepat saji yang terkenal di dunia membuka cabangnya di sini. Selain itu, tempat ini sering digunakan orang untuk mempromosikan produknya atau bahkan menggelar demonstrasi. 

Air mancur besar di Stachus yang penuh orang-orang ngadem
Waktu gue tiba di sini, sedang ada protes dari kelompok liberal kota München dan beberapa penduduk yang menolak rencana pembangunan masjid di Stachus. Meskipun topiknya sensitif, demonstrasi berjalan tertib. Orang yang protes hanya berdiri dan mengoceh pake toa, sedangkan teman-temannya ngedarin kertas buat ngumpulin tanda tangan. Polisi yang terlihat cuma dua orang, tanpa perlengkapan berlebihan (yang kayak kalau di Indonesia mau bikin pagar manusia itu loh), ganteng-ganteng, dan kerjaannya cuma jalan ke sana-kemari sambil ngobrol-ngobrol doang. Dari demonstrasi yang sempat gue lihat itu, gue mempelajari satu hal, bahwa di mana-mana kelompok minoritas pasti harus berjuang menghadapi penolakan. Bedanya adalah bagaimana cara kelompok mayoritas menyuarakan penolakan itu. Kalau demonstrasi sejenis di Indonesia pasti sudah ada acara penutupan dan penyegelan tempat ibadah atau tindak kekerasan lainnya (duhh..-.-a).

Berhubung hari menjelang sore dan sudah lewat lama dari waktu terakhir gue makan di kantin (sebenarnya nggak lama-lama banget sih, cuma kan capek jalan jauh :P), mulailah gue merasa lapar. Ketika melihat logo M kuning di sisi kanan air mancur besar, langsung deh gue sambangi tuh restoran cepat saji. Waktu lihat harganya gue cuma bisa "astaga, murah banget!!" (maksudnya dibandingin kantin universitas). Langsung deh gue membeli satu kotak french fries ukuran sedang yang harganya tidak sampai 2 Euro itu dan cabut menuju tempat tujuan berikut di seberang jalan. 

Justiz Palast - Gedung pengadilan kota München
Sebetulnya bangunan di seberang jalan ini di luar rute, karena sudah bukan merupakan wilayah kota tua. Nggak apa-apa deh ya, toh masih bisa dicapai dari stasiun U-Bahn Karlsplatz. Supaya nggak perlu ribet nungguin lampu lalu lintas, lebih baik mengambil jalan lewat stasiun bawah tanah dan nyebrang dari sana. Lalu apa yang menanti di seberang jalan? Sebuah bangunan bernama Justiz Palast, yang dari namanya saja sudah ketebak kalau bangunan ini adalah gedung pengadilan kota München. Arsitekturnya supercantik, khas bangunan-bangunan tua Eropa dan di depannya berkibar bendera Schwarz-Rot-Gold Jerman dan Weiß-Blau Bavaria. Ketika gue ke sini, dengar-dengar lagi ada pengadilan sebuah kasus yang heboh, yaitu pembunuhan 13 orang imigran oleh kelompok berideologi neonazi. >.> Serem yahhh...

Setelah puas foto-fotoin gedung cantik yang satu ini, gue kembali ke Stachus lewat bawah tanah juga. Perjalanan kali ini akan melalui bagian yang paling nggak favorit menurut gue, karena gue harus menyusuri sisi luar kompleks kota tua yang bersisian dengan jalan besar dan jalur sepeda. Nama jalannya adalah Sonnenstrasse. Meskipun trotoarnya cukup luas dan aman, tiap kali bakal kedengaran suara kring-kring klakson sepeda, trem yang melintas di rel dan aneka jenis mobil (yang untungnya nggak ada yang sampai kentut berasap kaya Metromini jadul). Meskipun bangunan-bangunannya terlihat lebih modern, ada hal menarik yang cukup terasa di sini. Gue berasa tengah berjalan di antara dua sisi yang berbeda. Sisi kiri gue, tempat trotoar berada, adalah batas terakhir wilayah München yang menyenangkan dan sangat aman menurut gue. Atau karena kota München memang tergolong salah satu kota teraman di Eropa, mungkin gue lebih suka menyebutnya sebagai batas zona nyaman gue untuk jalan-jalan sendirian. Gue menyebut sisi kiri gue sebagai wilayah München yang menampakkan dirinya seperti seorang wanita tua kelas atas dari golongan terpelajar, baik hati dan religius. Gambaran ini gue peroleh dari keberadaan kota tua yang berkesan mewah dan juga dipadati oleh banyak bangunan gereja. Dari trotoar di sisi kiri gue dapat memandang apa yang ada di seberang jalan sana: gedung-gedung yang lebih modern, wilayah yang lebih "sederhana", dipadati oleh pemukiman imigran, klub-klub malam yang gemerlap sampai toko sex toys. Sisi ini gue gambarkan sebagai München yang menjelma menjadi seorang gadis remaja jelang dewasa yang pemberontak, pembela hak-hak kaum tertindas dan suka mencoba hal-hal baru. Hehehe...

Ada lagi satu hal yang menarik di sisi kiri jalan, yaitu pusat kebudayaan Jerman Goethe-Institut. Gedungnya sih terbilang modern dan tampak biasa aja. Yang bikin menarik adalah kenyataan bahwa tempat itu adalah pusat dari pusat kebudayaan Jerman yang letaknya di Jerman. Plus kenyataan bahwa salah satu teman kampus gue yang bernama Ardel baru saja mengunjungi tempat itu musim dingin lalu. Hihi, jadi ngebayangin kan teman gue yang sesama pitik itu seliweran di tempat tersebut di tengah musim dingin hahaha...:D Lewat dari Goethe-Institut, Sonnenstrasse membawa gue pada sebuah plasa kecil yang lagi-lagi dipenuhi kafe-kafe dan Biergarten yang bernama Sendlinger-Tor-Platz. Di situlah perjalanan bagian pertama berakhir. Sebetulnya gue pengen lanjut lagi, tapi kenyataan berkata lain. Kaki gue capek minta banget diistirahatkan. Kamera kekenyangan foto minta banget dipindahin isinya ke laptop. Hari semakin gelap dan gue belum belanja mingguan. Terpaksalah gue turun melalui pintu yang ada di situ dan pulang ke asrama dari stasiun U-Bahn Sendlinger Tor. 

Sampai ketemu di kesempatan berikutnya dan perjalanan bagian dua :)
Tschüß!!








4.2.14

Deutschland, 8.Schritt: Stadtbummel. Wer geht mit?

Meskipun di Indonesia gue terkenal supermager alias malas gerak dan cenderung menghabiskan liburan di rumah saja, sebetulnya gue jauh dari istilah itu. Satu-satunya hal yang bikin gue malas keluar rumah kalau di Indonesia adalah bisingnya jalanan dan udara kotornya yang bikin nggak tahan lama-lama di luar. Padahal sebetulnya gue suka sekali segala bentuk jalan-jalan, meskipun sekedar menyusuri trotoar di kota dan memandangi bangunan-bangunan megah di kiri kanan jalan. Dan begitu gue punya kesempatan di München, langsung gue sambar kesempatan untuk jalan-jalan ini.

Kalau kalian tipe yang suka jalan-jalan seperti ini, kota München merupakan salah satu tempat yang sangat cocok untuk melakukannya. Banyak sekali kelebihan München yang mampu memanjakan kita sebagai pecinta keliling kota dengan jalan kaki, yang kalau dalam bahasa Jerman disebut Stadtbummel. Ada lagi keliling kota dengan naik kendaraan, yang disebut Stadtrundfahrt. Gue juga sempat mengikuti program ini dari universitas di München, tetapi menurut gue nggak terlalu asik, berhubung kita dipandu dan waktunya terbatas. Hasilnya lumayan sih, video berbagai jalan di kota München lewat jendela bus, meskipun kalau dibandingkan dengan Stadtbummel masih kalah jauh.

Jadi apa saja kelebihan München untuk urusan Stadtbummel?

  • Lalu lintas yang superamatsangat teratur. Seperti ciri khas kota-kota lainnya di Jerman, München memiliki lalu lintas yang superamatsangat teratur sampai gue nggak tega bandinginnya sama Jakarta. Tentu saja ini semua bukan karena memang dasar penduduknya yang niat dan disiplin kalau sedang berlalu lintas, melainkan karena peraturan yang superketat dari pemerintah dan rambu-rambu yang jelas. Dosen yang mengajar kelas gue ketika mengikuti Sommerkurs di LMU pernah bercerita bahwa suatu kali dia bandel dengan menyerobot lampu lalu lintas ketika belum waktunya. Tiba-tiba ada suara sempritan polisi yang langsung menghentikan sepedanya dan memberi catatan buruk pada surat kelakuan baiknya. Kalau seseorang dapat catatan buruk yang sangat banyak, orang tersebut bisa menemui kesulitan dalam mencari pekerjaan. Sistem yang bagus untuk diterapkan di Indonesia, bukan? Nah, balik lagi pada keuntungan dari keadaan ini terhadap pejalan kaki. Lalu lintas di München dibagi tiga atau empat, yaitu jalur mobil, jalur sepeda, jalur pejalan kaki dan kadang-kadang ada jalur trem. Masing-masing punya rambu dan lampu lalu lintas sendiri, jadi jangan lupa memperhatikan rambu ini sesuai kendaraan yang dipakai ^^ Karena adanya pengaturan seperti ini, kalau memang bukan karena sudah takdirnya, kita bisa merasa aman berjalan di trotoar tanpa takut kesamber mobil seperti kasus Xenia maut hehehe...
  • Car Free Zone. Salah satu nilai plus yang dimiliki München adalah keberadaan zona bebas mobil. Zona bebas mobil ini berlangsung setiap hari, bukan cuma hari Minggu seperti di kota-kota Indonesia. Zona bebas mobil di München meliputi zona Ring 1 menurut pembagian zona harga tiket kendaraan umum. Tentang wilayah yang tercakup akan dijelaskan lebih lanjut di bawah. Zona Ring 1 adalah wilayah yang sangat turistik dan tempat pusat keindahan München berada. Hal inilah yang juga menjadikan Stadtbummel di München lebih menyenangkan dibandingkan Stadtrundfahrt, karena kendaraan umum seperti mobil dan bus dilarang memasuki zona ini, padahal bagian inilah yang paling wajib dilihat kalau mengunjungi München.
  • Kota tua dengan bangunan-bangunan berarsitektur cantik. Tentu saja, sebagai salah satu kota tua Eropa, München tidak terlepas dari kepemilikan terhadap bangunan berarsitektur cantik. Wilayah kota tua München didominasi bangunan berarsitektur Gotik, Romanik dan Barock. Beberapa yang hancur akibat Perang Dunia II dibangun dengan gaya lebih baru namun masih berselaras dengan bangunan-bangunan tua yang dilestarikan. Adanya larangan pembangunan gedung yang lebih tinggi dibandingkan menara Frauenkirche menambah kerapian tata kota di daerah ini. Bayangkan, ketika sedang melihat bangunan tua dengan rata-rata jumlah lantai 4 sampai 5 tiba-tiba mata menubruk pemandangan berupa pencakar langit dari kaca-kaca berarsitektur modern. Kan ganggu banget tuh! Dengar-dengar sih wilayah kota tua Jakarta juga mau dibuat serupa dengan car free zone juga. Mudah-mudahan sukses ya, Pak Gubernur, biar semakin cantik deh ibukota negara gue yang satu ini. 
Untuk memulai Stadtbummel, pertama-tama kita harus tahu medannya dulu nih.


Wilayah Ring 1 yang tergolong dalam car free zone dan merupakan tempat terbaik untuk Stadtbummel adalah wilayah di dalam rute stasiun Sendlinger Tor - Marienplatz - Odeonsplatz dan Karlplatz (Stachus) (lihat zona putih / Innenstadt tempat semua jalur kereta berkumpul). Wilayah ini dapat dicapai dengan semua jalur kereta karena terletak di tengah-tengah kota. Kalau gue paling suka menggunakan jalur U6 dan turun di Odeonsplatz. Stadtbummel bisa dimulai dari mana saja, tetapi rute favorit gue adalah Odeonsplatz - Marienplatz - Stachus - Sendlinger Tor - lalu balik lagi ke Marienplatz. Jalur favorit gue ini sebetulnya tercipta dengan tidak sengaja. Waktu itu gue pulang kuliah pukul 13.00 waktu München dan bingung banget mau jalan-jalan ke mana. Akhirnya keputusan gue jatuh pada Stadtbummel di wilayah car free zone ini. Berhubung kampus gue terletak di dekat stasiun Giselastrasse, maka stasiun di zona Stadtbummel yang terdekat adalah Odeonsplatz, jadilah gue memutuskan untuk memulai dari sana.

Pemandangan pertama yang akan kita temukan kalau keluar dari stasiun bawah tanah Odeonsplatz adalah tempat ini:

Theatinerkirche (kanan) dan Feldherrenhalle
Penasaran?? Lanjutannya ada di langkah ke-9 ya... : )


3.2.14

Nordlys ved Vinduet: Cahaya Utara di Jendela


Dengan langkah gontai dan penuh kekecewaan kudorong pintu kabin yang kau pinjam dari temanmu demi rencana kita. Menyaksikan cahaya utara. Aurora borealis. Nordlys, katamu, yang sepertinya tidak begitu menyukai impianku. Hari demi hari kusisihkan uang-uang kecilku demi membentuk gunungan logam dalam kaleng-kaleng bertuliskan sebuah kalimat motivasi - "aku ingin pergi ke Norwegia". Tetapi tampaknya semua akan menjadi percuma malam ini. Langit tak bersahabat, tertutup tirai awan tebal yang membuat sang cahaya ajaib tak muncul.
"Jangan sedih," katamu sambil menepuk bahuku dua kali. Sejak kuajarkan istilah "puk-puk" kamu pun jadi sering melakukannya di kala mencoba menghiburku. 
Aku menoleh padamu tanpa suara. Hanya tatapan kecewa yang kutunjukkan. Aku tahu, bukan salahmu sang cahaya tidak muncul. Hanya saja, aku begitu khawatir jikalau kesempatan ini jadi satu-satunya yang kumiliki karena begitu sulitnya melakukan perjalanan ini.
"Perjalananmu tidak akan sia-sia, kok. Aku yakin. Kau sudah melihat fyord-fyord itu, berlayar di atas kapal longship yang legendaris sambil menikmati mead langsung dari drinking horn. Bahkan kita sudah bertemu langsung dan mengusahakan banyak hal bersama-sama. Setidaknya lebih dari setengah daftarmu terlaksana, bukan?" kau ingatkan aku akan berbagai kesenangan yang sudah kita lakukan bersama selama seminggu ini. 
Kugelengkan kepala dengan pasrah dan kulempar diriku di atas sofa nyaman di depan perapian kecil.
"Sudahlah, percuma menghiburku. Itu tidak ada gunanya. Cahaya utara itu tujuan utamaku pergi ke sini. Dan di bawahnya aku menanti keajaiban," aku bersikeras.
"Entah keajaiban apa yang kau nanti, aku tidak mengerti. Tapi satu hal yang perlu kau tahu, cahaya itu cuma keajaiban alam biasa. Biasan cahaya matahari dengan warna-warni yang lebih cantik di malam hari. Ia istimewa hanya karena kau belum pernah melihatnya. Bukan berarti dengan kau berdiri di bawah sana tiba-tiba akan ada hal yang terjadi seperti dalam dongeng, " kau berkata sambil tertawa. Seolah menertawaiku dan aku benci itu. Kupalingkan pandangan ke arah perapian dan segera meraup pemandangan hangat yang ada di sana.
"Secangkir coklat panas?" tanyamu.
"Terserah kau saja," jawabku dengan ketus tanpa menoleh sedikit pun.
"Baiklah, aku segera kembali," lalu langkahmu terdengar menjauh menuju dapur kecil di bagian belakang kabin.
Dari perapian hangat aku berpindah pada jendela kaca di sisi kananku yang tak bertirai. Kucoba memindahkan rasa hangat perapian di mataku pada tumpukan salju di luar. Menguapkan awan di langit dan membiarkan tirai warna-warni yang kunanti jatuh dari langit bagai air terjun yang menari di udara. Di manakah sang putri dari utara itu bersembunyi? Mengapa ia tak ingin menemuiku?
"Apa yang kau lihat?" tanyamu, memecah keheningan dengan tiba-tiba. Kau berikan secangkir coklat panas buatanmu ke dalam tanganku, yang langsung mencairkan rasa dingin dengan sempurna.
"Takk!" balasku, "dan tidak, aku tidak melihat apapun selain tumpukan salju di luar," jawabku sambil menyeruput rasa manis yang hangat dalam cangkir itu sedikit demi sedikit.
"Kau marah padaku?" tanyaku, yang justru membuatku semakin kesal.
"Perkataanmu yang tadi sedikit tidak enak didengar," kataku ketus.
Kau berjalan mendekat, mengambil duduk di sampingku di atas sofa nyaman itu. Aku menghindar, merapatkan tubuhku pada sisi kanan sofa yang berada dekat jendela. Kau di sisi satunya, memandangiku. Dan aku rasa itu mengganggu ketika aku sedang kesal seperti ini. Kunikmati coklat panas itu tanpa menoleh ke arahmu, justru membelakangimu dan menatap awan tebal yang menutup langit. Terus menatapnya sampai mataku terasa berat. Sesuatu membasahinya. Menyampaikan pesan akan kemungkinan perjalanan yang sia-sia. Seluruh tubuhku terasa berat, seolah mengingatkan akan panjangnya perjalananan di tengah udara dingin yang kulalui untuk tiba ke sini dan melihat kekosongan. Dan kini aku dapat merasakan rasa asin bercampur manis di bibirku. Kuletakkan cangkir coklatku di meja dan merebahkan kepalaku sambil terus menatap jendela, berharap air mata ini akan memanggil sang putri utara agar keluar dan menari untukku.

Sesuatu menyentuh rambutku dan memainkannya. Aku tahu itu kau, yang tanpa kusangka mengingat salah satu bagian pembicaraan kita pada bulan-bulan sebelumnya, bahwa aku senang jika seseorang memainkan rambutku.
"Dengar," akhirnya kau bicara, "maafkan aku untuk yang tadi. Aku tidak bermaksud membuatmu semakin kecewa atau terdengar menyepelekan mimpimu. Aku hanya tidak begitu suka dengan kekecewaanmu. Itu akan merusak malam ini. Kita sudah mengumpulkan uang demi perjalanan jauh ke utara dan menikmati malam ini. Jikalau impian itu tak datang, bukankah masih ada malam yang panjang yang bisa kita habiskan bersama?
Kupalingkan wajahku dari jendela. Perkataanmu tadi memang ada benarnya. Mungkin aku terlalu fokus pada impianku hingga lupa pada impian-impian kecil lainnya yang ingin kuwujudkan serta. Salah satunya, bertemu denganmu di dunia nyata.
"Tetapi apakah yang kau katakan tadi itu benar, bahwa cahaya utara hanyalah keajaiban  alam semata?" tanyaku.
 "Tidak. Tentu saja tidak. Ia lebih dari sekedar fenomena alam," katamu sembari duduk di atas lantai kayu beralaskan permadani kecil dari bulu-bulu. Aku beringsut mendekatimu, dengan tetap berada di atas sofa nyaman yang hangat. Aku tahu betul saat-saat kau akan mulai bercerita.
"Jadi apakah yang membuat cahaya utara adalah keajaiban sungguhan?" tanyaku tak sabar dalam nada yang lebih ceria. Berharap cerita kecilmu dapat sedikit menghiburku dari kegagalan mimpi ini, dan mengawali malam panjang kita bersama-sama.
"Legenda Norse kuno bilang bahwa cahaya utara diciptakan oleh kemilau pakaian yang dikenakan oleh para Valkyrie ketika turun menjemput para pahlawan yang gugur dalam perang. Para Valkyrie adalah wanita-wanita cantik serupa bidadari yang diutus oleh sang mahadewa Odin untuk memilih siapa saja para pejuang yang harus gugur di medan perang. Mereka akan dibawa menuju Valhalla, tempat mereka akan menghadiri jamuan makan dan pesta bersama para dewa, hingga nanti turun kembali mendampingi para dewa dalam Ragnarok, perang terakhir itu," kau bercerita dengan begitu bersemangat, seolah pernah kau saksikan sendiri segala hal yang kau ceritakan. Tetapi aku tahu alasan sesungguhnya, karena memang demikianlah yang kau percayai.
 Begitu nyata segala kata yang terucap olehmu ketika membentuk cerita singkat itu, hingga aku merasa dapat menyaksikan sendiri kemilau cahaya yang kau kisahkan tadi. Tirai cahaya dari pakaian para Valkyrie itu berkilau tujuh warna, tertiup angin utara dan berkibar di udara. Para Valkyrie menari, membiarkan pakaiannya jatuh mendekati padang salju di bawah. Aku tak mampu membayangkan perang, sebaliknya aku dapat melihat desa-desa kecil beratap aneka warna yang berkerumun di beberapa sudut padang salju, menyembul di balik bebukitan putih yang tampak dingin.
"Nordlys!" serumu tiba-tiba. "Se, nordlys vet vinduet!"
Dengan segera aku menoleh ke belakang, pada jendela kaca tak bertirai yang kupunggungi. Lapisan awan tebal telah menghilang tak berbekas, berganti dengan air terjun hijau kebiruan yang menari dengan latar belakang langit malam yang berbintang.
"Cahaya utara!" seruku lirih, lalu menutup mulut tak percaya, namun percuma karena senyumku mengembang tak mampu kutahan. 
"Ayo, kita keluar sekarang!" kau tarik tanganku hingga aku berhenti terpaku pada pemandangan di jendela dan segera keluar menjemput sang impian. 
Kulangkahkan kaki melalui pintu kabin kayu itu dan dengan segera tubuhku merinding. Bukan karena dingin, aku yakin. Melainkan kebahagiaan teramat sangat yang menyelimuti hati ini dan menghangatkannya. Mengikutimu aku berlari ke padang salju.
"Aku berhasil! Kita berhasil!!" sorakku bahagia, melompat dan menari dalam balutan pakaian musim dingin di bawah cahaya utara itu.
Kau berdiri tak jauh, melihat dan memandangku. Kutangkap raut wajah bahagia padamu, seolah turut merasa senang telah berhasil membantuku mencapai impian itu. Kau biarkan diriku melompat dan menari dalam kebahagiaan. Hingga akhirnya kau hampiri aku dan tarianku berhenti. Kau raih tanganku dan kau genggam keduanya.
"Terima kasih," kataku, nyaris tak dapat kubendung tangis bahagia yang hendak meleleh turun.
"Lepaskanlah rasa bahagia itu," katamu. "Jangan kau tahan."
Kubiarkan kehangatan mencairkan rasa beku yang menyelimuti kedua pipiku. Kau lepaskan genggaman tanganmu dan mulai menyeka air mataku dengan jemarimu yang berlapis bahan rajutan hangat.
"Menyaksikan cahaya utara, impianmu sudah terwujud," katamu sambil menatapku dengan senyuman turut bahagia.
"Terima kasih sudah membantuku mewujudkan sebagian impian terbesarku," kataku, kubalas senyum itu dengan milikku.
"Sebagian? Mengapa? Bukankah ini sudah semuanya?" kau tampak bingung.
"Ya, karena sebetulnya impian itu masih ada lanjutannya. Tapi tidak perlu, memang belum saatnya, " kataku sembari terkikik senang.
Kau tersenyum lagi tanpa melepas tatapanmu. Cahaya utara membuat wajahmu dan padang salju di sekeliling kita berwarna-warni begitu cantik. Aku merasa tengah berada di dalam mimpi yang tak pernah ingin kuakhiri. Terus menerus kupandangi keindahan cahaya utara itu.
"Maukah kau pejamkan matamu sebentar? Kau akan melihat cahaya itu lebih indah setelahnya," pintamu.
"Berapa lama harus kulakukan?" tanyaku, ragu akan kehilangan pemandangan langka itu.
"Sampai aku bilang boleh kau buka," jawabmu.
Kupejamkan kedua mataku. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Tak ada suara darimu, sampai sesuatu yang hangat menyentuh bibir mungilku. Rasanya begitu hangat, sampai melelehkan setiap lapisan dingin yang menyelimuti seluruh tubuhku. Aku tak dapat berkata-kata, bahkan membuka mata pun aku tak sanggup lagi. Terlampau bahagia hati ini, seolah ingin terus menari di bawah cahaya penuh keajaiban yang begitu cantik.
"Bukalah matamu," kembali kau genggam tanganku. "Menyaksikan, menari dan memperoleh ciuman pertama di bawah cahaya utara. Impianmu telah terwujud."
Aku begitu tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Nyaris tak dapat kutemukan kata-kata untuk membalas ucapanmu.
"Glad i deg, vennen min," kataku, sembari menatapmu dengan penuh kebahagiaan.
Kau tarik aku dalam dekapanmu dan kau bisikkan sesuatu, "jeg elsker deg, min kjære."


030214
by LV~Eisblume

note about language translation:

se, nordlys vet vinduet!: lihatlah, cahaya utara di jendela!
glad i deg, vennen min: aku sayang kamu, teman.
jeg elsker deg, min kjære: aku cinta kamu, sayang.