25.6.13

Deutschland, 1.Schritt: Träume werden wahr!

Saya menulis ini dengan harapan memotivasi semua yang membacanya, bahwa mimpi itu bisa menjadi nyata, jika kita terus berusaha dan fokus pada impian itu. Pergi ke Jerman adalah salah satu impian terbesar saya sejak menyaksikan aksi timnas sepak bola Jerman dalam kancah Piala Dunia 2006. Itu kali pertama saya jatuh cinta dengan negara ini. Cerita selengkapnya bisa dibaca di It's D for Deutschland :) Di sana saya bercerita tentang jatuh bangun saya dalam mengejar impian ini.

Pada tahun 2009, saya sebetulnya punya kesempatan memperoleh beasiswa kursus tiga minggu di Jerman dari sekolah saya. Saya dan sepuluh orang lainnya mengikuti tes untuk memperoleh beasiswa itu. Namun saya gagal mendapatkannya. Ketika itu saya kesal dan marah. Saya merasa Tuhan tidak adil, karena ada kasus berkaitan dengan beasiswa itu. Pada awalnya, perhimpunan sekolah-sekolah partner pemerintah Jerman (PASCH) menetapkan bahwa jumlah penerima beasiswa di sekolah saya ada 6 orang. Jumlah itu lebih banyak 2 orang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun-tahun sebelumnya, semua penerima beasiswa itu diambil dari kelas Bahasa, karena kamilah yang mempelajari bahasa Jerman paling intensif. Saya percaya diri karena kuota yang besar itu. Saya hitung di kelas saya siapa saja yang pandai dalam kelas bahasa Jerman. Saya rasa saya bisa masuk ke dalamnya, karena sejak mulai memasuki kelas Bahasa, saya sangat bersemangat dan rajin di mata pelajaran Bahasa Jerman. Bahkan guru saya pun cukup menyukai saya. Tetapi rupanya kuota 2 orang yang lebih itu diberikan pada anak IPA dan IPS yang mengambil bahasa pilihan bahasa Jerman untuk kelas Sabtu. Saya sangat kecewa, karena peluang saya menipis. Saya sampai bilang dan protes pada guru saya, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Lebih kecewa lagi ketika saya tahu siapa yang mendapatkan kesempatan itu dari kelas IPA dan IPS. Apalagi ketika saya lihat para penerima beasiswa di kelas saya (dan saya tidak termasuk di dalamnya) sebagian besar adalah orang-orang yang mampu secara finansial dan karenanya bisa mengambil kursus di Goethe Institut. Saya pikir begini: "ya iyalah mereka bisa dapat, 'kan mereka bisa les bahasa Jerman di Goethe dan lesnya mahal." Intinya pikiran saya pendek sekali sewaktu itu, beranggapan bahwa kegagalan saya disebabkan karena faktor tidak mampu les bahasa Jerman di Goethe Institut.

Saya sempat down ketika itu, bahkan mengalami stress bawah sadar. Tapi semua orang di sekeliling saya terus menyemangati saya dan akhirnya saya bertobat serta membuang pikiran-pikiran itu jauh-jauh. Saya berpikir bahwa mungkin saja Tuhan ingin melihat usaha saya lebih lagi dan akan ada sesuatu yang lebih baik di masa depan saya. Ketika saya kemudian berkuliah di Sastra Jerman UI, saya semakin sadar bahwa memang Tuhan tidak memberikan kesempatan itu pada saya karena Ia tahu, saya masih punya banyak sekali kesempatan untuk ke Jerman, sedangkan teman-teman saya tidak. Dari enam orang yang saat itu berangkat, hanya satu yang kembali ke Eropa, itupun di Swiss dan bukan Jerman. Sementara saya?

Di Sastra Jerman UI ada kesempatan memperoleh beasiswa yang lebih berbeda dan jauh lebih menyenangkan dibandingkan apa yang tersedia di SMA. Penyelenggara beasiswa ini adalah DAAD. Apa keistimewaannya? Pertama, kursus yang akan kita ikuti tidak sekedar bahasa Jerman saja, tetapi juga beberapa bidang studi lain yang bisa dipilih misalnya: budaya, sastra, teater, jurnalisme, dll. Kedua, lebih lama. Jika yang sebelumnya hanya 3 minggu, yang ini satu bulan!! :D Ketiga, kita bebas memilih tempat. Waktu SMA, kita tidak bisa memilih tempat kursusnya, semua diurus oleh Goethe Institut dan PASCH. Sekarang, kita bebas memilih 3 pilihan dari banyak kota yang ditawarkan. Keempat, beasiswa di SMA diatur sedemikian rupa sehingga kita tinggal mengikuti programnya sementara di universitas kita bisa mandiri. Bahkan kita bisa bebas pergi ke mana saja ketika ada waktu luang di jadwalnya. Kelima, keberagaman asal negara dari peserta kursus lebih banyak dan kita bisa saja menjadi satu-satunya orang Indonesia di tempat itu sehingga tidak seperti ketika SMA yang membuat kita cenderung pergi berombong-rombong dengan sesama Indonesia dan akhirnya tidak sungguh-sungguh belajar budaya lain. Duh, kalau disebutkan intinya banyak banget deh kelebihannya. Ketika mengetahui hal ini, saya mulai sadar bahwa inilah rencana yang Tuhan simpan untuk saya.

Tapi, bagaimana cara saya bisa mendapatkannya? Hmm... itu perjuangan lagi. Seperti sebuah kutipan dalam film 5 cm, kalau kita ingin mencapai impian, taruhlah impian itu 5 cm di depan mata kita. Pada intinya, maksud dari kutipan itu adalah agar kita bisa fokus terhadap mimpi itu. Sejak awal saya mengetahui keberadaan beasiswa ini, saya mencoba belajar sungguh-sungguh di jurusan yang kata orang sulit ini. Sama seperti jurusan apapun, tentu tidak semua mata kuliah terasa mudah. Meski di kiri kanan ada pandangan-pandangan negatif terdengar, saya tetap memandang positif dengan sabar segala hasil baik maupun buruk yang saya peroleh. Saya mencoba menerima semua tantangan dan rintangan yang harus saya lalui. Kadang-kadang, akibat terlalu serius belajar, komentar miring pun muncul. Tetapi saya sungguh tidak mau peduli. Lihat saja nanti, apa yang saya lakukan akan membuahkan hasil. Toh saya tidak perlu menunjukkan kerja keras saya pada teman-teman. Yang perlu tahu akan kerja keras saya hanya Tuhan (supaya saya tidak cuma minta terus tanpa usaha) dan dosen (yang menilai). Tetapi jangan lupa, amal juga penting. Kalau ada yang minta bantuan dalam perkuliahan, bantulah mereka dengan senang hati :)

Memasuki semester 5, dosen mulai memilih kandidat-kandidat penerima beasiswa ini. Beberapa tahap seleksi dilakukan hingga tersisa 5 orang. Lima orang ini diharuskan menulis sebuah karangan tentang motivasi  belajar di Jerman. Setelah semua dari kami selesai menulis, kami sempat saling bertukar. Jujur, saya minder. Teman-teman saya tulisannya bagus semua. Ada yang sangat fokus ingin meneliti teater dan seorang dramaturg terkenal yang sangat relevan, ada yang bahasannya sangat berguna untuk perkembangan studi bahasa Jerman, ada yang motivasinya sangat up-to-date karena membahas multikulturalisme, dan satu lagi, kepribadiannya sangat baik, sehingga punya nilai plus. Karangan saya isinya betul-betul mimpi doang! Semakin mendekati hari pengumpulan akhir saya semakin tegang. Berkaca pada pengalaman di SMA, ketika saya begitu ingin dan terobsesi dengan beasiswa itu tetapi justru gagal, saya tidak mengulanginya lagi. Bahkan saya berusaha melupakan dan tidak peduli dengan beasiswa itu. Pemikiran saya telah berubah: dapat ya syukur, enggak ya udah. Saya cuma berpegang pada nasehat dosen saya yang mengoreksi karangan itu. Ada tiga nasehat penting yang bisa saya rangkum. Pertama, jadilah diri sendiri. Tulis saja keinginan pribadi yang membuat kita ingin sekali ke Jerman. Kedua, masukkan motivasi yang berbeda dari motivasi orang lain, pada intinya sesuatu yang hanya bisa kita dapatkan di Jerman. Ketiga, fokus dan ketahui apa yang kita inginkan. Nasehat itu menghasilkan sebuah karangan yang kalau dibaca nggak berbobot dan isinya mimpi doang hahahaa...Karangan saya menyebutkan keinginan menulis buku dengan latar belakang abad pertengahan Jerman, kota Munich dan kastil Neuschwanstein. Saya ingin melihat bunga Kornblume yang tidak ada di Indonesia karena katanya warna birunya tidak pernah hilang. Saya ingin menulis skripsi tentang perbandingan pohon Linde di Jerman dan pohon beringin di Indonesia (yang ternyata nggak jadi karena nggak ada waktu -.-a).

Pada akhirnya saya pasrah dan mengumpulkan karangan itu, ditemani oleh Ritter saya hehehee... Bulan demi bulan berlalu, saya belum juga mendapatkan hasilnya. Saya nyaris lupa dengan beasiswa itu ketika tiba-tiba seorang senior yang juga dulu pernah menerimanya meng-sms saya dan mengingatkan untuk sering-sering cek email. Bukan main kesalnya saya, karena saya sudah susah-susah melupakan eh sekarang ingat lagi. Permasalahannya, kalau saya ingat saya jadi semakin pengen -.-a

Dan, suatu pagi pada tanggal yang saya lupa tepatnya kapan, saya sedang duduk di payung dekat Gedung 1 bersama Ritter. Tiba-tiba seorang teman dekat sms saya dan tanya tentang hasil beasiswa. Karena saya takut, jadi saya bilang saya belum mau lihat. Ternyata dia bilang bahwa salah satu teman saya telah mengetahui hasilnya dan rupanya dia mendapatkan beasiswa ke Berlin. Buru-buru saya buka email. Betapa gembiranya hati saya ketika melihat sebuah email dari DAAD berjudul "Beasiswa HSK". Saat itu juga saya bangunkan Ritter yang ternyata sudah ketiduran di samping saya dan memberi tahu hasilnya. Bersamaan dengan itu, teman-teman saya yang duduk tidak jauh dari sana berdatangan dan menanyakan kota yang akan saya tuju. Munich. Lalu mereka bersorak gembira dan ikut memberi selamat. Saat itu saya benar-benar speechless. Nggak menyangka Tuhan kasih kesempatan itu kepada saya.

Demikianlah cerita saya memperoleh berkat tersebut. Sebuah impian ternyata memang harus dicapai dengan penuh perjuangan, fokus dan keyakinan :)

20.6.13

When the Lamb Wants to Fly

When the lamb wants to fly
She must leave the goat first
And be with the eagle instead
Or with the soaring hawk

When the lamb wants to see
What are hidden in this world
She must leave the goat first
And sail with the grey wolf

When the flower wants to bloom
She must leave the night sky
And be with the day instead
Or attach to the holy trunk

When the flower wants to grow
Beautifully and reach the sky
She must leave her own ground
And find a new fatherland


by LV~Eisblume
20.06.13
for my life...

19.6.13

Vakre Blomstene


Det finnes en rose, så hvit som snø,
kan aldri visne, kan aldri dø.
Denne rosen kjenner du nok igjen,
evig vennskap heter den.

(min bestevenn fra Norge) 

18.6.13

Marienplatz, Jam 3 Sore


Tanpa peduli pada panas terik yang menerjang, siang itu aku menyusuri jalan-jalan di sudut-sudut kota Munich menuju pusat kota. Marienplatz. Ke sanalah aku akan pergi. Distrik kota tua Munich itu memang tidak terlalu jauh dari apartemen tempatku menginap selama mengikuti konferensi mahasiswa Program Studi Jerman sedunia yang tengah berlangsung di salah satu universitas ternama di kota ini. Sebetulnya tidak ada kegiatan yang tengah berlangsung di sana, hanya saja, hari ini adalah satu-satunya waktu yang kumiliki untuk menangkap kemegahan menara-menara gereja di pusat kota itu dengan kameraku. Tak hanya menara-menara itu, aku pun hendak mendengarkan dentingan jam dengan boneka-boneka menari yang selalu berbunyi setiap jamnya.

Sebetulnya aku bisa saja menempuh perjalanan dengan kereta api bawah tanah, tetapi aku tidak ingin. Pemandangan kota ini terlalu cantik untuk dilewatkan begitu saja tanpa diabadikan. Lagipula letak apartemenku sungguh tidak terlalu jauh. Hanya sekitar lima belas menit berjalan kaki dan aku akan tiba di Marienplatz. Dan benar saja, tanpa terasa kakiku telah menginjak lapangan luas berlantai konblok itu. Menara-menara gereja tua dari abad-abad lampau menjulang tinggi di salah satu sisinya. Dari menara-menara itu, berterbangan burung-burung gereja dan merpati ke sana kemari. Mereka mengitari menara-menara itu seolah tengah berkejaran. Segera kutangkap pemandangan itu dengan kameraku.

Kudekati sebuah air mancur yang terletak di sana. Sembari duduk menunggu pertunjukkan jam berbunyi, aku berusaha menangkap pemandangan orang-orang yang berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Sungguh pemandangan yang menarik, seolah aku menyaksikan dunia modern berpadu indah dengan masa lampau. Konsentrasiku pada orang-orang itu terhenti, ketika aku mendengar suatu suara asing yang menyebut sesuatu yang tidak asing. Namaku! Ya, aku yakin sekali orang itu meneriakkan namaku. Tetapi, kupikir ulang, namaku bukan nama yang tidak lazim di dunia barat. Ah, mungkin saja ia memanggil orang lain.

Sebuah tangan menepuk pundakku hingga aku berbalik dan terkejut. Aku mengenalnya. Aku kenal dia. Kenal betul siapa dia.
"Kamu?? Bagaimana bisa kamu ada di sini?" aku terkejut hingga mundur beberapa langkah, hendak memastikan bahwa itu memang sosok yang kukenal.
Sosok itu hanya melemparkan senyum jahil, seolah senang melihat dirinya telah berhasil mengejutkan diriku. Sementara itu, aku hanya bengong dan bertanya-tanya bagaimana ia bisa berada di sini dan menemukanku di tempat ini.

* * *

3 Minggu Sebelumnya

isblomst : boleh aku tanya sesuatu?
rycerz    : silakan. kamu mau tanya apa?
isblomst : setelah sekian lama kita kenal, pendapatmu tentang aku apa?                               
rycerz    : hmm... aku suka wanita yang cerdas
isblomst : jadi, maksudmu aku cerdas? Atau sebaliknya?
rycerz    : kalau kamu nggak cerdas, aku nggak akan mau bicara sama kamu. Kamu cerdas, ramah dan menarik. Aku ingin sekali ketemu secara pribadi sama kamu.
isblomst : ahh.. terima kasih :P
rycerz    : giliranmu.
isblomst : kamu dewasa dan penuh perhatian. Kamu sangat baik dan aku juga ingin mengenalmu lebih lagi.
rycerz    : :)
isblomst : ya Tuhan, tidak bisakah kita ketemu? Aku sungguh-sungguh ingin ketemu kamu. Seandainya kamu bisa menemuiku di Munich. Aku ingin mengunjungi beberapa tempat bersamamu. :')
rycerz    : itu sulit, tetapi bukannya nggak mungkin. Ah, aku punya ide lain. Bagaimana kalau ketemu di Passau? Jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatku.
isblomst : sepertinya akan sulit. Karena aku punya jadwal, dan aku perlu uang lebih untuk ke sana. Ah, lupakanlah. Itu cuma ide gilaku. Kita bisa ketemu kalau aku ke Eropa lagi kapan-kapan.
rycerz    : maaf ya, liburan ini aku harus belajar. Banyak hal yang harus kukerjakan.
isblomst : nggak apa-apa. Aku bisa mengerti.

* * *

Ia ceritakan semuanya dengan jelas. Tentang percakapanku dan dia selepas tengah malam itu. Tentang kata-kata dan harapanku yang diingatnya terus sampai saat ini. Tentang keinginan rahasiaku yang sesungguhnya masih ingin kuwujudkan meski kuminta ia melupakannya. Dan kemarin ia memutuskan untuk memenuhi keinginanku. Ia tinggalkan pekerjaannya. Ia lupakan setumpuk buku tebal yang harus ia pelajari jelang ujian akhirnya hanya demi mengejar kereta lintas negara yang berangkat di waktu pagi. Hanya demi menemuiku di sini.
"Tapi aku masih tak mengerti. Kota ini luas. Bagaimana bisa kau menemuiku di sini?" aku bertanya bingung.
Ia mengambil tempat di sampingku. Sembari memandang pada menara-menara katedral, ia ceritakan dengan sabar, suatu hal yang rupanya terlewat olehku.

* * *
Sekitar setengah jam sebelumnya

isblomst : sudah dulu ya, aku mau siap-siap pergi.
rycerz    : ke mana? memang kamu sedang nggak ada acara?
isblomst : begitulah, dan ini satu-satunya kesempatan yang kupunya.
rycerz    : mau ke mana?
isblomst : ke Marienplatz. Mau hunting foto bagus
rycerz    : Ohh.., jangan lupa jamnya.
isblomst : ya, aku tahu. Sekarang sudah jam dua lebih. Aku akan mengejar dentangan yang jam tiga.
rycerz    : baiklah, hati-hati ya. Simpan foto bagus untukku.
isblomst : oke, sampai nanti :)

isblomst is offline

* * *

"Sebetulnya aku tadi sudah tiba di Hauptbahnhof ketika aku berkirim pesan itu," katanya sembari tersenyum jahil.
"Lalu?"
"Awalnya aku mau tanya lokasimu, tapi kemudian kamu sudah membocorkannya duluan."
"Kamu ya... keterlaluan! Senang sekali mengerjai aku!" kucubit lengannya dengan gemas.
"Hehee.. aku kan sudah bilang. Aku jahat banget!!" ia menjulurkan lidahnya, seolah mengejekku. "Tapi kamu senang 'kan?"
Aku mengangguk kuat. Dalam hati kubisikkan rasa terima kasih. Meski aku dan dia tak punya hubungan apapun, aku merasa begitu dekat dengannya. Tak pernah sekalipun aku bertemu dengan sosok yang begitu cocok denganku. Ia seperti sahabat, kekasih, dan kakak laki-laki yang sangat kudambakan keberadaannya. Ia seorang pendengar yang baik, selalu bersedia mendengarkan masalah-masalahku. Dan ia begitu dewasa, mampu memberiku saran-saran yang tak pernah terpikir sebelumnya. Ialah alasanku meninggalkan keputusan lama yang telah kubuat, yang pada akhirnya tidak terlalu membahagiakan. Aku memang belum tahu akan jadi apa kita berdua nanti. Sepasang sahabat pun tak apa, karena aku masih menginginkannya. Tetapi jika lebih, mengapa tidak?

Jam berdentang lima belas kali. Fünfzehn Uhr, kata orang Jerman. Seluruh Marienplatz, termasuk aku dan dia terdiam sejenak, memandang pada boneka-boneka menari di menara jam sana. Marienplatz, jam tiga sore, tempat kami bertemu secara langsung untuk pertama kalinya.


By LV~Eisblume
19.06.13
for my wish...


                                                           

17.6.13

Ia yang Menjelma

Bagaimana jika sang Raja Mimpi telah menjelma jadi sosok yang berbeda? Maksudku, masa lalu dan masa kini hanya dimensi berbeda, bukan? Demikian pula dengan kenyataan dan khayalan. Mungkin saja ia yang kutemui itu sesungguhnya sang Raja Mimpi. Ia sudah terlampau lelah mendiami istananya di tanah impian sana. Ia mencari tantangan baru. Dan ia begitu berbeda, sudah tidak pengecut lagi. Tetapi impiannya masih sama, mewujudkan kerajaan ideal abad pertengahan pada waktu yang bukan zamannya lagi. Ia tidak terlalu menyukai komposer antisemit itu, atau dongeng-dongeng dari utara, karena ia telah menyaksikan sendiri sisi gelap dari semua itu. Ia menyaksikan sendiri penderitaan yang sama yang ditelurkan oleh kekuasaan kerajaan  yang dibencinya, yang mengalahkan kerajaannya dan merampas tahtanya.

Ia masih berkeyakinan kuat pada yang Tiga tetapi Satu, tetapi tidak seperti dulu. Dulu ia menggambarkan diri sebagai raja ideal yang telah ditunjuk sebagai wakil di dunia, seperti era abad pertengahan. Sekarang ia sedikit terbuka dengan zamannya dan mulai mencoba petualangan-petualangan baru, termasuk mencoba yang paling rahasia. Apa yang paling membuatku yakin ia telah menjelma jadi sosok lain adalah tentang cintanya pada legenda ksatria angsa. Kini ksatria angsa tak lagi berlayar di atas punggung putih angsa raksasa yang berbulu lembut. Ksatria angsa adalah jelmaan dari sekawanan angsa yang terbang menyongsong langit, menyongsong kemenangan. Dahulu, ksatria angsa yang dikaguminya adalah keturunan ksatria cawan suci yang mencari benda misteri itu ke pelosok bumi. Ksatria angsanya kini berusaha melindungi kekuasaan cawan suci itu.

Raja Mimpi mencintai kedamaian, tetapi kini ia berani berperang demi mempertahankan kedamaian itu. Aku dan dia memiliki lawan yang sama. Awalnya bagiku bukan lawan, hanya saja semakin lama mengenal, aku semakin tidak suka. Dan Raja Mimpi juga tidak suka. Tentu ia tidak ingin peninggalan budayanya yang megah lagi indah tergusur begitu saja oleh mereka, yang tampak tidak menyukainya. Ia tidak menyukai dominasi, meski dominasi adalah damai, karena ia tidak bebas berada di tanah milik musuh-musuhnya.

Apa yang jadi impiannya sekarang, telah begitu berbeda dari yang dulu. Dulu ia berusaha membangun kastil-kastil megah sebanyak mungkin, perwujudan dunia abad pertengahan yang ideal baginya. Sekarang, ia hanya ingin membangkitkan kembali kekuatan sepasukan ksatria angsa bersayap yang pernah jaya menumpas musuh-musuhnya di era yang lampau. Kini musuhnya datang lagi, mulai hendak merebut tanah dan warisan budayanya, dan ia hendak siapkan ksatria-ksatria angsa itu untuk memulangkan mereka ke tanah asalnya yang panas.

The Winged Knight

Once upon a time on a cloudy day, Lady Terezka was sitting near the window. Her eyes gazed into the field surrounding her beautiful castle. Her mind flew somewhere, far to her dreams. If we could look at her face, we might find unhappiness there. All people thought that she was the luckiest woman on the earth at that time, because she lived in a very beautiful castle and married to a young handsome knight with a gentle heart. But deep inside her heart, all was different. Indeed she had a beautiful castle, but after quite a long time lived inside it, she felt that that was not her home. 

She looked at the linden tree that located not far from her window. Now the leaves started to fall one by one. It was a linden tree which was planted by her husband to remind them at her previous home, her lovely small castle. Under the linden tree near her castle they met each other for the first time. She knew exactly that he was the part of the cavalries that had just conquered some parts of her kingdom. She knew exactly that he served a big kingdom, which located far in the east, among the golden sand mountains. She knew exactly that he believe in different way with her. But Lady Terezka did not care about that. All that she believed is that this knight was very kind and gentle-hearted, loyal and even willing to leave his kingdom, just to build another castle on the land he had conquered, although all his companion has returned to their kingdom. 

While gazed at the green field below her window, suddenly she saw a gleaming light from afar. The light came nearer and nearer and it revealed to her as a strong white horse bore a knight in a shining armor. She was amazed with what she saw. Who was the knight, who dare to enter this area. He must be not one of her husband's companion. He must be a knight from an unknown place to her, because as she paid more attention to him, it seemed to her that there were wings on his back.
"A winged knight?" she whispered to herself. "I wondered where he came from. What are he doing near my castle?"
Even though she knew exactly that he didn't part of her castle, she hoped that this knight will pass the field safely, without being known by any of her husband's knight. But then the knight suddenly disappeared. Lady Terezka was surprised and began to search him, who had become her center of attention for a while. But before she could find the mysterious knight, someone called her name. The voice came from below, just below her window.
"I beg your pardon, young lady. But why do you seem very sad in this lovely day?" asked the voice politely.
Surprised, because it was the mysterious knight who spoke to her, Lady Terezka answered, "I...I.. i just wondering if my choice was true...."

The knight smiled without replying anything. He stared at the beautiful woman at the window and waited, as if he knew that Lady Terezka would answer more. And he was right.
"I'm not sure if I chose the right way... to agree and live in this place," said Lady Terezka.
"But this place is very beautiful, my lady. Why should you be sad because of it?" asked the winged knight.
"Because I feel trapped inside here, inside my own choice to marry the owner," answered the lady again.
"Is he mean to you? What had he done to you so that you become sad right now?" 
"No, he didn't do anything. In fact he is very kind and gentle-hearted. But it's me who feel uncomfortable with everything. I just heard what happen outside there. What his friends has done to my beloved land, my beloved kingdom. I know that he don't do anything and aren't involved in it, but those friends.... I can't see him being with his friends," told Lady Terezka to the winged knight.
"Oh, well, i understand. It seems that you and he come from different origin and now both of your kingdom are in war against each other," the knight smiled.
Lady Terezka nodded. Far in her heart she hoped that this knight wants to help her by giving some advice.
"But the difference don't give a problem, right?" 
"No, it doesn't. Even he built for me a special room to preserve my culture and let me decorate this castle in the way i want. But i still feel trapped. I can't eat my favorite food again, because it was uncommon for his tongue. I can't speak freely when deep in my heart i disagree with what his knights do, because i don't want to hurt his heart. He was proud of his culture and his knights. But i can't stand here without doing anything, while his friends attacked and conquered parts of my kingdom one by one," said Lady Terezka. Her voice sounded hopeless.
"Before you took this decision, my Lady, do you think about these consequences? What had attracted you to join him in the eternal vow?" asked the winged knight, his voice sounded very mature and wise for Lady Terezka, and she couldn't resist not to answer.
"I was still young at that time. For me, to be free from my childhood castle was really a dream. And there he came, with some adventurous challenges lay ahead. He introduced me to the world I've never known, the world of his culture and his kingdom which until that time I read only through old scrolls in my father's room. He was very romantic at that time. He wrote me some Minnelieds and that was so sweet. I ran away with him despite of the forbid of my parents..," said the beautiful lady.
The winged knight smiled slyly. He planned to do something. He knew that there is a solution for this enchanting lady. But he had to think about it first. And then the lady asked him.
"And who are you, winged knight? Never I heard about you before, nor your cavalry. Where are you come from? And where is your position in this terrible war?"
"I'm one of the winged knight cavalry. The strongest among all cavalry in this war. I'm behind your kingdom, my lady. I serve your king with my loyalty and everything that i have. I practice some culture with you and i believe in the same way with you. I know exactly what happen outside there and that you're in danger, my lady. You should immediately run away."
"What? Me? Runaway? But how... I'm trapped behind this high wall," said Lady Terezka sadly.
"Write your husband a letter of goodbye and jump here, my lady. I'll save you from this castle forever. You'll enjoy my castle very much. You can live freely and there is no enemy knights, because I and my companion will not let them enter our peaceful land."
And the beautiful Lady Terezka did what the winged knight said. She jumped onto his horse and ran away forever, left her dark past time and the trapping castle. In the land of the winged knight, they live happily ever after and keep fighting against the kingdom from the east until they left the land forever.


18.06.13
by LV~Eisblume
for my experience, wish and dream~
 

 
 

 

 
 
 
 

6.6.13

Siapa Mampu Berlayar Tanpa Angin?


Video di atas (sumber: Youtube), adalah sebuah lagu tradisional Swedia yang sangat menyentuh hati. Menceritakan tentang perpisahan dari orang yang dicintai. Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kira-kira begini:

Siapa mampu berlayar tanpa angin?
Siapa mampu mengayuh tanpa dayung?
Siapa yang tak 'kan menangis,
Kala pergi tinggalkan cinta?

Aku mampu berlayar tanpa angin
Aku mampu mengayuh tanpa dayung
Tapi aku tak mampu pergi,
tinggalkan cinta tanpa menangis.

Ada hal yang menarik berkaitan dengan pengalaman gue dengan lagu ini. Jadi tahun lalu gue pernah mengobrol dengan salah seorang teman dekat gue asal Norwegia. Gue tanya dengan random tentang lagu favoritnya dan dia jawab lagu ini (judul aslinya Vem Kan Segla Förutan Vind). Waktu itu jawabannya gue abaikan aja, berhubung gue juga nggak tahu menahu soal lagu itu. Nah, hari ini gue kebetulan dengan randomnya membaca ulang rekaman percakapan gue dan teman gue ini. Awalnya cuma mau menyusun ulang kamus Norwegia mini gue yang hilang karena netbook diinstal ulang. Tiba-tiba gue nemuin percakapan kita yang ada judul ini dan gue kaget. Lho? Itu kan lagu yang awal tahun ini gue download, waktu keranjingan denger folksong Skandinavia yang bagus-bagus dan adem. Sebetulnya gue agak nggak percaya kalau dari sekian lagu yang ada di bumi, teman gue ini memilih lagu itu sebagai lagu favoritnya, secara dia berzodiak Aries yang kesannya keras dan agresif. Ternyata kalau dilihat-lihat hampir semua lagu yang dia share ke gue nadanya mellow-mellow begini. Dan pernah gue share lagu folk metal dari negaranya sendiri, eh dia malah nggak pernah dengar katanya, walaupun komentarnya lumayan positif. Lucu ya, jadi terbukti kalau jangan menilai orang dari luarnya aja hehehe...

Nah, sekarang tentang lagunya. Menurut gue sih bagus banget walaupun liriknya menye, tapi pemilihan katanya puitis, sampai gue gak bisa cari padanan terjemahannya yang benar. Lagu ini sudah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa lain seperti Norwegia, Jerman, Inggris dan Prancis. Pengennya sih buat versi Indonesianya tapi susah ya ternyata cari diksi yang pas. Versi Jermannya bagus banget, karena entah siapa yang buat, dia bisa mengepaskan pilihan katanya sampai menciptakan rima khas lirik-lirik Jerman tanpa mengurangi artinya sedikit pun. Yah, mungkin karena memang Jerman dan Swedia bahasanya serumpun :)

Pendapat Mereka tentang Multikulturalisme (percakapan via Interpals dengan beberapa orang Eropa)

"Seseorang yang sungguh-sungguh mendukung dan memperjuangkan multikulturalisme seharusnya tidak akan senang apabila suatu hari nanti semua orang di wilayah tempat tinggal mereka menjadi sama dengan mereka," - own quote

Sebetulnya percakapan di Interpals ini terjadi tidak sengaja karena saya sedang malas membicarakan hal-hal berat seperti ini apalagi di musim ujian begini. Akan tetapi ujian wacana di hari Jumat yang salah satu temanya wacana Multikulti mendorong saya untuk iseng bertanya kepada beberapa orang yang kebetulan hadir menemani saya di Interpals semalam (berasa acara talkshow ajaa...). Saya perkenalkan dulu para narasumber saya (nama disamarkan). Pertama, ada E, teman saya berusia 23 tahun asal Norwegia. Ia bekerja di sebuah minimarket. Orangnya baik tapi pemalu. Berasal dari kota superkecil di utara Norwegia yang nyaris nggak ada apa-apanya untuk ukuran orang Jakarta. Kedua, ada C, teman saya asal Norwegia juga, umurnya 24 tahun. Pecinta game dan film. Lulusan sekolah hospitality yang akhirnya gonta-ganti kerjaan melulu. Penganut Asatru atau paganisme Norse yang masih percaya pada dewa-dewi seperti Odin, Thor dan Freyja. Teman yang ketiga bernama T, asal München, Jerman. Mahasiswa teknik berumur 23 tahun yang kuliah di Inggris. Jemaat gereja Kristen yang sangat religius. Teman yang terakhir bernama S, mahasiswa hukum berusia 21 tahun asal Polandia. Penganut Katolik yang juga masih religius.

Sebelum masuk ke inti obrolan saya dengan mereka, ada baiknya saya buat peringatan dulu:
WARNING!! TULISAN DI BAWAH BERPOTENSI MEMICU KOMENTAR-KOMENTAR BURUK BERNADA SARA KHUSUSNYA UNTUK ORANG-ORANG INDONESIA YANG BELUM BISA MENYIKAPI PERSOALAN SECARA DEWASA! HANYA UNTUK ORANG YANG SABAR DAN OPEN MINDED! KOMENTAR MEREKA BERDASARKAN PENGALAMAN, JADI BUKAN MENGGENERALISASI SEMUA GOLONGAN YANG DIMAKSUD!

Ok, jadi intinya, pertanyaan saya cuma satu: bagaimana pandangan kalian terhadap kaum imigran di Eropa?

Jawaban dari E:
E: aku tidak pernah bermasalah dengan kaum imigran karena negara asal mereka. Tetapi jika boleh jujur, aku kurang suka dengan sikap semena-mena mereka. Aku tidak mau rasis, tetapi sepanjang aku bekerja di mini market, ada beberapa orang dari Eropa Timur dan Afrika yang suka membeli barang dalam jumlah banyak (memborong) tanpa mempedulikan peringatan karyawan toko bahwa jika mereka memborong, akan sulit menunggu sampai barang itu direstock, berhubung letak kota yang terpencil. Menurutku itu sangat tidak sopan dan semena-mena. Apalagi mereka membelinya untuk dijual kembali dengan harga yang lebih mahal.
Gue: Di Indonesia banyak kok orang yang beli banyak buat dijual lagi, tetapi biasanya ada kontraknya.
E: Mereka tidak pakai kontrak di sini, dan gara-gara mereka, banyak masyarakat lokal yang kehabisan barang.

Jawaban dari C:
C: Tergantung. Di negaraku banyak imigran asal Asia yang sangat rajin dan mau bekerja. Dengan mereka aku tidak masalah. Akan tetapi masalah justru muncul dari kaum imigran yang datang karena cari suaka.
Gue: Cari suaka?
C: Iya, pemerintah kami begitu takut dicap tidak membela HAM atau tidak cinta damai maka dari itu mereka bersedia menerima kaum imigran yang di negara asalnya terancam. Masalahnya, banyak dari mereka yang malas bekerja dan mengharapkan dari uang tunjangan pemerintah yang asalnya dari pajak kita. Itu belum seberapa, karena beberapa dari mereka sering berbuat tidak benar pada para wanita lokal. Mereka melakukan pelecehan seksual pada wanita-wanita tersebut. Bahkan kita punya satuan khusus pengaman bernama "Natteravn" yang secara sukarela membantu dan melindungi wanita-wanita yang terpaksa harus keluar pada malam hari di wilayah-wilayah tidak aman.

Nah, sebagai tambahan, pada percakapan-percakapan sebelumnya, C pernah cerita ke saya kalau para imigran ini suka makan tempat, mengambil lowongan pekerjaan yang ada untuk orang lokal. Banyak perusahaan lebih suka mempekerjakan imigran karena mereka lebih murah dibanding lulusan sarjana yang mahal. Di lain kesempatan, C pernah share link ke saya tentang tindakan kaum imigran asal Afghanistan bernama Afdar Qadeer Bhatti yang sibuk berorasi di muka umum dan mengancam akan melakukan terorisme pada warga sipil di sana jika pemerintah Norwegia tidak menarik pasukan dari Afghanistan. Waktu itu linknya ada di sini http://www.youtube.com/watch?v=w284HgHsO5Y tetapi oleh pihak Youtube sudah ditarik karena banyak yang protes tentang copyrightnya. C juga pernah cerita kalau dia pernah berantem sama orang asal Maroko, karena orang tersebut mengatakan bahwa keyakinan C hanya dongeng dan memaksa dia untuk percaya "yang benar" menurut orang tersebut.

Jawaban dari T:
T: Selama orang itu mau bekerja dan mau berintegrasi serta menghargai kebudayaan Jerman, mereka akan disambut dengan ramah. Tetapi bagi mereka yang tidak mau berintegrasi, hanya memanfaatkan penduduk lokal, dan tidak mau menerima norma-norma masyarakat yang berlaku di Jerman sebaiknya tinggal saja di negaranya. Ada banyak imigran di Jerman yang menolak berintegrasi dengan budaya Jerman karena agamanya. Sangat disayangkan, karena hal ini bisa memicu konflik di masa depan.

Jawaban dari S:
S: Aku tidak menyukai beberapa imigran dari Arab dan Turki. Kamu bisa lihat sendiri di situs ini banyak dari mereka yang senang menggoda wanita. Baru saja mulai bicara sudah menyapa dengan "hi cutiee" atau semacamnya. Orang-orang ini sepertinya hanya ingin seks, karena di negara mereka hal itu haram. Di negara-negara Slavia, kami tidak segan-segan meladeni mereka di jalan, kalau mereka mengajak berantem.  Tentang multikulturalisme di Jerman, aku kebetulan berada di sana ketika ada pertandingan sepak bola Jerman vs Turki. Banyak sekali orang Turki di sana, sementara hanya sedikit orang Jerman yang tampak bangga mengibarkan bendera. Mereka seperti takut dengan rombongan orang Turki tersebut, bahkan di negaranya sendiri!

Saya hanya mengangguk-angguk sambil berpikir mungkin orang-orang yang saya temui memang rasis dan punya prasangka buruk terhadap beberapa golongan. Tetapi kemudian saya ingat-ingat lagi, apa yang saya lihat di kompleks apartemen saya beberapa minggu lalu. Lima puluh imigran ilegal asal Iran dan Nigeria ditangkap karena tidak punya dokumen resmi. Oh? Mereka ilegal? Pantas saja di sekeliling saya tiba-tiba banyak sekali kaum mereka. Tiba-tiba saya ingat punya pengalaman tidak enak dengan mereka. Pernah suatu kali saya beli air botolan di sebuah toko di lantai bawah. Kira-kira waktu itu pukul 22.00. Baru sampai di pintu toko, saya dilihatin dan disuit-suitin sama para imigran itu, yang kebetulan lagi merokok di meja-meja dekat toko itu. Pernah lagi ketika belanja di supermarket, tiba-tiba ada yang mendekat terus manggil-manggil pakai kata "beautiful", "cutie" dan semacamnya. Di hari lain, saya memergoki salah satu dari mereka memukuli orang Indonesia dekat parkiran mobil. Setelah mereka diciduk aparat tiba-tiba saya bisa santai dan aman-aman saja ketika malam hari harus turun beli ini itu. Tidak ada yang menggoda atau melecehkan.

Jadi? Masihkah saya disebut rasis dan diskriminatif jika saya tidak suka dengan keberadaan mereka di negara saya? Masihkah teman-teman saya di atas dikatakan rasis dan diskriminatif jika berkata demikian? Menyimpulkan pengakuan mereka, saya bisa bilang bahwa banyak kaum imigran yang tidak tahu terima kasih. Sudah diperbolehkan tinggal dan menerima tunjangan tetapi kelakuannya semena-mena. Sama seperti mereka yang tertangkap di Indonesia kemarin. Sudah numpang, tetapi merugikan masyarakat Indonesia. Lalu agama dijadikan alasan untuk tidak mau integrasi. Menurut saya, hal itu tidak dibenarkan, karena mereka pindah ke negara yang awalnya monokultur itu atas kesadaran sendiri. Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Jika mereka memilih tinggal di negara tersebut mereka harus bersedia mengikuti aturannya. Berbeda dengan Indonesia yang pada dasarnya sudah beragam. Segala aturan yang dibentuk harus menjamin semua golongan masyarakat.

Jika tidak merasa terjamin, mereka mengatakan pemerintahnya diskriminatif atau warganya rasis. Mereka mengaku memperjuangkan multikulturalisme. Apa betul yang diperjuangkan itu multikulturalisme? Saatnya memikirkan ulang perenungan saya yang berbuah kutipan di atas. "Orang yang sungguh-sungguh memperjuangkan multikulturalisme tidak akan senang jika suatu hari nanti semua orang di wilayah tempat tinggalnya menjadi sama seperti dirinya." Saya berasumsi, para imigran yang menolak integrasi ini akan sangat bahagia jika mereka bisa mengubah negara yang mereka datangi menjadi sepaham dengan mereka, menerima budaya mereka, mengadopsi, bahkan mungkin mempercayai hal yang sama dengan mereka. Hal ini tampak pada keengganan mereka untuk berintegrasi, artinya mereka masih lebih banyak condong untuk mencintai budaya akarnya. Selanjutnya, silakan pikir kesimpulannya sendiri.

Tulisan ini jangan diambil hati. Isinya cuma pendapat beberapa orang. Ini negara demokrasi, bebas berpendapat.

~ LV~Eisblume