Begitu tiba di bandara München dan tukar uang, gue langsung menuju bus yang akan mengantar gue ke tempat daftar ulang. Bayangan gue tentang tempat daftar ulang: di dalam ruangan, udah ada meja-meja rapi berjajar dan staf penyelenggara kursus duduk rapi bersama setumpuk kertas dan dokumen para peserta. Gue datang, lalu ngurus administrasi yang kurang, termasuk beli tiket U-Bahn untuk sebulan, MensaCard buat makan di kantin dan kunci Wohnung yang baru bisa dipakai jam 2 sehingga kemudian gue di antar ke ruangan lain untuk menitipkan bawaan gue dan dipersilakan menjelajah kota München dan cari makan dengan kartu-kartu yang baru saja gue beli. Kenyataan yang gue dapat: ruangan masih dikunci dan belum ada apa-apanya, staf penyelenggara kursus pada duduk-duduk di rumput sambil ngebir, ngerokok atau ngobrol, gue disuruh taruh barang bawaan di situ dan dikasih nomor biar gak hilang terus disuruh pergi ke mana aja terserah tanpa tiket apapun dan balik ke situ lagi buat daftar ulang jam 2. Apa-apaan ini?? Ini Jerman?? Betul sodara-sodara -.-a
Nah, karena sudah terbiasa dengan ketidaksiapan dan jam karet bangsa Indonesia, akhirnya gue merasa hal tersebut biasa aja. Salah satu yang membedakan adalah karena di situ gue bisa meletakkan koper gue sesuka hati tanpa takut ada pencurian. Padahal di dalamnya ada sejumlah uang dan laptop :) Nah, nggak berapa lama kemudian gue ketemu temen gue, sesama orang Indonesia (biasa, ngumpulnya sama satu negara dulu buat survival haha...). Bukan cuma karena itu sih, masalahnya yang lain orang China semua dan mereka pada ngomong bahasa Mandarin dan gue nggak ngerti. Alhasil gue jalan sama temen gue orang Indonesia ini, namanya Haifa. Tujuan pertama kita adalah beli makan dan minum.
Setelah bertanya pada staf di situ tentang letak supermarket, kita pun berangkat. Katanya supermarket cuma 10 menit jalan kaki, tentu saja 10 menit yang dimaksud adalah 10 menit orang Jerman. Intinya kalau kecepatan jalannya nggak secepat teman kampus gue yang bernama Olly, tentu saja waktu 10 menit bakal ngaret haha... Sembari bernorak ria di jalanan Jerman (maklum, baru pertama kali ketemu udara kota sebersih itu), gue dan Haifa jalan ke supermarket yang katanya bernama Aldi Süd. Gue tahu supermarket ini dari seorang dosen yang pernah mengajar di kelas gue. Supermarketnya sih standar, seperti supermarket pada umumnya. Nah, perjalanannya itu yang mengesankan.
Baru tiba di Jerman pagi itu, gue sudah dihadapkan pada fakta bahwa ia tidak sebersih yang gue kira (walaupun masih JAUH lebih bersih dibanding Jakarta atau Depok sihh), karena gue menemukan ini:
Puntung rokok dibuang di jalan begitu saja!!! Aaaaa.. mimpi buruk banget ini !! Beruntung trotoarnya luas jadi sedikit terhibur. Sembari melanjutkan perjalanan gue berusaha menghibur diri bahwa memang nggak ada tempat di dunia ini yang benar-benar bagus dan benar-benar menyenangkan karena semua itu hanya ada di alam mimpi. Ini salah satu hal yang gue angkat di novel yang sedang dalam proses penulisan :)
Lanjut. Setelah berdiskusi sebentar tentang arah dan tujuan kita, dengan berbekal melihat peta di samping U-Bahn, gue dan Haifa memutuskan untuk melihat Englischer Garten. Yah, penasaran aja, selain nggak terlalu jauh (bisa ditempuh dengan jalan kaki), kita sama-sama penasaran, seperti apakah taman di München? Untuk mencapai Englischer Garten dari stasiun U-Bahn tempat kita berhenti tadi (namanya Alte Heide), kita harus jalan sekitar 10 menit menyusuri kompleks pemakaman dan perumahan. Sempat mampir juga ke kompleks makamnya, yang ternyata bagus banget. Persis seperti yang ada di film-film horor Eropa kalau ada mayat bangkit dari kubur. Bagian tanahnya nggak jauh beda dengan yang ada di pemakaman Indonesia seperti di Pondok Kelapa, jadi hijau dan banyak bunga gitu. Yang membedakan, di sini nisannya gede-gede banget. Bentuk salib atau setengah elips, tapi bener-bener gede. Bagus dan rapi sekali. Di sana banyak orang tua berjalan-jalan dengan anjingnya, entah mau menjenguk keluarga yang dimakamkan atau mau merenungi hidup hehehe...
Sampai di Englischer Garten, suasana langsung berubah. Teduh dan sejuk banget deh pokoknya. Di sana sini tumbuh pepohonan yang daunnya cantik-cantik bentuknya, seperti maple. Langsung aja gue foto, berhubung nggak ada di Indonesia. Kebayang deh itu cantiknya kalau musim gugur :') Gue sempat berniat mencari pohon Linde, tapi karena terlalu banyak pohonnya jadi gue membatalkan niat gue itu. Kita berdua jalan menyusuri sungai kecil dan menyeberangi jembatan. Bersih banget sungainya. Rasanya seperti memasuki taman Eden atau dunia tempat tinggal peri dan elf. Oke, gue banyak berkhayal... hehehe...
Nah..., ini gambar sungainya. Cantik ya.. bahkan dasarnya kelihatan lho :))
Awalnya kita berniat jalan jauh dan muter-muter, tetapi berhubung matahari agak terik dan pakaian kita kurang nyaman akhirnya gue dan Haifa memutuskan untuk memilih satu jalan dari empat cabang yang ada. Taman ini luas banget loh, lebih luas daripada Central Park di New York dan Hyde Park di London. Konon sih memang yang terluas di dunia :) Oiya, di bangku tempat kita duduk ada hal yang unik. Di situ ada semacam papan logam bertuliskan sebuah kutipan yang bagus:
Kira-kira artinya: "sekarang saya belum mengenal dengan sempurna, tetapi saya akan semakin mengenal, sebagaimana saya akan semakin dikenali." Nah, coba ingat-ingat lagi, apa sih yang ada di bangku taman di Indonesia ini? Misalnya di Kebun Raya Bogor deh. Hmm.. kalau enggak peringatan seperti jangan menginjak rumput, jangan buang sampah sembarangan ya jangan dicorat-coret, atau malah coretan coretan nama pasangan alay -.-a DUH!!
Cukup lama kita duduk di bangku ini, sambil ngobrol tentang rencana ke depan mau mengunjungi apa aja. Lumayan lama sampai angka jam di hp menunjukkan pukul 12.30 dan kita sadar bahwa kita belum makan! Akhirnya kita memutuskan untuk pulang. Obrolan di perjalanan pulang beralih pada FC Bayern München dan die Mannschaft. Haifa bercerita kalau Philipp Lahm, pemain favoritnya, tinggal di wilayah elit di München karena dia saat ini termasuk pemain dengan gaji tertinggi di Bundesliga. Sambil memandangi rumah-rumah di kompleks elit di dekat taman itu, kita berkhayal kalau jangan-jangan salah satu rumah ini punya Philipp Lahm, atau paling enggak pemain Bundesliga deh. Hahaha.. ngayal abisss.. Tapi ya gitu, kita terus berjalan dan berjalan, sampai gue sadar kok jalanan ini ujungnya jauh banget dan gue nggak kenal satu benda pun yang gue lewati. Semakin lama rumahnya semakin elit dan besar, sementara waktu berangkat tadi kebanyakan yang kita lihat adalah Altbauwohnung. Gue pun sadar kalau kita salah mengambil jalan. Kita nyasar di hari pertama di München!! -.-a Beruntung kita belum jauh dari jalan yang benar. Akhirnya kita memutar balik ke Englischer Garten kemudian ke jalan yang awalnya kita lewati tadi hehehe...
Lalu apakah gue menemukan diri gue? Sebetulnya bukan pada saat nyasar itu gue mulai menemukannya, tetapi ketika merenung di bangku di Englischer Garten. Gue sadar bahwa kesempatan langka yang gue dapat ini betul-betul anugerah Tuhan. Gue nggak pernah menyangka sebelumnya kalau kesempatan akan datang secepat ini, berbeda dari rencana awal yang mungkin baru bisa terwujud setelah gue lulus dari S1. Di Englischer Garten, gue juga melihat bahwa hidup adalah sesuatu yang harus dinikmati. Ketika di taman itu gue bertemu dengan banyak manula yang masih sehat tengah berjalan-jalan dengan anjingnya. Gue heran aja, mereka udah hidup mandiri dari anak-anaknya, masih pada sehat pula. Sepertinya bahagia gitu deh. Terus gue ingat kalau di Jerman itu bahkan toko-toko tutupnya cepat (jam 8 malam) dan hari Minggu pasti tutup. Gue jadi sadar bahwa para pekerja di toko dan segala macam stafnya itu sebetulnya sama seperti orang dengan pekerjaan lain. Mereka juga butuh libur dan istirahat. Berbeda dengan di Indonesia yang orang bisa kerja 24 jam nonstop, misalnya untuk toko-toko yang buka sepanjang hari. Kapan istirahatnya kalau begitu? Lalu percuma kalau dapat uang cuma bisa dipakai untuk pengobatan sakit karena kerja terlalu lama -.-a
Satu lagi, tradisi untuk meliburkan diri di hari Minggu sebetulnya berasal dari ajaran gereja di Eropa dulu kalau hari Minggu hari Tuhan yang harus dikuduskan. Meskipun pada saat ini banyak orang di Jerman yang sudah nggak ke gereja, intinya dengan libur sehari itu mereka menghargai diri sendiri dengan memberikannya waktu istirahat. Di sini gue dapat dua rahasia kebahagiaan: pertama, jangan melupakan Tuhan, paling enggak kasih satu hari atau satu waktu khusus buat Dia, dan kedua, menghargai diri sendiri dan jangan terlalu memaksakan diri meskipun apa yang kita lakukan bertujuan baik semisal cari uang atau ngejar nilai :)
liebe Grüße aus München,
LV~Eisblume
Tidak ada komentar:
Posting Komentar