8.10.13

Perthro

Sebuah benteng
Ruang khayali
Domba berlindung dari serigala
Ataukah pagar mengurung domba?
Benda hidup
atau makhluk yang mati?
Dari dalam 
atau luar diri?
Kasih ibu
atau cinta kau?
Bagaimana kuambil langkah,
tanpa menjawab dulu?

by LV~Eisblume
09.10.13
for my confusion about the Runemistress's words.., for my Rune, Perthro, whose meaning makes me confuse...

Malam Rahasia

Apa yang sedang kau lakukan,
pada malam ketika kunyanyikan kembali
syair-syair lama kita?
Menatap bintang di langit, katamu,
tak bersamaku, tentu.

Pergi ke manakah berlembar kenangan itu?
Terbang begitu saja, katamu,
bukan kar'naku, tentu.
Telah berlayar entah ke mana, mungkin.
Tiada padamu, tentu.

Sedang kautulis kisah yang berbeda
Di atas pasir pulau-pulau seberang
Ketika kumerenung masa lalu
Mencari-cari serpihan kisah kita
dan berusaha mengumpulkannya dalam satu album baru

Saat kau bicara pada keheningan
dalam gelap malam yang tak berangin
dan bermimpi bersama di bawah gemintang,
aku tengah bertanya-tanya
apa arti tanda-tanda kecil kirimanmu
beberapa hari lalu

Bilamana kau sampaikan
untaian sajak paling tajam yang pernah menusuk hati
Baru saja kubaca sekeping ceritanya
Tentang malam rahasia kalian

by LV~Eisblume
09.10.13
for your secret night.. and thanks for sharing :)


3.10.13

Pengakuan

Tulis aku padamu, Nona,
Pengakuanku, 
sebetulnya aku mengingini
apa yang ada padamu

Kau bicara bahasa cinta, Nona,
sedang hanya amarah yang kumengerti
Meski kau sebutir mutiara
yang mengunci diri dalam dinding tiram,
datang pula berpuluh-puluh nelayan
hendak mengeluarkanmu dari tembok tebal itu

Sedang aku hanya setangkai bunga
Membeku dalam kelebatan hutan
Jika tak kutunjukkan diri
Mana mungkin kan seorang datang
dan memetikku dari kesepian?

Bahkan dukamu mendatangkan cinta
ksatria malam yang tersentuh hatinya
membelamu dari cengkeraman raksasa jahat
Lalu
Siapa peduli kan kisah kelamku?
Bercerita pun nyaris tiada guna
Harus jadi milik dulu kalau perlu

Tulis aku padamu, Nona,
pengakuanku,
bahwa aku mengingini
apa yang ada padamu

Tarian nada-nada yang kau ciptakan
dengan jemarimu
Impianku yang terlepas
kar'na dunia terlalu tak adil
Dan datanglah kesempatan bagimu
Untuk berpadu suara dengan sang Minnesänger

Salahku, Nona,
salahku
Hingga kesempatan itu lepas
dari genggamku

Meski kutahu kumiliki
pancaran sinar yang lain
Masih kutulis padamu, Nona,
pengakuanku,
bahwa aku mengingini
apa yang ada padamu

by LV~Eisblume
04.09.13
for a confession


28.9.13

Tinta

Berikan padaku setetes tinta dan sebuah pena
Kan kutuliskan sepucuk surat
Biarlah kau selalu sadari
Tak kucintai seorang pun lebih darimu

Gunung yang kokoh 'kan runtuh
Mentari kehilangan cah'yanya
Dan hutan-hutan jadi merpati
Sebelum kutinggalkan dirimu

Sebelum kumainkan dadu emas
Sebelum aku mainkan piano
Hingga semua kesedihanku pergi
Tak 'kan lagi aku kehilanganmu

by LV~Eisblume
29.09.13
free translation from a Swedish folk song sung by Garmarna titled "Bläck"

Original lyrics:


Ge mig hit lite bläck och en penna Jag vill rekommendera ett brev Du skall alltid få se och besinna Att jag håller ingen kärare än dig
Förr skall hälleberget rämna såsom is Förr skall solen borttappa sitt sken Förr skall skogen bli förvandlad till en duva Innan jag dig min vän överger
Förr så spelade jag på guldtärning Förr så spelade jag på klaver I det samma så övergav mig sorgen Jag skall aldrig borttappa dig mer

Dunkelschön


Telah kudengar kisahmu hari ini, Nona,
bunga lili yang rapuh tangkainya
Wajahmu secantik dewi malam
Tersembunyi di balik keheningan
akan kelamnya masa lalu

Apakah kau dalam sepi pula, Nona?
bunga lili yang hilang keemasannya
siapakah pemuda padang rumput
yang membuatmu patahkan dirimu sendiri?

Tidakkah kau berkaca
Gelapmu adalah keindahan
Sunyimulah kecantikan
Bahkan ksatria malam pun mampir dan
sempat menyentuh helai-helai mahkotamu

Jangan menangis, Nona,
bunga lili yang tak lagi bercah'ya
tataplah masa depanmu
sambutlah kekasihmu
sang peniup terompet kemenangan
dalam perjalanan menuju dirimu

by LV~Eisblume
29.09.13
for the beautiful one with the dark life story...
source pic: http://www.fond-ecran-image.com/galerie-membre,fleur-lys,fleur-de-lys-royal-02-st-cyrjpg.php


Unvollendetes Minnelied

Die Feder fällt, die Stille hällt
Das Zimmer'st kalt, die Schrift wird alt
Er stoppt sein Finger, schreibt nicht mehr
Der Minnesänger, sein Kopf ist leer
Seine Inspiration ist am Morgen
nach ihrer Traum geflogen

by LV~Eisblume
29.09.13
für meine eigene Geschichte








Deutschland, 7.Schritt : Gotteshäuser in München

Nah ini dia, salah satu alasan gue pilih kota München. Waktu SMA, gue sempat berdebat sedikit sama nyokap gue yang superkonservatif itu soal pergi ke gereja ketika di Jerman. Nyokap gue waktu itu ngotot, bahwa kalau gue dapat beasiswa kursus musim panas di Jerman gue harus tetap ke gereja. Sementara gue bilang kalau gue bakal pergi kalau memang waktu dan tempatnya ada. Sedikit informasi, meskipun Jerman berpenduduk mayoritas Kristiani, akibat perang agama 40 tahun setelah gerakan Martin Luther memisahkan diri dari gereja Katolik Roma, sekarang wilayah Jerman terbagi menjadi utara dan selatan menurut agamanya. Jerman utara, timur dan tengah mayoritas Kristen Protestan sedangkan Jerman barat dan selatan (terutama Bavaria) adalah wilayah mayoritas Katolik. Nah, kalau gue beruntung dapat kota di selatan atau barat baru deh gue bisa gereja setiap Minggu.

Balik lagi ke München. Kali ini gue beruntung bisa memilih kota yang gue inginkan. Langsung saja gue pilih München dengan berbagai alasan yang mendukung, salah satunya adalah supaya gampang cari gereja. Dan benar saja, waktu gue tiba di sini, setiap kali gue jalan-jalan selalu ketemu gereja. Bahkan kadang-kadang jaraknya cuma 5-10 langkah antargereja. Banyak banget, kayak mesjid kalau di Indonesia. Dan gue senang sekali, karena arsitekturnya selalu bagus dan megah. Langsung saja gue susun rencana untuk pergi ke gereja yang berbeda setiap Minggunya, sekalian ngumpulin foto hihihi...

Apa sih yang membedakan gereja di München dan di Indonesia?

  • ARSITEKTURNYA!!! Jelas kalau ini. Mungkin karena Eropa lama sekali berada di bawah kerajaan-kerajaan Kristiani sehingga mereka betul-betul punya perhatian yang besar terhadap bangunan gereja. Gereja mereka anggap sebagai rumah Tuhan sungguhan, sehingga mereka hias dan percantik sedemikian rupa. Sedangkan di Indonesia, hal ini tidak terlalu diperhatikan karena yang lebih dipentingkan adalah segi fungsinya. Selain itu sepertinya orang Indonesia nggak suka buat gereja terlalu mencolok. Nggak mencolok aja udah ditolak masyarakat atau bahkan dibom, gimana kalau mencolok ya?? 
  • PINTUNYA. Bukan karena keindahan atau bentuknya, tetapi pintu-pintu gereja di München selalu tertutup, sekalipun sedang tidak ada perayaan misa. Para wisatawan yang ingin melihat ke dalam harus membuka dulu pintunya (yang biasanya berat banget -,-a). Kalau sedang ada misa, pintu utama di bagian depan bangunan akan dikunci, sedangkan umat yang terlambat datang harus masuk lewat pintu samping. Pintu di depan ini nantinya akan dibuka kembali untuk umat yang akan beribadah selanjutnya, sedangkan yang baru selesai harus lewat pintu samping supaya nggak berjubel di pintu utama (sekalipun nggak bakal berjubel juga karena orangnya nggak banyak).
  • KOMPOSISI UMAT. Nah ini dia. Di Jerman, bahkan München, kebanyakan umatnya adalah lansia atau bapak-bapak dan ibu-ibu yang kelihatannya sih supertajir dan masih konservatif. Sementara di Indonesia, astagaaaa.. umatnya banyak banget sampai bayi-bayi aja dibawa. Apakah anak-anak muda di Jerman malas ke gereja? Sebetulnya bukan malas, tapi lebih kepada sudah tidak merasa sebagai kewajiban lagi, karena beranggapan doa bisa di mana saja. Tapi awalnya gue pikir gue nggak akan bertemu dengan anak muda manapun, ternyata lumayan juga lho anak mudanya kalau di München. Umat yang tidak terlalu banyak ini ada untungnya juga, karena kita jadi bisa milih tempat duduk di mana saja. Satu deret bangku bahkan enggak pernah penuh, nggak kayak di Indonesia yang bisa terpaksa duduk setengah pantat. Sebetulnya kalau dinalar hal ini masuk akal juga di München. Selain karena jumlah gereja yang superbanyak dan penduduk kota München yang supersedikit kalau dibandingkan sama Jakarta misalnya, penduduk München kebanyakan masih pergi berlibur di bulan Agustus.
  • MISA. Cepat tapi ngena, padahal auf Deutsch. Serius ini. Kalau di Indonesia kan kebanyakan pastornya hobi nyanyi gitu deh jadi semua bacaan, semua doa dikasih nada. Kalau di München itu misanya singkat padat jelas. Nyanyian cuma di bagian yang perlu aja dan nggak semua bacaan atau doa dikasih nada. Khotbah juga singkat dan nggak bertele-tele. Terus ada yang beda lagi di bagian komuni. Kalau di Indonesia kan orang harus mengantre panjang gitu ke belakang. Kalau di Jerman, orang cuma tinggal maju ke bangku paling depan yang dekat altar. Dari deretan bangku umat sampai bangku yang ini ada semacam space luas untuk ngantre. Terus barisnya nggak cuma satu baris tapi banyak berderet-deret. Nanti pastornya cuma di bagian depan aja jalan bolak-balik kayak setrikaan sambil bagi-bagi komuni. 
  • SUASANANYA. Ini yang masih belum gue mengerti sampai sekarang. Mungkin karena arsitektur dan kondisi pintunya yang selalu tertutup, gereja-gereja di München selalu tenang. Padahal letaknya kadang-kadang di pinggir jalan raya dan tanpa pagar atau halaman. Begitu masuk ke dalam, nggak akan ada lagi suara dari luar yang terdengar. Tenang banget kayak di surga, apalagi ditambah arsitektur dan fresko-freskonya yang supercantik. Coba bandingkan dengan yang ada di Jakarta, hmm.. sudah ada halaman pun masih berisik, bahkan ketika pintu-pintunya ditutup. Cuma ada satu tempat yang gue ingat punya ketenangan menyerupai gereja di Jerman, yaitu kapel kecil di susteran di belakang SD gue dulu. Itu pun letaknya jauh dari jalan raya.
  • ATURAN PAKAIAN. Ini nih yang lumayan bikin kaget. Kebanyakan gereja di Indonesia sepertinya sudah tidak terlalu mengatur pakaian umat. Alhasil ada aja umat yang ke gereja dengan rok mini dan pakaian tanpa lengan. Sementara di Jerman, tepat di depan pintunya sudah ada peringatan agar mengenakan pakaian yang sopan. Rok mini dan tanpa lengan dilarang keras, bahkan turis yang pakaiannya terlalu terbuka pun bisa jadi sasaran tegur sama nenek-nenek konservatif yang banyak banget di gereja itu.
Empat Gereja di München yang Berhasil Gue Kunjungi

1. Theatinerkirche
Ini gereja pertama yang gue kunjungi dengan dadakan pada minggu pertama gue di München. Awalnya gue  memang berniat pergi ke gereja, tapi gue belum menentukan dari mana gue harus mulai. Akhirnya dengan asumsi di München banyak gereja, gue browsing sedikit tentang jadwal misa di beberapa gereja yang tidak jauh dari museum yang ingin gue kunjungi saat itu - museum lukisan Alte Pinakothek. Theatinerkirche terletak di Theatinerstrasse, tepat di depan Odeonsplatz, salah satu daerah bebas kendaraan alias zona pejalan kaki di kawasan kota tua München. Untuk mencapainya, kita harus naik kereta bawah tanah di jalur U-6 dan turun di stasiun Odeonsplatz. Bangunannya berwarna kuning dan arsitekturnya luar biasa bagusnya. Setelah gue mengunjungi beberapa gereja lagi di München, gue yakin bahwa gereja ini punya arsitektur terbagus baik sisi luar maupun dalamnya.
Theatinerkirche terletak tepat di depan sebuah jalanan yang selalu ramai oleh turis dan orang-orang yang duduk di restoran. Belum lagi pada waktu itu sedang ada festival makanan Jerman dan wine di Odeonsplatz. Anehnya, ketika gue berada di dalam gereja ini, ketenanganlah yang mendominasi. Oke banget deh pokoknya. Begitu misa hendak dimulai, lonceng gereja langsung dibunyikan dan seorang lektor (petugas misa) akan mengumumkan supaya turis atau orang-orang yang nggak berkepentingan segera keluar atau duduk tenang. Sebelum misa biasanya ada doa rosario dulu, dalam bahasa Jerman tentunya. Duh, senang banget deh gue. Apalagi misa di Theatinerkirche ini jadi salah satu yang paling berkesan buat gue. Gimana enggak? Pastornya khotbah dalam bahasa Jerman. Lumayanlah buat latihan Hörverstehen, walaupun cuma nangkep inti-intinya aja. Tapi, tiba-tiba pastor ini mengambil contoh untuk menggambarkan tema yang dibahas lewat cerita Nibelungenlied!! Hahaa... seketika gue langsung ngerti isi khotbahnya. Sampai sekarang gue masih ingat apa yang dikatakan pastor itu hehehee... :) Tuhan Mahabaik ya..., kalau niat ke gereja pasti dikasih yang bagus-bagus :3


2. Ludwigskirche

Mungkin dia tidak secantik Theatinerkirche, tapi menurut gue namanya paling ganteng, karena mengingatkan gue pada sosok sang Raja Mimpi :) Ludwigskirche ini letaknya di Ludwigstrasse, tepat di seberang gedung jurusan Deutsch als Fremdsprache LMU. Gereja ini dapat dicapai dengan kereta bawah tanah jalur U-6 dan turun di stasiun Universität. Gereja inilah markasnya perkumpulan mahasiswa Katolik LMU. Jika sedang tidak libur semester, di gereja ini selalu diselenggarakan misa mahasiswa setiap Sabtu sore. Arsitektur dan dekorasi interior Ludwigskirche tidak semewah dan semegah Theatinerkirche, bahkan terkesan lebih suram. Dari segi ketenangan sih sama saja, malah menurut gue lebih rekor yang ini karena letaknya betul-betul di pinggir jalan raya yang buat mobil lewat dan tanpa pagar atau halaman. Belum lagi di bawah tanahnya ada stasiun kereta. Anehnya, nggak ada satu pun kebisingan yang bisa masuk begitu kita ada di dalam. 

Pintu Ludwigskirche superberat. Bahkan gue harus nebeng di belakang bapak-bapak waktu mau masuk. Bedanya lagi dengan Theatinerkirche, di sini turis yang mau lihat misanya bisa tetap masuk, tapi tidak boleh lebih dari pintu kaca yang membatasi antara wilayah turis dengan bangku-bangku umat. Satu hal lagi yang unik di gereja ini. Di belakang deretan bangku umat ada semacam prasasti batu yang ternyata kalau diperhatikan adalah denah gereja beserta tempat duduknya dengan keterangan dalam huruf braille!! Gila nih ya, ramah penyandang cacat banget ini. Gue belum pernah lihat yang seperti ini di Indonesia. Mungkin ada juga, tapi nggak tahu di mana.

Secara keseluruhan sih misanya nggak jauh beda dari misa di Theatinerkirche. Pilihan lagu-lagunya juga sama. Tapi di sini gue untuk pertama kalinya dengar lagu yang sampai sekarang gue sukai. Lagu Anak Domba Allah dalam bahasa Jerman yang judulnya Lamm Gottes. Bagus banget musiknya. Lagu ini jadi satu-satunya yang gue ingat dari seluruh lagu yang gue dengar di gereja-gereja München. Di akhir misa, ada juga satu hal yang berkesan buat gue. Pastor yang memimpin misa memberikan pesan-pesan sebelum perayaan berakhir, dan dia mendoakan turis-turis dan pendatang lainnya yang kebetulan di München agar mereka betah dan menikmati saat-saat menyenangkan di sini. Langsung gue amini dan ternyata doa sang pastor terkabul sepanjang sebulan gue di München. Gott sei Dank! :) 

3. Michaelskirche

Gereja yang satu ini letaknya di Kaufingerstrasse yang juga termasuk jalanan utama di kota tua München yang dijadikan zona pejalan kaki. Bangunannya terselip di antara toko-toko bermerek dan kafe-kafe di pusat perbelajaan München. Untuk mencapainya, kita harus naik kereta bawah tanah jalur apa saja (seriusan ini!) dan turun di stasiun Marienplatz. Dari situ dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar 3 menit. Dibandingkan dengan dua gereja di atas, arsitekturnya terbilang lebih rumit karena terdapat banyak sekali patung. Tetapi dari segi bangunan terlihat lebih sederhana karena letaknya yang menyempil di antara bangunan lain. 

Begitu masuk ke dalam, gue mendapati kesan yang sedikit suram. Tidak ada banyak cahaya yang masuk ke dalamnya. Akan tetapi, gue maklum, karena di gereja inilah tersimpan sesuatu yang lain dari gereja-gereja lainnya di München. Apakah itu?? Makam para bangsawan Wittelsbach, termasuk sang Raja Mimpi, König Ludwig II. Cerita tentang kunjungan ke sini akan gue bahas lain kali. Sementara perayaan misanya sendiri sih biasa saja. Tidak ada yang seberkesan kedua gereja sebelumnya. 
Hal yang menarik dari gereja ini justru gue dapati pada malam hari. Ketika itu gue iseng jalan-jalan untuk terakhir kalinya di zona pejalan kaki kota tua München pada malam hari. Gue terkejut ketika melihat bahwa gereja ini ternyata terkunci dan supergelap. Tidak ada lampu sama sekali yang menerangi daerah di sekitarnya. Rupanya kalau di München, gereja itu ada jam tutupnya, yaitu sekitar jam 9 malam. Beda dengan gereja di Indonesia yang selalu buka dan ada penjaganya, gereja di München sama sekali nggak kelihatan dijaga. Gue tiba-tiba jadi berkhayal, apa yang terjadi di kompleks pemakaman para bangsawan Wittelsbach ketika hari sangat gelap seperti itu ya? Kalau saja gue bisa masuk ke dalam dan mengobrol sejenak dengan sang Raja Mimpi tanpa ada yang memperhatikan :')







4. Der Alte Peter (Peterskirche) 

Alte Peter adalah salah satu gereja di München yang terletak di kawasan kota tua Marienplatz. Berseberangan dengan gereja lain bernama Allerheiligen dan pasar terbuka paling terkenal seantero München, Viktualienmarkt. Pada awalnya gue ke sini gara-gara seorang teman di tempat kuliah berhasil mendapatkan foto-foto keren kota München dari atas. Gue pernah sih ngambil foto serupa, tapi gue baru sadar kalau best featurenya München - Neues Rathaus di Marienplatz - gak kelihataaaan!! Jelas, karena gue ngambilnya memang dari menara Neues Rathaus itu. Nah, ini temen gue bisa dapat foto Neues Rathaus dari atas. Dari mana dong ngambilnya?? Setelah tanya orangnya, ternyata dia naik ke menara gereja Alte Peter. Dari situlah akhirnya gue mengunjungi gereja ini dan sempat ikut ibadah di sini juga. 

Secara arsitektur luar gue suka karena tua banget. Di luarnya masih banyak batu-batu pahatan seperti dari zaman akhir Mittelalter gitu. Entah sebetulnya gerejanya dibangun kapan gue juga masih belum tahu. Menaranya, yang akhirnya gue naikin juga supermittelalter! Bukan karena gayanya sih, tapi karena sangat tradisional dan kuno sampai-sampai lift saja tidak ada! Bayangkan saudara-saudara, gue naik ke menara setinggi sepuluh lantai tanpa lift, cuma pakai tangga kayu yang kalau diinjak bunyinya berderak-derak gitu. Tapi secara keseluruhan oke sih. Dari segi ketenangan juga sama seperti gereja-gereja lain. Perayaan misanya nggak ada bedanya, secara keseluruhan sama dan lagi-lagi gue masih jatuh cinta sama lagu Lamm Gottes :')

Satu hal lagi yang jadi ciri khas gereja di München termasuk Alte Peter ini. Selalu ada toko suvenir khas München yang jual kartu pos, magnet, kalender, dll. tapi lebih murah dari harga suvenir di toko dan hasil penjualannya akan disumbangkan untuk gereja. Gara-gara ini kartu pos gue banyak banget. Yah selain karena gue memang suka koleksi kartu pos, hitung-hitung kasih persembahan ke gereja buat Tuhan yang udah baik banget ngasih kesempatan ini :). Gambar di samping ini Alte Peter dan menaranya dilihat dari Viktualienmarkt.

Nah, keempat gereja itulah yang sempat gue kunjungi dan gue hadiri misanya. Eits, tunggu dulu, masih ada satu gereja lagi yang sebetulnya merupakan ikon kota München tapi sayang gue belum sempat masuk ke dalam. Gereja ini selalu nongol di hampir semua kartu pos tentang München dengan dua menaranya yang menjulang dan bangunannya yang sangat tua seperti dari abad pertengahan. Gereja ini merupakan katedralnya München, maka sering juga disebut Münchner Dom. Konon katanya, pemerintah kota München melarang pembangunan gedung di wilayah kota tua (sekitar ring 1-2 kalau menurut peta jalur transportasi) yang tingginya melebihi menara gereja ini. Gereja apa ya??


Ini dia, namanya Frauenkirche!! :) Cantik yaaa?? Foto ini diambil dari menara Neues Rathaus :)


23.9.13

Angsa



Angsa kesepian di danau keperakan
Mengayuh perlahan seorang diri
Oh, kau tahu bagaimana patah hati
Jika cinta telah pergi

Bilamana menyeberangi samudra jauh
Lautan-lautan penuh rahasia
Meski sang kekasih pergi menghilang
Sang cinta tak 'kan mampu

Angsa keperakan di tepian
Angkatlah sayapmu dan terbang
Akankah kau tunggu hingga
Hidup berlalu melewatimu?

Kau miliknya mentari
Kau miliknya langit
Kau miliki lebih dari satu lagu
Tuk kaunyanyikan sebelum matimu

Ke ujung rembulan hendak kau pergi
Ku kan terbang bersamamu
Tempat gelombang pasang surga mengalir
Di atas kebiruan

Takdirmulah ketinggian
Tak tertinggal denganku di sini
Pada bumi aku terikat
Selamanya

Kita miliknya mentari
Kita miliknya langit
Kita miliki lebih dari satu lagu
Tuk kita nyanyikan sebelum mati


Terjemahan bebas dari lagu Secret Garden, "Swan".
by LV~Eisblume
23.09.13
inspired by the knight...

22.9.13

Suatu Senja di Tepi Danau


Ingatkah kau akan senja itu
Ketika semilir angin menerbangkan
kelopak-kelopak cinta yang wangi
memaksa kita tuk beranjak
dari rumah beratap dedaun

Kau akhiri petikan senar gitarmu
dan lagu yang nada-nadanya kau tulis
semalam-malam panjangnya
dan dengan jemari yang saling mengatup
berjalan kita di tepi danau
yang diterpa cahya mentari

Menjelang pergi ke peraduan
menyembul di balik palang-palang merah
jembatan penghubung itu
Dan kau hamparkan pakaianmu
jadi penghangat bagiku
sembari memandang pada masa depanmu

Kedua cermin kecilku menatap milikmu
Masuk dalam kebeningan yang penuh harap
Selagi kau tawarkan hadiah itu
dan lalu kelopak-kelopak merah kita
merekah, bertemu
terdiam aku dalam bahagia

Ingatkah kau akan senja itu
ketika semilir angin menerbangkan
kelopak-kelopak cinta yang wangi
menyampaikan kenangan itu
sampai mimpiku di hari ini...


by LV~Eisblume
23.09.13
für die schöne Erinnerung vom 05.05.2011

19.9.13

Dongeng yang Terjadi Baru-Baru Ini

Ksatria pemberani
Yang dulu pernah mengabdi
Sang putri penyendiri
Kembali pagi-pagi
Dari medan perang malam tadi

Ksatria pemberani
Memacu kudanya berlari
Menuju rumah beratap jerami
Tuk temui sang gadis musisi
Cintanya baru-baru ini

Jemari sang gadis menari
Atas hitam putih saling mengisi
Selagi ksatria berpuisi
Mengukir pelangi bagi
Sejuta umat seisi negeri

Sang gadis musisi
dan ksatria pemberani
Di seberang pulau bersua lagi
Rasa cinta mengikat hati
Dan kisah lain menanti

Datang putri penyendiri
Menanti ksatria kembali
Amat ingin melepas sepi
Dengan ksatria pemberani
Yang bukan miliknya lagi

Putri penyendiri
Ksatria pemberani
dan gadis musisi
Di manakah akhir kisah ini?


LV~Eisblume
20.09.13
nur zum Spaß! :P

15.9.13

Brynhild, Sigurd dan Kriemhild

Tarian malam pengikat cinta tiada kuasa menahan sang ratu utara

Ditinggalkannya ksatria pembunuh naga penunggang keberanian yang telah tembuskan dinding pagar api demi dirinya

Dalam beku salju dan ratapan angin kutub bersemayam sang bidadari putih dalam kesendirian

Dinantinya kesetiaan sang cinta yang kini terbangun dalam serpih-serpih kenangan bersama ucapan janji yang sempat terucap

Namun siapakah ksatria di dunia tengah tak melupa dirinya?

Tatkala mata bertemu dengan sepasang lainnya, yang lebih bersinar daripada harta karun Sungai Rhein

Melongok dari menara-menara batu menjulang dari kota bangsa Nibelung yang diabdinya

Sang penakluk dinding api dan penguasa harta karun Sungai Rhein terpikat hatinya pada putri Frankia berambut merah terurai panjang 

Kriemhild!



Dengan bantuan madu dan anggur dalam jambangan digenggam kedua tangan lembut itu terlupalah sang ratu utara bidadari putih masa lalu sang ksatria

Maka berpestalah keduanya dalam riuh rendah pemersatu janji di bawah salib pengganti dongeng dewa-dewi utara

Bertahun lamanya hidup sang ksatria pembunuh naga dan putri berambut merah dalam gelimangan harta karun anugerah Sungai Rhein

Dan lupalah mereka akan harta karun penuh kutuk yang ditimbunnya bersama kebanggaan di balik tembok megah istana

Hingga hitam gelap bernaung di atas kota membawa mati membawa duka membawa perpisahan

Dalam satu perburuan tercabut nyawa sang ksatria pembunuh naga oleh ujung tombak penasehat raja atas perkataan sang rambut merah

Banjir tangis mengalir demi sang ksatria yang dilepaskan pada dewi-dewi Sungai Rhein bersama gelimang harta karun berkilau milik mereka

Sampai sang ratu utara bidadari putih masa lalu sang ksatria jadi masa depan oleh pedang yang menyatu dirinya dan cinta

Kembali bercermin aku pada kaca kehidupan sadar akan siapa diri dalam legenda utara yang terlukis lewat baris-baris kata

Akulah Brynhild, masa lalumu yang terlupa oleh anggur madu dan helaian rambut merah sang putri Frankia

Dan siapakah kau, Sigurd, yang 'kan bersatu denganku dalam keabadian dengan dewa-dewi utara?


by LV~Eisblume
16.09.13
inspired by der Ring der Nibelungen



6.9.13

Nymphenburg 11.08.12

Di bawah pepohonan linde yang tua
Kupandangi keluasan danau di muka
Angin meniup angin mengalir
Membawa sejuk masuk merasuk
Ini kali pertama aku tiba
Pada negeri impian sang Raja Mimpi
Kisahnyalah yang kuikuti
Hingga kudapat berlari menjauhi mati
Kar'na realita yang menyakiti
Biarlah aku diam di sini
Sampai hidupku berakhir nanti
Tak ingin aku pulang
Dalam peluk tanah air yang malang
Izinkan aku terbang lagi
Menyusul ke alam mimpi


by LV~Eisblume
07.09.12
written in Schlosspark Nymphenburg, right at the place where this photo was taken :)

10.8.13

Deutschland, 6.Schritt: Endlich finde ich meine Welt :')

Sebetulnya ini langkah yang entah keberapa, tapi aku sudah tak sabar menceritakannya pada kalian. Dalam tulisan ini tertuang perasaan emosional yang sulit dijelaskan, maka aku memilih kata-kata yang lebih indah dari biasanya untuk menceritakannya pada kalian.

Sore itu hujan lebat. Udara dingin bertiup dalam angin dari barat laut, membuat aku berulang kali berpikir bahwa aku telah salah berpakaian (meskipun aku mengenakan cardigan ungu sebagai pelapis dan celana panjang berwarna merah muda). Tetap saja aku salah berpakaian, karena sepatu yang kukenakan terlalu cantik untuk menjalani cuaca buruk.

Di bawah atap museum Residenz yang berlukiskan fresko-fresko gaya Barock, aku dan kedua temanku, Domi dan Nataly berlindung dari hujan. Kami tak ingin melewatkan sedikit pun waktu kosong selama di Munich, hingga kami nekat menerjang hujan untuk melihat museum Residenz yang dulunya istana kediaman wangsa Wittelsbach. Tentang keindahan Residenz akan kuceritakan lain kali, karena bukan itulah hal yang terpenting pada hari itu.

Hari itu aku telah membuat janji untuk bertemu seorang teman. Ia tinggal di Munich dan sudah menikah. Kalian tahu di mana kami bertemu? Interpals! Tepat sekali. Situs pertemanan internasional itu tentu pernah kuceritakan pada kalian semua. Memang menyenangkan mencari teman di sana, terlebih kalau kalian menemukan seseorang yang sungguh-sungguh teman. Percaya atau tidak, aku dan temanku ini belum lama saling mengenal di Interpals. Ketika itu aku tengah mencari seseorang yang tinggal di Munich dan mampu membantuku dalam berbagai hal selama di Munich nanti. Lalu aku menemukan sebuah akun yang namanya terdengar indah di telingaku sebagai pecinta Mittelalter dan mitologi Norse. Nama itu kira-kira berarti "pejuang dunia tengah". Dunia tengah adalah istilah dalam mitologi Norse maupun karya-karya Tolkien untuk menyebut planet bumi tempat manusia tinggal. Sepintas melihat deskripsi sang pejuang tampaknya ia bukan orang yang akan senang berteman denganku. Bukan karena aku terpengaruh pandangan bahwa semua orang yang menyukai mitologi Norse adalah pendukung gerakan ekstrem sayap kanan, bukan. Tapi karena kadang-kadang aku merasa bahwa aku sama sekali tidak menunjukkan kesukaanku terhadap subkultur Mittelalter dari penampilanku. Intinya aku tidak punya bukti apapun selain isi otak dan musik-musik yang kudengar.

Singkat cerita, aku memberanikan diri mengirim sebuah pesan. Awalnya hanya mengomentari selera musiknya yang kurang lebih mirip denganku. Lalu lama sekali aku tak menerima balasan. Sampai akhirnya pesanku dibalas! Ia menanyakan beberapa hal dasar dan menceritakan sedikit tentang dirinya, yang ternyata seorang fotografer. Ia menanyakan apakah aku menyukai karya-karyanya. Oh ya, tentu saja, karya-karyanya bagus sekali. Kalian bisa melihatnya di sini: http://gelner-photography.de/index.php/en/ . Aku paling menyukai tema alam. Percakapan kami berlangsung singkat-singkat, karena entah mengapa ia jarang sekali berkunjung ke Interpals. Sampai akhirnya ia menanyakan apakah aku punya Facebook dan menyarankan agar kami berteman di sana juga karena rupanya ia lebih sering berada di Facebook.

Lewat Facebook, kami lebih banyak mengenal. Ia banyak bertanya tentang persiapanku ke Munich sekaligus menanyakan ke mana saja aku akan pergi. Aku pun bercerita bahwa aku sangat ingin melihat festival Mittelalter, yang sayangnya sedang tidak ada di Munich (belakangan aku tahu bahwa ternyata hal itu disebabkan karena di bulan Agustus sebagian besar penduduk Munich berlibur). Di saat yang hampir bersamaan, aku menemukan sebuah festival yang berlangsung di Fürth im Wald, dua jam dengan kereta dari Munich. Cave Gladium namanya. Aku menceritakan festival itu pada temanku ini. Balasannya cukup membuatku terkejut dan bahagia, ia menawarkan diri untuk menemaniku ke festival itu! Aku sangat senang, karena pada awalnya Mutti agak keberatan jika aku pergi sendirian. Selain tentang festival ini, kami juga banyak bertukar cerita tentang kehidupan yang lebih privat. Di sinilah aku mengetahui bahwa ia sudah menikah dengan seorang wanita dari Eropa Timur yang ternyata sangat cantik. Istrinya itu pun ingin bertemu denganku ketika aku tiba di Munich nanti.

Sebelum berangkat menuju festival Mittelalter, kami sepakat untuk bertemu langsung terlebih dahulu. Tanggal  9 Agustus kami sepakati bersama. Pada awalnya, kami akan bertemu di Hirschgarten, yang bagiku sedikit terlalu jauh, tetapi kemudian ia memberikan kebebasan padaku untuk menentukan tempatnya. Kukatakan bahwa aku akan pergi ke Residenz seusai kelas. Ia menawarkan Odeonsplatz sebagai tempat bertemu dan aku menyetujuinya. Kutambahkan sedikit petunjuk: carilah seorang gadis mungil dalam atasan ungu dan celana merah muda.

Dan demikianlah aku berpakaian. Sore itu aku berpisah dari Domi dan Nataly di Residenz. Sebuah pesan singkat menghampiri ponselku, menanyakan keberadaanku. Kukatakan bahwa aku masih di Residenz karena hujan, dan akan berjalan menuju stasiun kereta bawah tanah Odeonsplatz dan menunggu mereka di sana, karena keduanya masih di Marienplatz, satu stasiun dari Odeonsplatz. Dengan ragu aku mengambil tempat duduk di lantai dua stasiun, berharap-harap cemas apakah akan mudah untuk menemukan kedua temanku ini, terlebih lagi karena ini pertemuan pertamaku di dunia nyata dengan seorang teman yang kukenal di dunia maya. Tepat ketika aku merasa tidak yakin akan ditemukan di tempat itu dan memutuskan untuk berjalan turun ke peron stasiun, mereka muncul di balik tangga dan memanggilku. Dengan bahagia aku berlari menghampiri mereka dan membuat sedikit kebingungan dengan menjabat tangan mereka (orang Jerman tidak berjabat tangan ketika berkenalan). Pertemuan pertama di dunia nyata dengan teman yang kukenal di dunia maya :")

Beberapa kalimat basa-basi kami lontarkan, hingga pada pertanyaan terpenting hari itu, karena itulah yang memutuskan segalanya: "Buch oder Mittelalter?" tanyanya. Dengan cepat, jawaban Mittelalter meluncur dari bibirku dengan penuh rasa bahagia dan semangat. Kami pun langsung menuju peron untuk naik kereta ke stasiun Sendlinger Tor, tempat satu-satunya toko Mittelalter di Munich yang temanku tahu. Dua stasiun kemudian, tibalah kami bertiga di Sendlinger Tor. Kami buka payung karena hujan masih terus turun. Kami harus segera mencapai tempat itu untuk berteduh menunggu hujan yang semakin deras.

Sebuah toko kecil dengan simbol ksatria berupa tiga fleur-de-lys menyambut kami di salah satu sudut jalan. Di balik kacanya tampak seorang ksatria berbaju besi berdiri tegap memandang ke arah jalanan. Mengikuti kedua temanku, aku segera melangkah masuk. Sungguh tidak ada kata yang mampu melukiskan betapa bahagia dan kagumnya aku pada toko kecil itu. Di dalamnya kutemukan berbagai jenis benda yang sebelumnya hanya dapat kulihat lewat foto atau rekaman video di internet. Berbagai macam perlengkapan yang biasanya hanya ada di festival Mittelalter menyambut kedua mataku dan memuaskan pandangannya. Pakaian, perabotan, aksesoris, buku, persenjataan, seragam, bendera, dan segala hal lainnya. Temanku membiarkanku melihat-lihat selagi ia berbincang-bincang dengan wanita tua pemilik toko. Wanita ramah itu kemudian juga mempersilakan aku untuk mengambil apapun yang kuinginkan dan mencobanya. Lama sekali aku menjelajah toko kecil itu, karena begitu sulit menentukan pilihan dari sekian banyak benda khas Mittelalter yang tidak ada di Indonesia. Akhirnya pilihanku jatuh pada sebuah tas khas Mittelalter (karena aku butuh tas untuk festival nanti), sebuah kalung Mjolnir Thor dan sebuah kalung dengan pahatan Rune Turisas. Sungguh, aku tidak menyangka akan pernah memiliki benda-benda yang selama ini hanya sukses membuatku melihatnya di monitor laptop dengan penuh keinginan.

Aku masih sibuk mengamat-amati ketika tiba-tiba wanita tua pemilik toko beralih padaku dengan wajah heran tetapi ramah:

"Kamu belum pernah mencoba Met?" tanyanya heran.
"Belum," aku menggeleng.
"Kamu belum pernah?? Ahh.., kalau begitu kamu harus mencobanya sekarang,"
Lalu diambilnya sebotol Met buatan rumahan dan empat buah gelas kecil untuk kami bertiga dan dirinya sendiri. Dituangkannya minuman beralkohol tertua di Eropa itu dalam porsi kecil ke dalam gelasku. Warna merah tua segera memenuhi gelas beningku. Kutatap ketiga orang di depanku itu dalam wajah bahagia.
"Prost!!" seru kami berempat dan mulai meneguk sedikit demi sedikit.
Rasa manis dan hangat segera memenuhi lidah, tenggorokan dan akhirnya berdiam dalam tubuh mungilku yang kedinginan oleh hujan. Rasa manis dan hangatnya sungguh membuatku meledak dalam kebahagiaan. Kami larut dalam percakapan yang menyenangkan diiringi musik-musik Mittelalter yang cukup sering mewarnai hari-hariku. Dari sekian banyak lagu yang kudengar di berbagai tempat umum di Munich, hanya rangkaian lagu ini yang familiar bagiku. Rasanya campur aduk, seperti ada satu sisi dalam diriku yang mengingatkan akan kehangatan rumah, rumah yang tak pernah kulihat sebelumnya, sementara sisi lainnya menerbangkan diriku ke sebuah alam fantasi yang selama ini hanya kutemui dalam dongeng dan legenda.

Kuceritakan bahwa di negaraku tidak ada hal yang seperti ini, sehingga aku sedih karena tak mampu memenuhi kesenanganku. Aku juga meminta izin pada wanita pemilik toko itu untuk mengambil beberapa foto. Betapa bahagianya aku ketika ia mengizinkanku mengambil foto toko kecilnya itu. Aku juga mendengar banyak cerita. Wanita tua itu rupanya bukan orang Jerman. Ia berasal dari Slovakia. Memang gayanya sedikit banyak mengingatkanku pada sosok wanita bijak di era Mittelalter, tetapi juga seperti seorang gipsi. Sementara itu, kedua temanku menceritakan tentang diri mereka. Kudengar bahwa istrinya yang cantik itu berasal dari Ukraina dan lulusan Germanistik. Ah, mendengar bagian itu membuatku sedikit iri. Wanita ini telah berhasil meraih impian yang sama seperti yang kuimpikan. Bagaimana tidak? Kuliah Germanistik, menikahi pria asal Jerman yang sama-sama menyukai Mittelalter dan bekerja di bidang seni. Bahkan selama di toko, beberapa kali kudengar mereka tertawa kecil membicarakan bahwa beberapa perabot rumah tangga di toko itu cocok untuk rumah baru mereka. Ah, menyenangkan sekali hidupnya. Kapan ya aku bisa mendapatkan impianku yang itu? :') Rasanya hujan telah membuatku sedikit lebih melankolis hari itu.

Sungguh hari yang menyenangkan, terlepas dari cuaca buruk yang bertahan sejak pagi. Aku benar-benar bahagia. Aku semakin merasa telah menemukan duniaku, dunia yang sangat ingin aku diami, yang jauh dari keramaian dan kegaduhan di tanah airku. Betapa bahagianya berada di tengah orang-orang dengan minat yang sama, berbagi keceriaan bersama dan melakukan perjalanan lintas waktu bersama. Aku harap ini bukan yang terakhir. Aku masih ingin menikmati Met yang manis dan hangat itu, sama seperti perasaan yang muncul dalam diriku hari itu. Akhirnya aku menemukan duniaku. Terima kasih untuk kedua teman baruku, Dennis dan Olga :)


viele liebe Grüße aus München,
LV~Eisblume


Dan ini oleh-oleh dari München, foto-foto dari toko Mittelalter :)








 
 

Deutschland, 5.Schritt: akhirnya nyasar juga!

Judul sengaja dibuat bahasa Indonesia supaya lebih lucu. Konon kata orang, dengan kita tersesat kita bisa menemukan diri kita. Ah, apa iya? Hal itu diiyakan oleh Lyrae yang sempat hilang di Frankfurt gara-gara kamus Langenscheidt. Setelah berhasil menemukan jalannya kembali, ia mendapat pelajaran berharga: ternyata ia mampu mandiri. Padahal sebelumnya baca peta aja nggak becus. Sebuah novel bertema perjalanan pun pernah mengatakan, bahwa dengan tersesat, kita akan menemukan diri kita. Gue sebetulnya nggak begitu mengerti sama kutipan itu, tapi mari dengan cerita ini dulu.

Begitu tiba di bandara München dan tukar uang, gue langsung menuju bus yang akan mengantar gue ke tempat daftar ulang. Bayangan gue tentang tempat daftar ulang: di dalam ruangan, udah ada meja-meja rapi berjajar dan staf penyelenggara kursus duduk rapi bersama setumpuk kertas dan dokumen para peserta. Gue datang, lalu ngurus administrasi yang kurang, termasuk beli tiket U-Bahn untuk sebulan, MensaCard buat makan di kantin dan kunci Wohnung yang baru bisa dipakai jam 2 sehingga kemudian gue di antar ke ruangan lain untuk menitipkan bawaan gue dan dipersilakan menjelajah kota München dan cari makan dengan kartu-kartu yang baru saja gue beli. Kenyataan yang gue dapat: ruangan masih dikunci dan belum ada apa-apanya, staf penyelenggara kursus pada duduk-duduk di rumput sambil ngebir, ngerokok atau ngobrol, gue disuruh taruh barang bawaan di situ dan dikasih nomor biar gak hilang terus disuruh pergi ke mana aja terserah tanpa tiket apapun dan balik ke situ lagi buat daftar ulang jam 2. Apa-apaan ini?? Ini Jerman?? Betul sodara-sodara -.-a

Nah, karena sudah terbiasa dengan ketidaksiapan dan jam karet bangsa Indonesia, akhirnya gue merasa hal tersebut biasa aja. Salah satu yang membedakan adalah karena di situ gue bisa meletakkan koper gue sesuka hati tanpa takut ada pencurian. Padahal di dalamnya ada sejumlah uang dan laptop :) Nah, nggak berapa lama kemudian gue ketemu temen gue, sesama orang Indonesia (biasa, ngumpulnya sama satu negara dulu buat survival haha...). Bukan cuma karena itu sih, masalahnya yang lain orang China semua dan mereka pada ngomong bahasa Mandarin dan gue nggak ngerti. Alhasil gue jalan sama temen gue orang Indonesia ini, namanya Haifa. Tujuan pertama kita adalah beli makan dan minum.

Setelah bertanya pada staf di situ tentang letak supermarket, kita pun berangkat. Katanya supermarket cuma 10 menit jalan kaki, tentu saja 10 menit yang dimaksud adalah 10 menit orang Jerman. Intinya kalau kecepatan jalannya nggak secepat teman kampus gue yang bernama Olly, tentu saja waktu 10 menit bakal ngaret haha... Sembari bernorak ria di jalanan Jerman (maklum, baru pertama kali ketemu udara kota sebersih itu), gue dan Haifa jalan ke supermarket yang katanya bernama Aldi Süd. Gue tahu supermarket ini dari seorang dosen yang pernah mengajar di kelas gue. Supermarketnya sih standar, seperti supermarket pada umumnya. Nah, perjalanannya itu yang mengesankan.

Baru tiba di Jerman pagi itu, gue sudah dihadapkan pada fakta bahwa ia tidak sebersih yang gue kira (walaupun masih JAUH lebih bersih dibanding Jakarta atau Depok sihh), karena gue menemukan ini:


Puntung rokok dibuang di jalan begitu saja!!! Aaaaa.. mimpi buruk banget ini !! Beruntung trotoarnya luas jadi sedikit terhibur. Sembari melanjutkan perjalanan gue berusaha menghibur diri bahwa memang nggak ada tempat di dunia ini yang benar-benar bagus dan benar-benar menyenangkan karena semua itu hanya ada di alam mimpi. Ini salah satu hal yang gue angkat di novel yang sedang dalam proses penulisan :) 

Lanjut. Setelah berdiskusi sebentar tentang arah dan tujuan kita, dengan berbekal melihat peta di samping U-Bahn, gue dan Haifa memutuskan untuk melihat Englischer Garten. Yah, penasaran aja, selain nggak terlalu jauh (bisa ditempuh dengan jalan kaki), kita sama-sama penasaran, seperti apakah taman di München? Untuk mencapai Englischer Garten dari stasiun U-Bahn tempat kita berhenti tadi (namanya Alte Heide), kita harus jalan sekitar 10 menit menyusuri kompleks pemakaman dan perumahan. Sempat mampir juga ke kompleks makamnya, yang ternyata bagus banget. Persis seperti yang ada di film-film horor Eropa kalau ada mayat bangkit dari kubur. Bagian tanahnya nggak jauh beda dengan yang ada di pemakaman Indonesia seperti di Pondok Kelapa, jadi hijau dan banyak bunga gitu. Yang membedakan, di sini nisannya gede-gede banget. Bentuk salib atau setengah elips, tapi bener-bener gede. Bagus dan rapi sekali. Di sana banyak orang tua berjalan-jalan dengan anjingnya, entah mau menjenguk keluarga yang dimakamkan atau mau merenungi hidup hehehe...

Sampai di Englischer Garten, suasana langsung berubah. Teduh dan sejuk banget deh pokoknya. Di sana sini tumbuh pepohonan yang daunnya cantik-cantik bentuknya, seperti maple. Langsung aja gue foto, berhubung nggak ada di Indonesia. Kebayang deh itu cantiknya kalau musim gugur :') Gue sempat berniat mencari pohon Linde, tapi karena terlalu banyak pohonnya jadi gue membatalkan niat gue itu. Kita berdua jalan menyusuri sungai kecil dan menyeberangi jembatan. Bersih banget sungainya. Rasanya seperti memasuki taman Eden atau dunia tempat tinggal peri dan elf. Oke, gue banyak berkhayal... hehehe... 


Nah..., ini gambar sungainya. Cantik ya.. bahkan dasarnya kelihatan lho :))

Awalnya kita berniat jalan jauh dan muter-muter, tetapi berhubung matahari agak terik dan pakaian kita kurang nyaman akhirnya gue dan Haifa memutuskan untuk memilih satu jalan dari empat cabang yang ada. Taman ini luas banget loh, lebih luas daripada Central Park di New York dan Hyde Park di London. Konon sih memang yang terluas di dunia :) Oiya, di bangku tempat kita duduk ada hal yang unik. Di situ ada semacam papan logam bertuliskan sebuah kutipan yang bagus:


Kira-kira artinya: "sekarang saya belum mengenal dengan sempurna, tetapi saya akan semakin mengenal, sebagaimana saya akan semakin dikenali." Nah, coba ingat-ingat lagi, apa sih yang ada di bangku taman di Indonesia ini? Misalnya di Kebun Raya Bogor deh. Hmm.. kalau enggak peringatan seperti jangan menginjak rumput, jangan buang sampah sembarangan ya jangan dicorat-coret, atau malah coretan coretan nama pasangan alay -.-a DUH!!

Cukup lama kita duduk di bangku ini, sambil ngobrol tentang rencana ke depan mau mengunjungi apa aja. Lumayan lama sampai angka jam di hp menunjukkan pukul 12.30 dan kita sadar bahwa kita belum makan! Akhirnya kita memutuskan untuk pulang. Obrolan di perjalanan pulang beralih pada FC Bayern München dan die Mannschaft. Haifa bercerita kalau Philipp Lahm, pemain favoritnya, tinggal di wilayah elit di München karena dia saat ini termasuk pemain dengan gaji tertinggi di Bundesliga. Sambil memandangi rumah-rumah di kompleks elit di dekat taman itu, kita berkhayal kalau jangan-jangan salah satu rumah ini punya Philipp Lahm, atau paling enggak pemain Bundesliga deh. Hahaha.. ngayal abisss.. Tapi ya gitu, kita terus berjalan dan berjalan, sampai gue sadar kok jalanan ini ujungnya jauh banget dan gue nggak kenal satu benda pun yang gue lewati. Semakin lama rumahnya semakin elit dan besar, sementara waktu berangkat tadi kebanyakan yang kita lihat adalah Altbauwohnung. Gue pun sadar kalau kita salah mengambil jalan. Kita nyasar di hari pertama di München!! -.-a Beruntung kita belum jauh dari jalan yang benar. Akhirnya kita memutar balik ke Englischer Garten kemudian ke jalan yang awalnya kita lewati tadi hehehe...

Lalu apakah gue menemukan diri gue? Sebetulnya bukan pada saat nyasar itu gue mulai menemukannya, tetapi ketika merenung di bangku di Englischer Garten. Gue sadar bahwa kesempatan langka yang gue dapat ini betul-betul anugerah Tuhan. Gue nggak pernah menyangka sebelumnya kalau kesempatan akan datang secepat ini, berbeda dari rencana awal yang mungkin baru bisa terwujud setelah gue lulus dari S1. Di Englischer Garten, gue juga melihat bahwa hidup adalah sesuatu yang harus dinikmati. Ketika di taman itu gue bertemu dengan banyak manula yang masih sehat tengah berjalan-jalan dengan anjingnya. Gue heran aja, mereka udah hidup mandiri dari anak-anaknya, masih pada sehat pula. Sepertinya bahagia gitu deh. Terus gue ingat kalau di Jerman itu bahkan toko-toko tutupnya cepat (jam 8 malam) dan hari Minggu pasti tutup. Gue jadi sadar bahwa para pekerja di toko dan segala macam stafnya itu sebetulnya sama seperti orang dengan pekerjaan lain. Mereka juga butuh libur dan istirahat. Berbeda dengan di Indonesia yang orang bisa kerja 24 jam nonstop, misalnya untuk toko-toko yang buka sepanjang hari. Kapan istirahatnya kalau begitu? Lalu percuma kalau dapat uang cuma bisa dipakai untuk pengobatan sakit karena kerja terlalu lama -.-a

Satu lagi, tradisi untuk meliburkan diri di hari Minggu sebetulnya berasal dari ajaran gereja di Eropa dulu kalau hari Minggu hari Tuhan yang harus dikuduskan. Meskipun pada saat ini banyak orang di Jerman yang sudah nggak ke gereja, intinya dengan libur sehari itu mereka menghargai diri sendiri dengan memberikannya waktu istirahat. Di sini gue dapat dua rahasia kebahagiaan: pertama, jangan melupakan Tuhan, paling enggak kasih satu hari atau satu waktu khusus buat Dia, dan kedua, menghargai diri sendiri dan jangan terlalu memaksakan diri meskipun apa yang kita lakukan bertujuan baik semisal cari uang atau ngejar nilai :)


liebe Grüße aus München,
LV~Eisblume



7.8.13

Deutschland, 4.Schritt: Eine Lange Reise

Maaf ya pemirsa eh.. pembaca, gue telat posting di sini. Maklum, terlalu bahagia melihat München hahahaa... Nah di sini gue mau cerita tentang perjalanan panjang gue menuju negeri impian ini. Gue berangkat tanggal 2 Agustus petang, sekitar jam 6. Pas awal-awal rasanya susah banget deh mau pisah sama keluarga. Maklum, gue orangnya bisa dibilang manja dan gue belum pernah perjalanan sejauh itu sendirian. Iya, benar-benar sendirian, bukan cuma sekedar tanpa keluarga tapi ada temannya. Tadinya gue mau masuk buat check in jam 3an, tapi berhubung gue takut nanti makin susah berpisah alhasil gue pamitan aja langsung. Makin cepat makin bagus, pikir gue. Dan benar saja, begitu gue masuk lewatin pintu dan pamitan sama Mutti dan Lyrae tiba-tiba langkah terasa ringan. Isi otak gue bahagia banget membayangkan pertama kalinya gue sendirian dan bisa ngapain aja! Yahh.. ada satu hal yang nyebelin sih.. koper gue berat dan bawaan gue banyak banget :(
Tantangan pertama gue adalah menemukan loket check in, yang ternyata setelah tanya orang langsung bisa ditemukan hehehe.. Lewat imigrasi lancar dan lancar terus sampai ruang tunggu mau ke pesawat. Nah, di ruang tunggu itu tuh banyak pemandangan. Cowok-cowok berbahasa Jerman yang ganteng-ganteng seliweran di mana-mana. Agak ngarep ada yang ngajak ngobrol sih, tapi sayangnya mereka pada sibuk sendiri. Sama handphone, sama temennya, atau bahkan sama pacarnya. Hiks.. :( Pas naik ke pesawat gue pun berharap bisa duduk sama native speaker Jerman. Lumayanlah buat belajar dan ngobrol-ngobrol dikit. Ternyata gue kurang beruntung. Sebelah gue kakek-kakek orang Indonesia yang kerja di perusahaan gas asal Qatar. Bleh. Tapi ternyata si kakek ini ramah. Dia ngajakin gue bicara dan kita diskusi soal masa depan Indonesia dan multikulturalisme. Seru juga sih. Dia bilang Indonesia itu bakal kacau di masa depan, katanya karena rakyat udah nggak percaya pemerintah lagi. Gue iya-iya aja, berhubung emang kelihatan begitu. Terus bagian yang paling seru adalah ketika dia cerita bahwa dia dari Aceh, tapi udah nggak solat karena menurut dia zaman sekarang udah ga ada agama yang benar. Dia juga bilang kalau anaknya nikah beda agama di gereja. Wedeww.. seru banget yak kalau dapat mertua kaya begitu cueknya sama keyakinan menantunya :)

Balik lagi ke perjalanan panjang. Gue nggak suka sama sekali perjalanan itu. Kenapa? Pertama, jadwal makan yang kacau. Orang lagi enak-enak tidur tiba-tiba lampu nyala dan pramugari dorong-dorong troli buat bagi-bagi makanan, padahal 2 jam sebelumnya baru aja dikasih makan. Kedua, lama banget, alhasil kaki pegel parah, bahkan sampai gak tau mau ditaruh di mana itu kaki. Mana gue sempat mengalami susah tidur pula karena pegel. Untungnya gue menemukan album Valtari-nya Sigur Ros di daftar lagu-lagu yang ada di pesawat. Gue pun berhasil tidur nyenyak dalam buaian senandung Islandia sebelum dibangunkan pramugari yang berisik -.-a

Sampailah gue di Doha dan mendapati bahwa ternyata transit di sana rebek banget. Tengah malam kita disuruh turun di tengah landasan yang membelah gurun lalu dipindahkan dalam bus-bus menuju terminal transit yang lumayan jauh. Mana gue bawa ransel segede gaban. Udah ngantuk parah super berat pula. Belum jalanannya muter-muter pas mau ke security check. Dan di bandara inilah terjadi sesuatu yang menyebalkan. Di tiket gue tertera waktu boarding pesawat ke München pk 1.20. Ketika gate dibuka, gue langung tancap gas mendekati gate supaya bisa cepat selesai urusannya dan naik ke pesawat. Tapi bukan München tujuan yang tertera di layar, melainkan Kigali dan Entebbe (yang belakangan gue baru tau kalau letaknya di Uganda). Pantesan yang masuk kok orang Afrika semua. Alhasil di depan pintu gue dan banyak orang Jerman lain kebingungan dan menggerutu. Setelah protes sana protes sini, akhirnya dibukalah gate untuk tujuan München, empat puluh lima menit setelahnya tentunya -___-a

Berhubung gue udah superngantuk, pas sampai di pesawat gue langsung tidur aja. Sempat ngobrol sedikit banget sama tetangga kiri kanan, yang kiri orang Afrika (nggak tau negaranya) yang mau mengunjungi temannya di München, yang kanan bapak-bapak Jerman muka ala Völkerwanderung dan berbadan gendut. Mereka mengira gue orang Jepang! hahahaa... dari mananya coba? Habis ngobrol sebentar itu gue langsund tidur, bahkan sampai melewatkan makan sahur (seriusan ini makan sahur, soalnya baru dibagiin jam 3an gitu!). Saking lelapnya tidur gue baru bangun waktu sarapan pagi dibagikan. Heran, sarapan pagi jauh lebih enak dari menu makan siang, malam, sahur, dll itu. Waktu itu langit udah mulai terang dan tetangga duduk gue membuka jendela. Waktu gue lihat peta di layar TV, ternyata kita udah di atas Austria. Terus kelihatan gitu puncak-puncak pegunungan Alpen yang menyembul dari awan. Salah satunya pasti Großglockner :3 Makin nggak sabar pengen turun!!

Sekitar dua puluh menit kemudian pesawat mendarat. Franz Joseph Strauss Flughafen München! Bener ya kata Lyrae, begitu sampai tuh rasanya supersangatamatsenangtidakterlukiskanlagi. Semacam nggak nyangka banget bakal menginjakkan kaki di neger impian. Semakin nggak sabar mau keluar dari bangunan bandara, tapi yah begitulah, mau ke tempat imigrasi aja jauhnya keterlaluan. Satu hal lagi yang aneh, super sepi! Gue sampai mikir jangan-jangan cuma kita doang pesawat yang mendarat. Dan kayanya bener deh, soalnya waktu mau ambil koper, cuma ada bagasi dari pesawat gue doang.

Karena gue harus mengejar bus yang jam setengah sembilan, gue langsung buru-buru ke Munich Airport Center buat tukar duit. Nah di sini nih ujian pertama bahasa Jerman gue, berhubung sama petugas imigrasi nggak ditanyain apapun dan bisa langsung ngeloyor begitu aja setelah dia lihat paspor gue. Padahal orang Timur Tengah yang berdiri di depan gue ditanya-tanyain lama banget hehehe.. mungkin si petugas udah muka gue muka gampang berintegrasi heheheh.. :P Ujian pertama gue adalah bertanya ke bagian informasi tentang letak money changer. Dan.. berhasil!! Gue menemukan money changer dan segera menukar uang sisa yang belum ditukar. Habis itu nyempetin diri ke MAC buat foto-foto. Biasa, buat sumber novel hehehee... Begitu melangkah keluar dari bandara. Oh my God..., udara 15 derajat langsung menyambut dengan kesegaran dan kesejukan luar biasa. Buru-buru gue ambil foto pemandangan di situ, termasuk Biergarten dan Maibaum yang supertinggi (gue belum tahu kalau yang tertinggi ada di Viktualienmarkt). Setelah beberapa foto gue pun berlanjut ke bus yang akan mengantarkan gue dan yang lain ke tempat registrasi ulang. Senangnya sudah sampai di München dengan selamat :))

31.7.13

Deutschland, 3. Schritt: Einpacken !!

Deutschland, 3. Schritt: Einpacken !!

Kalau semua berkas-berkas seperti paspor, visa, tiket, dll sudah siap, yang berikutnya dilakukan adalah hal yang paling bikin sebel gue kalau mau pergi: packing! Duhh... tau sendirilah gue nggak bisa banget packing dengan beres. Gue tipe yang selalu masukin barang yang gue takut bakal dibutuhkan padahal kadang-kadang ujung-ujungnya enggak. Gue juga tipe yang nggak mau keluar duit banyak pas di sana akhirnya bawa semuanya dari sini aja meskipun bikin koper berat dan penuh -___-a nggak berbakat banget nih jadi traveler, tapi ya mau gimana lagi kalau keterbatasan dana. Misalnya nih ya, di München nanti gue belum tahu apakah bakal dapat kamar yang ada dapur komplitnya atau dapur kosong tanpa alat masak. Katanya penyelenggara kursus, hal itu baru bisa ketauan pas gue udah sampai di sana. Nah, akhirnya gue memutuskan untuk bawa panci dan wajan teflon kecil. Padahal sebetulnya gue bisa aja nggak bawa terus mengandalkan makan menu-menu kantin. Tapi gue ogah banget berhubung sekali makan bisa sampai 5 Euro. Mending gue masak deh lebih hemat. Nah itu dia contoh gue yang membawa barang yang cuma bikin penuh koper doang.

Hal lain yang juga gue masukin di sana dan gak penting adalah: kostum mittelalter gue berikut hiasan rambut dan sepatunya! Hahaha... nggak penting super kan?? Yah, gue bawa ini sebetulnya karena memang ada rencana untuk ke festival Mittelalter bareng temen gue orang Jerman tanggal 15 Agustus (hari libur di München jadi gak ada kuliah yeyeye~). Padahal untuk festival itu gue gak wajib pakai kostum. Bisa aja gue memilih datang sebagai turis biasa dengan pakaian santai untuk jalan-jalan. Tapi ya gitu, gue nggak mau. Nggak afdol ah kalau ke festival mittelalter nggak pakai kostumnya juga (sama kayak ke festival Jepang gak pakai baju cosplay atau gaya Harajuku). Belum lagi teman gue ini seorang fotografer dan memang sedang cari model. Kali aja kaaaan~ (hueekk ... pede jaya -___-a).

Dengan banyaknya barang yang dibawa, akhirnya gue harus cari akal supaya koper gue muat dan gak terlalu berat (harus dibawah 30 kg, kalau perlu di bawah 20 kg deh..). Gue browsing dan menemukan situs ini: http://www.myromanapartment.com/travel-light-bag-pack-single-suitcase-month-trip/ . Bagus juga sih tipsnya. Gue ikuti tips ini dan berhasil, sekalipun kalau si penulis artikel itu memasukkan buku dalam kopernya, gue menggantinya dengan makanan instan dan alat masak, sementara buku gue bawa di ransel. Tapi sebetulnya bukan itu masalah utama gue. Masalah utama gue adalah memilih baju yang akan dibawa. Nggak seperti orang-orang lain, gue nggak mau tiap hari cuma pakai jeans, T-shirt dan jaket doang. Bosan banget. Padahal kesempatan ke Eropa di musim panas adalah salah satu kesempatan yang terbaik untuk bebas berekspresi dengan pakaian. Tidak seperti di sini yang kalau kita pakai tank top dan mini skirt aja udah disuit-suitin abang-abang ojek, di München asal nggak telanjang orang bodo amat sama pakaian kita. Lihat saja foto yang diambil di suatu weekend yang super panas di München ini: https://twitter.com/huwba/status/360790433539956737/photo/1

Balik lagi ke baju yang bakal gue bawa, akhirnya setelah browsing di sana sini gue menemukan beberapa tips oke. Ada tiga tips penting yang gue ikuti:

  • Ambil semua pakaian yang ingin kita bawa lalu buat kombinasi pakaian yang berbeda sebanyak mungkin.
  • Bawalah pakaian-pakaian yang bisa dikombinasikan dengan beberapa pakaian lain, bukan yang hanya bisa satu kombinasi saja.
  • Bawa pakaian tebal sesedikit mungkin di musim panas. Jika kedinginan lebih baik untuk mendobel pakaian daripada membawa sweater tebal atau jaket tebal.
Selain tiga tips ini, gue juga tanya ke teman gue yang orang München tentang cuaca dan suhu di sana selama bulan Agustus. Katanya, suhu tertinggi bisa mencapai 30°C lebih, tetapi bisa jatuh juga ke suhu terendah yaitu sekitar 16°C-18°C. Dia menyarankan agar gue membawa Pullover (Turtleneck) supaya nggak kedinginan pada suhu-suhu seperti itu. Teman gue yang lain menyarankan agar gue membawa satu jaket saja yang cukup hangat. 

Setelah terkumpul semua pakaian yang kira-kira gue mau bawa, berikutnya adalah mencoba membuat beberapa kombinasi pakaian. Gue berhasil membuat 26 kombinasi pakaian. Itu pun masih bisa lebih, tapi berhubung keterbatasan waktu akhirnya gue putuskan untuk mencukupkan dengan 26 kombinasi itu. Nah, berikut ini beberapa kombinasi yang gue buat:

Blazer + tank top merah + rok summer floral + topi + sepatu casual
baju andalan buat ngampus eheheheh.. :)


Long sleeved Tee + legging + red shawl + running shoes
Baju buat pas berangkat :)

Pink weatherproof jacket + red tank top + polkadot mini skirt + legging + wool hat + running shoes
Ini buat piknik ke Neuschwanstein kalau cuacanya bagus. Pas lagi acara sunbathing tinggal buka jaket sama leggingnya :)

Purple pullover + pink skinny jeans + running shoes
ini buat piknik ke Salzburg, karena daerahnya bergunung-gunung dan dingin :)

Secara keseluruhan pakaian yang gue bawa ada 4 kaos, 5 tank top, 1 blazer, 2 kardigan, 1 jaket weatherproof, 3 rok (satu panjang), 3 celana panjang, 1 jeans, 2 celana pendek, 1 dress untuk pergi ke gereja, 1 dress batik untuk acara penganugerahan piagam atau kalau ada Kulturabend, 2 piyama, 1 set kostum mittelalter, 1 sepatu casual, 1 wedges yang agak resmi, sisanya ada topi, shawl, handuk, undies dan toiletries plus alat masak dan beberapa makanan instan. Untuk berangkat gue akan pakai kaos lengan panjang, shawl, legging dan running shoes. Itu banyak banget sih setelah gue lihat-lihat, tapi akhirnya muat dan oke juga dibawa. Mudah-mudahan nggak melebihi kapasitas deh itu koper -__-a

Terus di ransel gue bawa apa ya?? Di ransel ada laptop beserta charger dan printilannya, kotak aksesoris seperti karet rambut dan jepit, kotak bekal dan tempat minum kosong, tas untuk kuliah, binder, tempat pensil, obat-obatan, kamus, suvenir untuk dibagi-bagi di sana, charger hp dan charger kamera. Gue juga bawa tas kecil satu lagi untuk berkas-berkas perjalanan, kamera, hp, notebook kecil, dan satu buku yang gak boleh ketinggalan banget karena itu buku yang menginspirasi gue banget untuk memperjuangkan perjalanan ini, judulnya The Sound of Munich karya Suzanne Nelson :)

Nah, demikianlah barang-barang yang gue bawa dan menghasilkan satu koper beroda ukuran sedang, ransel besar dan satu tas kecil hahaha.. sungguh tidak mencerminkan seorang traveler yang baik. Tapi ya memang gue bukan traveler ya.., gue mahasiswi biasa dengan kondisi ekonomi yang sangat "mahasiswa" juga hahaha.. :P