21.7.10

It's D for Deutschland

My love and dream is started with D and also ended with D. Yes, it's DEUTSCHLAND.

Nggak tahu kenapa ya, saya bisa cinta banget sama Jerman dan apapun yang berhubungan. Padahal jujur saja, saya sama sekali nggak ada hubungannya dengan negara asal wurst ini. Saya nggak punya turunan Jerman, keluarga saya nggak ada yang pernah menginjakkan kaki di Jerman, bahkan saya baru mulai mengenal bahasa Jerman waktu SMA. Satu fakta yang menarik, di masa mudanya mama saya sama sekali nggak suka Jerman. Alasannya sederhana, termakan fakta sejarah. Kata mama saya Jerman sama dengan Nazi dan mereka adalah bangsa kejam yang suka perang. Mungkin karena itu saya jadi cinta mati sama Jerman, semacam karma gitu lhoo.. dan parahnya lagi, pendapat saya justru berkebalikan dengan mama.

It's D for door and D for dream. Yes, it's the door of my dream. It's DEUTSCHLAND.

Inilah hal yang membuat saya jatuh cinta sama segala hal berbau Jerman. Timnas sepak bola Jerman di piala dunia 2006! Kalau nggak ada mereka, atau seandainya saya tidak pernah melihat mereka mungkin sekarang ceritanya akan lain. Sebenarnya tim dukungan saya tahun 2006 itu Prancis, sesuai dengan negara favorit saya waktu itu. Kenapa dulu suka Prancis? Itu karena permainan role-play dengan teman-teman. Saya dulu menciptakan tokoh-tokoh cerita yang mewakili negara-negara peserta PBB, kemudian tokoh-tokoh itu saya perankan bersama teman-teman saya sehari-hari. Kami saling memanggil dengan nama tokoh tersebut kalau sedang ngumpul. Kebetulan tokoh favorit saya berasal dari Prancis maka saya mendukung Prancis.

Ketika piala dunia mulai, adik saya (yang kebetulan tokoh role playnya dari Jerman) mendukung Jerman. Ayah saya yang selalu menonton bersama saya malah pendukung Jerman sejati sejak piala dunia-piala dunia sebelumnya. Akhirnya setiap pertandingan Jerman berlangsung, saya selalu ikut nonton karena pasti rame. Pada pertandingan pertama Jerman, saya langsung terkagum-kagum oleh aksi die Mannschaft, terutama Lahm dan Klose. Sejak saat itu saya mendua hati, antara dukung Prancis atau Jerman. Saya justru lebih sering nonton pertandingan Jerman daripada Prancis. Dan ketika Jerman dikalahkan Italia di semifinal, saya jauh lebih sedih daripada ketika Prancis dikalahkan Italia di final.

It's D for delivered, because I wish I was born in DEUTSCHLAND.

Piala dunia berlalu dan kala itu saya duduk di kelas 9. Saya mendapatkan absen 11, sama dengan nomor punggung Klose :) Melihat aksi Klose yang memenangkan gelar top skor, saya terinspirasi untuk memperoleh nilai 10 terbanyak di kelas. Memang akhirnya tidak berhasil, tapi nomor 11 ini sukses menginspirasi saya hingga berhasil merebut peringkat 3 untuk nilai ujian. Sejak saat itu saya menobatkan nomor 11 sebagai nomor keberuntungan, sekaligus makin cinta sama Jerman. Saya mulai suka mengumpulkan pernak-pernik seperti pin bendera Jerman dan memakai gelang dengan warna hitam-merah-emas. Tetapi sampai saat itu juga saya masih memandang Prancis sebagai tujuan masa depan. Saya masih bermimpi kuliah di Sorbonne, kuliah Sastra Prancis atau belajar fashion design di Prancis karena itu hobi saya.

Maka ketika di SMA, saya mengambil bahasa pilihan Prancis dan kelas fashion design. Ketika memilih bahasa itu saya sempat dilema antara Prancis dan Jerman. Saya putuskan tidak mengambil Jerman karena saya berencana masuk jurusan bahasa yang nanti akan belajar bahasa Jerman juga.

It's D for Death, because I want to end my life in DEUTSCHLAND.
Kelas 11. Di sinilah mimpi saya benar-benar jelas dan terbuka. Di sinilah saya menemukan cinta sejati saya ternyata memang Jerman. Saya masuk kelas bahasa. Sedikit cerita, sekolah saya tergabung dalam PASCH Schulen:Partner der Zukunft, yaitu sekolah-sekolah di berbagai belahan dunia yang memiliki ikatan kerjasama dengan pemerintah Jerman. Ketika sekolah saya terdaftar sebagai salah satunya, baru ada 10 sekolah di Indonesia. Apa keuntungannya? Pemerintah Jerman mengucurkan banyak dana untuk memberikan fasilitas-fasilitas untuk sekolah ini khususnya dalam belajar bahasa Jerman. Sekolah saya diberikan banyak buku, video, alat-alat penunjang belajar, bahkan dibekali dengan native speaker dari Jerman. Beasiswa untuk belajar bahasa Jerman dan kegiatan-kegiatan berbau Jerman juga sangat tersedia. Masih banyak lagi keuntungannya. Ketika guru Jerman saya bercerita tentang ini, saya nggak bisa berhenti senyum. Dalam pikiran saya: "Ya Tuhan, ini dia...pintu mimpi saya telah terbuka dengan jelas. Ini dia tujuan hidup saya."

Target saya waktu itu beasiswa kursus musim panas langsung di Jerman. Tetapi saingan saya di kelas sangat banyak, sementara kesempatan yang tersedia hanya 4 orang. Akhirnya saya memang tidak berhasil. Saya sempat putus asa dan nyaris berhenti menyukai Jerman. Ternyata, Tuhan memberikan saya kesempatan lain. Berdasarkan hasil seleksi beasiswa musim panas, saya dipilih oleh Goethe-Institut untuk mengikuti Deutschcamp di Thailand selama seminggu. Dari Deutschcamp itu saya mendapatkan sertifikat yang sangat berguna ketika saya mendaftar PPKB UI ^^
Foto ini adalah saya (baris pertama, duduk, nomor 2 dari kanan) dan para peserta Deutschcamp di Thailand tahun 2009 kemarin. Saat itulah saya mewujudkan impian sejak kecil saya, pergi ke luar negeri dengan gratis. Dan lihat, siapa yang membantu mewujudkan mimpi saya? pemerintah Jerman! :D That's why I love Germany more and more. Masih ada banyak kesempatan yang saya dapatkan, saya bersama teman sekelas sempat tampil di Goethe-Institut beberapa kali untuk menghibur tamu undangan dalam acara berkaitan dengan kerjasama ini, saya juga sempat mengikuti beberapa workshop musik bersama musisi dari Jerman, semua itu belum termasuk buku, media, film, dsb yang menarik yang dapat saya nikmati di perpustakaan sekolah.

It's D for desire, because almost all of my wishes related to DEUTSCHLAND.

Ternyata cinta itu memang ada ujiannya. Perjalanan saya mencintai Jerman sepanjang kelas 11 dan 12 Bahasa yang berhasil bikin saya mengalihkan pilihan jurusan kuliah ke Sastra Jerman itu sama sekali tidak mudah. Ketika teman-teman di kelas sudah mulai jenuh dengan pelajaran Bahasa Jerman, terutama setelah mereka menjadi sangat tidak suka dengan guru (baik dari sekolah maupun sang native speaker), saya sedapat mungkin berusaha mempertahankan cinta saya. Saya tahu, teman-teman di kelas bahkan di sekolah banyak yang tidak suka dengan saya karena saya tetap eksis mencintai dan membela bahwa pelajaran bahasa Jerman itu bagus, asik, menyenangkan, dll. Apalagi kalau saya suka sesuatu bisa lebay sekali, sudah pasti teman-teman saya yang benci pelajaran Jerman ikut-ikutan benci saya. Bahkan karena kesukaan saya, seorang teman yang dulunya dekat sama saya sampai menjauh dan bilang saya membosankan karena apa-apa pasti Jerman. Tapi saya tidak peduli, mereka kan nggak tahu bagaimana rasanya kalau impian kita kesampaian. Mereka nggak tahu betapa saya berterima kasih pada negara bersimbol elang hitam yang sudah menunjukkan ke mana arah masa depan saya, memberi banyak kesempatan agar saya bisa maju dan mengembangkan talenta di bidang bahasa, bahkan membantu mewujudkan mimpi saya untuk ke luar negeri tanpa harus menyulitkan orang tua dengan biaya ini itu.

Itu belum semua lho. Awal tahun 2010, saya mengenal cowok-cowok ganteng Asia lewat Super Junior dan The GazettE. Wah, saya pikir saat itu saya bakal beralih kiblat ke Asia Timur, karena saya heboh banget ngefans mereka. Saya sampai bela-belain mecahin celengan demi cd versi A Bonamana milik Super Junior! Tetapi, kemudian piala dunia bergulir dan saya kembali ke cinta lama saya, Jerman, lewat timnas sepak bolanya yang sudah mengalami banyak perubahan dari tahun 2006 lalu. Btw, ujian dari teman-teman masih berlangsung lho, tapi saya cuek saja toh kita sudah nggak berhubungan lagi kan? Malah saya kenal dengan teman-teman baru yang ternyata punya cinta yang sama.

It's D for destination, because I want to see my future in DEUTSCHLAND.

Sekarang saya sedang menunggu mulainya kuliah. Mulai September saya akan belajar Sastra Jerman di Universitas Indonesia dan saya sangat sangat sangat tidak sabar! Gimana enggak, nanti saya setiap hari akan bertemu segala hal berbau Jerman, malah katanya akan ada praktikan dari Jerman yang ikut membantu kita belajar. Nilai plus lagi kalau praktikannya kebetulan ganteng heheheheh...

Rencananya kalau lulus nanti saya ingin kerja di kedutaan atau pusat kebudayaan Jerman. Tetapi sebelumnya saya ingin mengikuti program au-pair ke Jerman. Siapa tahu nanti akan banyak kenalan baru dan (amin) ketemu jodoh hehehe... Oke ini tukang mimpi banget, tapi saya pengen punya pasangan orang Jerman terus nikahannya gaya Bavaria pakai bunga cornflower (oh, wake me up please!). Terus kalau bisa menetap di sana sampai akhir hidup, kecuali kalau Indonesia kondisinya lebih baik di masa depan ;) Entah apa yang akan dipikirkan pemerintah kalau baca tulisan saya ini, mungkin saya sudah dibuang atau diasingkan. Tapi mau gimana lagi, cinta kan nggak bisa dipaksa, baik dipaksa untuk ada atau dihentikan. Lagipula, saya masih bernasionalisme kok, karena saya selalu berharap Indonesia jadi semakin baik dan selama saya masih menginjakkan kaki di bumi pertiwi saya akan berusaha memberikan yang terbaik.

So that was my love story with Deutschland.

My love and dream is started with D and also ended with D. Yes, it's DeutschlanD :)








2 komentar:

  1. hallo mba salam kenal..
    saya Angelin Mahasiswa pendidikan bahasa jerman UNY.
    saya sangat tertarik dengan tulisan'' mbak..
    semuanya menginspirasi,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, Angelin :) Maaf saya jarang ngecek komentar jadi lama banget deh balasnya haha..
      salam kenal juga. Semangat ya kuliahnya :) Sukses terus dengan bahasa Jerman ^^

      Hapus