5.2.14

Deutschland, 9.Schritt: Stadtbummel. Von Odeonsplatz bis Sendlinger Tor

Mungkin cerita kali ini bakal jadi salah satu yang paling panjang dan dipenuhi gambar-gambar cantik. Sengaja gue sambung di sini supaya post yang sebelumnya nggak kepanjangan. Sekali lagi gue ulang rute Stadtbummel yang paling gue suka adalah dari Odeonsplatz, kemudian ke Marienplatz, menyusuri jalan utama di sana sampai Karlplatz (Stachus), dilanjutkan ke Sendlinger Tor dan balik lagi ke Marienplatz. Kedengarannya capek ya jalurnya. Dan mengingat kita akan melewati empat stasiun rasanya kok jauh banget rutenya. Tenang saja, jarak di Jerman jauh lebih dekat-dekat dibandingkan di Indonesia karena kotanya yang kecil. Kalau ditanya capek apa enggak sih ya tetap aja capek, tapi terbayar kok karena udara kota yang bersih dan pemandangan yang supercantik.

Dari Giselastrasse, tempat kampus gue berada, gue harus menaiki kereta bawah tanah (U-Bahn) dan turun di stasiun Odeonsplatz (kalau butuh bayangan, silakan buka gambar rute U-Bahn yang ada di post sebelumnya). Pemandangan pertama yang gue saksikan adalah sebuah plaza yang cukup luas bernama Odeonsplatz. Kalau ada yang belum tahu apa yang dimaksud dengan "Platz", tempat itu kira-kira diterjemahkan sebagai Plasa, tapi berbeda dengan plasa yang kita kenal di Indonesia. Kalau plasa itu biasanya kita bayangkan sebagai mall atau pusat perbelanjaan yang luas dan megah, maka Platz lebih menyerupai alun-alun atau lapangan luas tempat masyarakat dapat mengadakan acara-acara seperti pameran, festival, atau sekedar berjalan-jalan, nongkrong dan mengobrol.

Sebuah tiang di Odeonsplatz
Gambar di kiri ini adalah Odeonsplatz dengan tiangnya. Entah apa fungsinya tiang itu, yang jelas kalau dari jauh kelihatan seperti Irminsäulenya bangsa Sachsen, tapi jelas bukan sih. Nah, di sisi kiri lapangan ini adalah gereja kuning Theatinerkirche yang sudah muncul beberapa kali di post sebelum-sebelumnya. Di sebelah kanan adalah kompleks tempat tinggal kerajaan Wittelsbach yang bernama Residenz. Odeonsplatz menghadap ke salah satu jalan utama kota München yang bernama Ludwigsstrasse. Di kiri kanan jalan terdapat kafe-kafe, toko-toko dan berbagai bangunan lainnya dengan arsitektur yang wow.
Feldherrenhalle

Di seberang Ludwigsstrasse, setelah menyeberangi Odeonsplatz, ada sebuah monumen berbentuk semacam panggung yang disebut Feldherrenhalle. Monumen yang dibangun dengan gaya Romawi oleh raja-raja Wittelsbach ini menyimbolkan kemenangan. Di tengahnya terdapat patung bergaya Romawi (detil patung adalah gambar di sebelah kanan) yang diapit oleh patung dua orang raja Bavaria dari dinasti Wittelsbach, salah satunya adalah Ludwig I, yang membangun kota München dan berharap ia akan menjadi lebih cantik daripada kota Athena di Yunani dan Roma di Italia. Gambar di sebelah kanan inilah yang disebut dengan Feldherrenhalle. Kompleks Odeonplatz ini menyimpan kisah sejarah yang menarik, karena pada masa kekuasaan Nazi, tempat ini menjadi favoritnya Adolf Hitler. Pasukan SSnya akan dikumpulkan di Odeonsplatz selagi ia berpidato berapi-api dari atas panggung Feldherrenhalle. Hmm.. langsung kebayang ya atmosfer penuh kemenangan dan semangat yang tercipta di kala itu.


Marienhof

Patung naga lagi nemplok
di dinding Marienplatz
Dari Odeonsplatz, tempat yang asyik untuk dilewati adalah sebuah jalan bernama Theatinersstrasse. Jalan bebas kendaraan bermotor ini terletak di antara pintu depan Theatinerkirche dan sisi kanan Feldherrenhalle. Di kedua sisi jalan ini terdapat berbagai toko pakaian bermerk dan kafe-kafe yang tentu saja nggak akan gue masuki pada saat itu berhubung harganya tidak ramah mahasiswa. Akan tetapi, arsitekturnya yang bergaya klasik menjadi hal yang menarik untuk dinikmati. Di ujung jalan ini, gue menemukan sebuah lapangan luas berumput superhijau tempat orang-orang duduk di udara terbuka dan menikmati kesegaran udara kota. Jika terus berjalan mengikuti Theatinerkirche, di sisi utara akan tampak sisi belakang sebuah bangunan berarsitektur cantik yang tampaknya menyimpan kejutan lebih. Kejutan tidak hanya sampai di situ, karena begitu tiba di Weinstrasse, yang merupakan sambungan dari Theatinerstrasse, gue menemukan *drumrolls* ... patung naga di samping, lagi nemprok di sisi samping bangunan balai kota München!! Cakep banget yahhhh....


Neues Rathaus dengan bunga merah di balkon



Puncak dari kejutan-kejutan tadi tentunya adalah ketibaan gue di Marienplatz, pusat kota tua München yang terkenal dengan balai kotanya yang berarsitektur Gotik. Cakepnya seampun-ampun deh bangunan yang satu ini. Di fasade depannya dipenuhi patung-patung cantik, sepertinya sih tokoh-tokoh rohani dan politik. Ada patung ksatria berkuda yang dinaungi semacam atap bergaya gotik. Plusnya lagi kalau datang pas musim panas, balkon-balkon balai kota ini dipenuhi bunga-bunga yang warnanya merah. Cantik banget deh, sampai nggak bisa berkata-kata waktu pertama kali lihat :") (lebay!). 


Menara Glockenspiel 
Fitur lainnya yang menarik adalah menara jamnya, yang disebut Glockenspiel. Menara jam yang menjulang tinggi sampai kalau di foto nggak muat semua ini didekorasi dengan boneka-boneka penari yang akan menari setiap jam 5 sore. Waktu pertama kali gue tiba di Marienplatz, gue ketinggalan pertunjukannya karena kuliah bubar agak terlambat. Alhasil gue cari hari lain dan gue bela-belain untuk nongkrong di lapangannya setengah jam sebelumnya supaya nggak ketinggalan. Usaha ini membuahkan sebuah rekaman komplit pertunjukan boneka menari yang dilengkapi dengan lengan pegal karena megangin kamera terus nggak bergerak plus mata silau karena ngeliat ke atas melulu. Nah, yang di samping-samping inilah salah satu hasil usaha gue mengabadikan balai kota yang disebut Neues Rathaus ini. Terpaksa dibagi dua foto, karena nggak mungkin ngefoto gedung ini tampak depan komplit baik panjang maupun tingginya, kecuali dari atas, tapi itu lain cerita :) Yang tampak berwarna hijau itu adalah panggung boneka tempat mereka menari ketika Glockenspiel menunjukkan kebolehannya.

Mariensäule (depan), Altes
Rathaus (belakang, dengan menara)
Tentu saja, seperti Platz-Platz yang lain, Marienplatz pun tidak hanya sekedar lapangan biasa, melainkan juga dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang menarik lainnya. Di sebelah kiri Neues Rathaus terdapat Altes Rathaus. Bangunan itu dulunya balai kota, sebelum pindah ke bangunan baru yang bergaya gotik ini, namun sekarang berganti menjadi Spielzeug Museum atau museum mainan. Di tengah Marienplatz menjulang sebuah tiang bernama Mariensäule yang di puncaknya terdapat patung Bunda Maria berwarna emas. Di pelataran bawah tiang, terdapat empat patung malaikat yang tampak sedang berperang melawan beberapa hewan, yaitu naga, singa, ayam dan ular, serta semacam piagam yang terpahat dalam bahasa latin. Entahlah maksudnya apa, tetapi sepertinya keempat hewan itu melambangkan sifat buruk manusia. Di sisi kanan lapangan terdapat sebuah air mancur kecil yang disebut Fischbrunnen. Selain bangunan-bangunan tersebut, Marienplatz disesaki oleh kafe-kafe jalanan, turis yang berlalu lalang dan mengambil foto, stand-stand suvenir yang
Gue nampang di depan Fischbrunnen.
Patung yang mangap di atas itu ikan.
menjual aneka macam suvenir khas München seperti postcard, bendera, gantungan kunci, dsb, hingga seniman jalanan yang sering mempertunjukkan karyanya di depan para turis yang akan memberi mereka sedekah. Pokoknya plasa yang satu ini cantiknya melebihi semua plasa yang ada di München, selain karena arsitekturnya juga karena aneka macam kegiatan yang berlangsung di sana. 

Setelah puas muter-muter di Marienplatz (soalnya di luarnya aja banyak banget yang bisa dilihat!) jangan lupa cek ke dalam Neues Rathaus. Ada apa di sana? Setidaknya ada tiga hal yang cukup menarik di dalam bangunan supercantik ini, yaitu museum balai kota München, sebuah restoran di dalam bernama Ratskeller dan tentu saja menara yang bisa dinaiki dengan karcis seharga 2 Euro untuk melihat kota München dari atas. Museum balai kota München menjabarkan sedikit mengenai beberapa peristiwa terkait kota München, misalnya Olimpiade bersejarah pada tahun 1977, pembangunan Neues Rathaus sendiri dan plakat peringatan korban-korban Holocaust semasa Perang Dunia II. Sementara itu, restoran Ratskeller adalah sebuah restoran di pelataran dalam balai kota yang menjual makanan-makanan khas Jerman dengan harga yang (lagi-lagi) tidak ramah mahasiswa. Maklum, semua restoran di sekitar Marienplatz memang memiliki standar harga yang tinggi. 
Kran air minum di Neues Rathaus
Jendela Neues Rathaus

Hal yang membuat dua fitur ini nggak bisa dilewatkan adalah arsitektur gotiknya sendiri. Bagian dalam bangunan yang menjadi museum dipenuhi lampu-lampu kandelar bergaya gotik, kaca-kaca patri berlukis kota-kota tua di Jerman bahkan kran air berbentuk kepala naga atau singa (gue juga nggak jelas) tapi pokoknya gotik juga. 

Kalau sudah puas di Neues Rathaus plus Marienplatznya, Stadtbummel bisa dilanjutkan dengan menyusuri jalan panjang yang terletak di sebelah kiri Marienplatz. Namanya Kaufingerstrasse. Sesuai dengan namanya yang berawalan "Kauf" (artinya beli), jalan ini memang merupakan shopping centernya München. Jangan lupa mampir ke stand es krim tepat di dekat tukang buah dan bunga di sisi kiri jalan dekat Kaufhaus, karena itu enaknya nggak ketolongan. Lebay sih, sebetulnya itu es krim vanila biasa, tapi nggak kebanyakan susu aja kayak yang dijual di Indonesia. Harganya 1 Euro per scoop. Lumayan kan buat nemenin di jalan yang masih panjang hehehe.. :) Habis beli es krim, perjalanan gue lanjutkan dengan menyusuri Kaufingerstrasse. Kiri kanan jalan isinya butik atau kafe mahal semua. Jangan dilirik, kecuali Anda bukan mahasiswa atau mahasiswa tetapi tajir :D Sekitar beberapa blok kemudian, tepat di depan Fisch- und Jägdmuseum alias museum ikan dan perburuan, ada belokan ke kiri.

Menara Frauenkirche yang tampak
dari belokan yang dimaksud :)
Belokan ini juga wajib diambil, karena mengarah pada suatu tempat yang wajib-kunjung kalau lagi di München, yaitu Frauenkirche. Frauenkirche yang disebut juga Münchner Dom ini adalah katedralnya kota München yang tinggi menaranya tidak boleh disaingi oleh bangunan apapun di zona Ring 1. Frauenkirche adalah gereja terbesar di München, yang sayangnya belum pernah gue hadiri misanya. Dari luar, bangunannya tampak kuno dan sangat bernuansa abad pertengahan dengan bebatuan merah besar berukir atau pahatan tulisan. Dindingnya menjulang tinggi, apalagi menaranya. Sayangnya, ketika gue datang sedang ada misa di dalam, sehingga mengambil foto tidak diperbolehkan. Akan tetapi, gue menemukan hal menarik lainnya di halaman katedral itu. Sebuah peta timbul wilayah kota tua München yang terbuat dari semacam logam. Karena tengah dikerumuni anak-anak turis, gue nggak bisa mengamati peta ini secara detil, tetapi sepertinya sih dulu kota München memang cuma sekecil itu, yaitu yang sekarang bertahan menjadi wilayah kota tua München.

Memutari Frauenkirche membawa gue ke sebuah jalan baru bernama Neuhauserstrasse yang tentunya merupakan sambungan dari Kaufingerstrasse. Tempat menarik pertama yang akan kita temui adalah sebuah gereja di sisi kanan jalan bernama Michaeliskirche. Pada langkah ke-7, gue sudah membahas sedikit tentang gereja ini, yang di dalamnya menyimpan rahasia lain, yaitu kompleks pemakaman wangsa Wittelsbach yang salah satunya adalah makam König Ludwig II. Tentu saja kunjungan ke makam ini juga merupakan cerita menarik, tetapi gue nggak akan bahas itu di sini. Berlanjut menyusuri Neuhauserstrasse, jalanan ini juga dipenuhi oleh berbagai macam toko dan restoran. Toko-toko dan restoran itu menempati bangunan-bangunan tua berarsitektur khas Eropa. Beberapa di antaranya memiliki detil-detil unik yang tidak terduga, misalnya dekorasi atap yang unik. Perhatikan dua gambar berikut:
Ada kapal di atap :)

Ada anak kecil bawa bendera
di atap :)
Neuhauserstrasse dengan Karlstor di ujungnya
Kalian pasti bertanya-tanya, di manakah jalan panjang yang terbentang dari Marienplatz sampai tempat ini berakhir. Tentu setiap jalan ada akhirnya. Dan ratusan langkah yang gue buat sepanjang jalan ini membawa gue pada pemandangan cantik sebuah gerbang yang bernama Karlstor. Tor berarti gerbang dalam bahasa Jerman. Imajinasi gue langsung terlempar ke masa ratusan tahun lalu ketika München masih merupakan kota tua sepenuhnya. Karlstor adalah salah satu gerbang yang mengelilingi kota tersebut, bersama dengan Sendlinger Tor, Siegestor dan Isartor. Melaluinya akan mengantar kita pada balai kota dan alun-alun utama di Marienplatz. 

Di balik Karlstor yang menyerupai gerbang kastil adalah sebuah plasa bernama Karlplatz atau dikenal juga dengan nama Stachus. Hal yang paling mencolok dari tempat ini adalah air mancur besarnya yang kalau hari sedang panas pasti dipenuhi orang bermain air dan ngadem di sekitarnya. Karlplatz ini juga menjadi tempat yang tepat untuk sedikit mengintip multikulturalisme yang mulai memasuki München (dan semoga nggak sampai kayak di Berlin). Wilayah Stachus yang berseberangan dengan wilayah sekitar Hauptbahnhof yang dihuni banyak imigran membuatnya sering dikunjungi oleh kaum pendatang tersebut. Wajah-wajah Timur Tengah, Afrika dan Asia sering tampak di daerah ini. Dikarenakan oleh hal tersebut, maka salah satu restoran cepat saji yang terkenal di dunia membuka cabangnya di sini. Selain itu, tempat ini sering digunakan orang untuk mempromosikan produknya atau bahkan menggelar demonstrasi. 

Air mancur besar di Stachus yang penuh orang-orang ngadem
Waktu gue tiba di sini, sedang ada protes dari kelompok liberal kota München dan beberapa penduduk yang menolak rencana pembangunan masjid di Stachus. Meskipun topiknya sensitif, demonstrasi berjalan tertib. Orang yang protes hanya berdiri dan mengoceh pake toa, sedangkan teman-temannya ngedarin kertas buat ngumpulin tanda tangan. Polisi yang terlihat cuma dua orang, tanpa perlengkapan berlebihan (yang kayak kalau di Indonesia mau bikin pagar manusia itu loh), ganteng-ganteng, dan kerjaannya cuma jalan ke sana-kemari sambil ngobrol-ngobrol doang. Dari demonstrasi yang sempat gue lihat itu, gue mempelajari satu hal, bahwa di mana-mana kelompok minoritas pasti harus berjuang menghadapi penolakan. Bedanya adalah bagaimana cara kelompok mayoritas menyuarakan penolakan itu. Kalau demonstrasi sejenis di Indonesia pasti sudah ada acara penutupan dan penyegelan tempat ibadah atau tindak kekerasan lainnya (duhh..-.-a).

Berhubung hari menjelang sore dan sudah lewat lama dari waktu terakhir gue makan di kantin (sebenarnya nggak lama-lama banget sih, cuma kan capek jalan jauh :P), mulailah gue merasa lapar. Ketika melihat logo M kuning di sisi kanan air mancur besar, langsung deh gue sambangi tuh restoran cepat saji. Waktu lihat harganya gue cuma bisa "astaga, murah banget!!" (maksudnya dibandingin kantin universitas). Langsung deh gue membeli satu kotak french fries ukuran sedang yang harganya tidak sampai 2 Euro itu dan cabut menuju tempat tujuan berikut di seberang jalan. 

Justiz Palast - Gedung pengadilan kota München
Sebetulnya bangunan di seberang jalan ini di luar rute, karena sudah bukan merupakan wilayah kota tua. Nggak apa-apa deh ya, toh masih bisa dicapai dari stasiun U-Bahn Karlsplatz. Supaya nggak perlu ribet nungguin lampu lalu lintas, lebih baik mengambil jalan lewat stasiun bawah tanah dan nyebrang dari sana. Lalu apa yang menanti di seberang jalan? Sebuah bangunan bernama Justiz Palast, yang dari namanya saja sudah ketebak kalau bangunan ini adalah gedung pengadilan kota München. Arsitekturnya supercantik, khas bangunan-bangunan tua Eropa dan di depannya berkibar bendera Schwarz-Rot-Gold Jerman dan Weiß-Blau Bavaria. Ketika gue ke sini, dengar-dengar lagi ada pengadilan sebuah kasus yang heboh, yaitu pembunuhan 13 orang imigran oleh kelompok berideologi neonazi. >.> Serem yahhh...

Setelah puas foto-fotoin gedung cantik yang satu ini, gue kembali ke Stachus lewat bawah tanah juga. Perjalanan kali ini akan melalui bagian yang paling nggak favorit menurut gue, karena gue harus menyusuri sisi luar kompleks kota tua yang bersisian dengan jalan besar dan jalur sepeda. Nama jalannya adalah Sonnenstrasse. Meskipun trotoarnya cukup luas dan aman, tiap kali bakal kedengaran suara kring-kring klakson sepeda, trem yang melintas di rel dan aneka jenis mobil (yang untungnya nggak ada yang sampai kentut berasap kaya Metromini jadul). Meskipun bangunan-bangunannya terlihat lebih modern, ada hal menarik yang cukup terasa di sini. Gue berasa tengah berjalan di antara dua sisi yang berbeda. Sisi kiri gue, tempat trotoar berada, adalah batas terakhir wilayah München yang menyenangkan dan sangat aman menurut gue. Atau karena kota München memang tergolong salah satu kota teraman di Eropa, mungkin gue lebih suka menyebutnya sebagai batas zona nyaman gue untuk jalan-jalan sendirian. Gue menyebut sisi kiri gue sebagai wilayah München yang menampakkan dirinya seperti seorang wanita tua kelas atas dari golongan terpelajar, baik hati dan religius. Gambaran ini gue peroleh dari keberadaan kota tua yang berkesan mewah dan juga dipadati oleh banyak bangunan gereja. Dari trotoar di sisi kiri gue dapat memandang apa yang ada di seberang jalan sana: gedung-gedung yang lebih modern, wilayah yang lebih "sederhana", dipadati oleh pemukiman imigran, klub-klub malam yang gemerlap sampai toko sex toys. Sisi ini gue gambarkan sebagai München yang menjelma menjadi seorang gadis remaja jelang dewasa yang pemberontak, pembela hak-hak kaum tertindas dan suka mencoba hal-hal baru. Hehehe...

Ada lagi satu hal yang menarik di sisi kiri jalan, yaitu pusat kebudayaan Jerman Goethe-Institut. Gedungnya sih terbilang modern dan tampak biasa aja. Yang bikin menarik adalah kenyataan bahwa tempat itu adalah pusat dari pusat kebudayaan Jerman yang letaknya di Jerman. Plus kenyataan bahwa salah satu teman kampus gue yang bernama Ardel baru saja mengunjungi tempat itu musim dingin lalu. Hihi, jadi ngebayangin kan teman gue yang sesama pitik itu seliweran di tempat tersebut di tengah musim dingin hahaha...:D Lewat dari Goethe-Institut, Sonnenstrasse membawa gue pada sebuah plasa kecil yang lagi-lagi dipenuhi kafe-kafe dan Biergarten yang bernama Sendlinger-Tor-Platz. Di situlah perjalanan bagian pertama berakhir. Sebetulnya gue pengen lanjut lagi, tapi kenyataan berkata lain. Kaki gue capek minta banget diistirahatkan. Kamera kekenyangan foto minta banget dipindahin isinya ke laptop. Hari semakin gelap dan gue belum belanja mingguan. Terpaksalah gue turun melalui pintu yang ada di situ dan pulang ke asrama dari stasiun U-Bahn Sendlinger Tor. 

Sampai ketemu di kesempatan berikutnya dan perjalanan bagian dua :)
Tschüß!!








Tidak ada komentar:

Posting Komentar