Tampilkan postingan dengan label travel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label travel. Tampilkan semua postingan

5.6.17

An Invitation

In an unexpected time I received
A greeting without an envelope
A welcome sent by the wave
Through the sea from north to south

I have told the universe
How the northern ways always fascinate me
Though my sinning ancestors
Had made me unworthy of it

Now I can't wait for the winter
I'll take my dream to fly with me
And cross the glowing rainbow bridge
To dwell with you in the land of myth

05.06.2017
by Frouwelinde
for the invitation to the midwinter celebration among the people of the past

25.7.16

New Travel Blog! Check it Out! :)

Halo para pembaca sekalian yang sudah terlantar gara-gara gue jarang update di sini,
jadi begini ceritanya kenapa gue jarang update.


Gue galau.


Ya, gue galau. Tapi bukan karena cinta, pacar atau masa depan. Gue galau gara-gara lihat blog gue yang satu ini berantakan. Gue merasa arahnya gak jelas. Mau dijadikan blog apakah blog ini? Dilihat dari isinya, blog ini gak cocok dibilang buku harian maupun buku sastra. Hahaha... Curcolan gue bertebaran di mana-mana. Tips-tips dan travel stories juga. Plus karya-karya sastra amatir yang bahkan tidak bertema. Jadi untuk apa blog gue ini? Memang waktu buat pertama kali, gue sama sekali gak mikir untuk fokus ke satu arah, tapi lama kelamaan gue pun menyadari bahwa blog ini berantakan T.T


Nah, setelah gue galau beberapa saat dan merenung, akhirnya gue memutuskan untuk membuat blog baru dan membagi konten blog gue secara lebih teratur. Blog ini akan tetap aktif sebagai wadah gue menuangkan dunia khayal dalam bentuk karya sastra seperti cerpen dan puisi, sedangkan blog baru gue adalah blog travel :)


Yuuukk.. dilihat :) Nantinya, semua travel post yang pernah gue buat di sini pun akan dipindahkan dan disesuaikan di blog baru itu. Alamatnya di sini:





Selamat membaca!!



by Frouwelinde
25.07.2016

15.5.16

The Gate

The train went through the midnight gate,
the border between daylight of fantasy
and the real.
You and her, she and you,
and me.
Love sat across my bench,
laugh and dreams were beside me,
and myself.
With a song that sings
about a gate,
if I went through which,
I will meet you in the other side.
There is no more night for us,
it says.
Only flower meadows, laugh
and holding hands.

The train went through the summer gate,
the border between past fantasy
and the real.
I and you, you and me,
and us.
Love stays by me,
laugh and dreams are with me,
and ourselves.
With a story that tells
about my gate,
through which I have walked,
and found you in the other side.

16.05.16
by Frouwelinde
for my gate ~ Summer 2013, inspired by all my memorable journey with train since 2013 and the song "das Tor" by Faun :)

18.4.16

Rainy Day by the Sea

On a rainy day by the sea
Where is our boat?
We do not know.
All what I remember is
the time seemed to stop;
like my heartbeat,
as you kissed me.

On a rainy day by the sea
I wondered about your heart.
Did you feel the wave of love
constantly crashing the wall
of your heart, like
the wave in the sea
never stop kissing the docks
on a rainy day by the sea?

10.04.16
by Frouwelinde
for the second rainy day in Bergen, autumn 2014

3.11.14

Excitement

Even after I stood in a long line,
and raced with time
through gates and hallways,
I still cannot be calm on my seat.
Keep changing the position of my legs,
while reading the antique bible of yours.
And when the view on my window
shows me the clouds and blue sky
above small islands of your beautiful land,
my eyes cannot stop seeing.
My mouth cannot stop smiling
and my whole body is flying
far to the imaginary daydreams I always have
back in my homeland

by Frouwelinde
27.10.14
for my feeling on the flight from Frankfurt to Oslo, 15 September 2014

21.10.14

Sunset

It reflects on the glass
windows of the skyscrapers
Here in my city
But there -
Someday on the peak of the hill in Bergen
after a short ride with the Fløibanen,
Or as seen from the top 
of the ferris wheel in Liseberg
It would be thousand times lovelier,
seeing the sunsets with you

by Frouwelinde
090914
for our unfinished plan

28.2.14

Northern Dream


In my life there's a dream
Created by the northern sky
Endless scene of wonderful earth
Lonely,  far above there
And pure, untouched by people steps
Nothing shows beauty greater than that
Dream, that i wish to be true

Northern lights shapes dancing waterfall
On the snowy field of rainbow colors
Runaway to that place is what i want
Wandering under the shadow of trees
As the midnight sun shining upon me
You told me again old myths and legends

Fairytale you sing to me at that night
Invite me to come through the wonderland
Nine worlds on the tree you said about it
Long lost stories buried deep in mind
Ancient legacy lives still in your heart
Nocturne of sweet tune for my lovely days
Daydream I want have as I'm trapped here

Smiling snowflakes fall around me
Wash away the tears of old dark memories
Everyday I count how far I've been dreaming
Dream of something so unreachable
Escaping this long suffering life
North I will go and leave the sadness

Don't stop me, let me keep dreaming
Even when it sounds unbelievable
Not even once when it feels too hard
More than anywhere I wish I were there
A faraway place of heavenly peacefulness 
Road to happiness they are seems to be
Keep me safe until the last day of life

by LV~Eisblume
280214
for my dreams

5.2.14

Langit Biru Langit


Langit biru langit
terindah
adalah
langit biru di bawah-
nya mimpiku menari
Biru langit biru
terindah 
ialah
biru langit padanya
aku berkaca bahagia
Langit biru langit
terindah
adalah
langit biru dilintasi
sayap-sayap kebebasan
Biru langit biru 
terindah
ialah
biru langit berpadu
coklat merah bebatu
jalan kota tua itu
Langit biru langit
biru langit biru
terindah
adalah
dan
ialah
milik sang ibu
Bavaria
tempat bendera
biru langit-putih
berkibar di angkasa
musim panas itu


by LV~Eisblume
050214
for the beautiful Munich blue sky in summer 2013

Deutschland, 9.Schritt: Stadtbummel. Von Odeonsplatz bis Sendlinger Tor

Mungkin cerita kali ini bakal jadi salah satu yang paling panjang dan dipenuhi gambar-gambar cantik. Sengaja gue sambung di sini supaya post yang sebelumnya nggak kepanjangan. Sekali lagi gue ulang rute Stadtbummel yang paling gue suka adalah dari Odeonsplatz, kemudian ke Marienplatz, menyusuri jalan utama di sana sampai Karlplatz (Stachus), dilanjutkan ke Sendlinger Tor dan balik lagi ke Marienplatz. Kedengarannya capek ya jalurnya. Dan mengingat kita akan melewati empat stasiun rasanya kok jauh banget rutenya. Tenang saja, jarak di Jerman jauh lebih dekat-dekat dibandingkan di Indonesia karena kotanya yang kecil. Kalau ditanya capek apa enggak sih ya tetap aja capek, tapi terbayar kok karena udara kota yang bersih dan pemandangan yang supercantik.

Dari Giselastrasse, tempat kampus gue berada, gue harus menaiki kereta bawah tanah (U-Bahn) dan turun di stasiun Odeonsplatz (kalau butuh bayangan, silakan buka gambar rute U-Bahn yang ada di post sebelumnya). Pemandangan pertama yang gue saksikan adalah sebuah plaza yang cukup luas bernama Odeonsplatz. Kalau ada yang belum tahu apa yang dimaksud dengan "Platz", tempat itu kira-kira diterjemahkan sebagai Plasa, tapi berbeda dengan plasa yang kita kenal di Indonesia. Kalau plasa itu biasanya kita bayangkan sebagai mall atau pusat perbelanjaan yang luas dan megah, maka Platz lebih menyerupai alun-alun atau lapangan luas tempat masyarakat dapat mengadakan acara-acara seperti pameran, festival, atau sekedar berjalan-jalan, nongkrong dan mengobrol.

Sebuah tiang di Odeonsplatz
Gambar di kiri ini adalah Odeonsplatz dengan tiangnya. Entah apa fungsinya tiang itu, yang jelas kalau dari jauh kelihatan seperti Irminsäulenya bangsa Sachsen, tapi jelas bukan sih. Nah, di sisi kiri lapangan ini adalah gereja kuning Theatinerkirche yang sudah muncul beberapa kali di post sebelum-sebelumnya. Di sebelah kanan adalah kompleks tempat tinggal kerajaan Wittelsbach yang bernama Residenz. Odeonsplatz menghadap ke salah satu jalan utama kota München yang bernama Ludwigsstrasse. Di kiri kanan jalan terdapat kafe-kafe, toko-toko dan berbagai bangunan lainnya dengan arsitektur yang wow.
Feldherrenhalle

Di seberang Ludwigsstrasse, setelah menyeberangi Odeonsplatz, ada sebuah monumen berbentuk semacam panggung yang disebut Feldherrenhalle. Monumen yang dibangun dengan gaya Romawi oleh raja-raja Wittelsbach ini menyimbolkan kemenangan. Di tengahnya terdapat patung bergaya Romawi (detil patung adalah gambar di sebelah kanan) yang diapit oleh patung dua orang raja Bavaria dari dinasti Wittelsbach, salah satunya adalah Ludwig I, yang membangun kota München dan berharap ia akan menjadi lebih cantik daripada kota Athena di Yunani dan Roma di Italia. Gambar di sebelah kanan inilah yang disebut dengan Feldherrenhalle. Kompleks Odeonplatz ini menyimpan kisah sejarah yang menarik, karena pada masa kekuasaan Nazi, tempat ini menjadi favoritnya Adolf Hitler. Pasukan SSnya akan dikumpulkan di Odeonsplatz selagi ia berpidato berapi-api dari atas panggung Feldherrenhalle. Hmm.. langsung kebayang ya atmosfer penuh kemenangan dan semangat yang tercipta di kala itu.


Marienhof

Patung naga lagi nemplok
di dinding Marienplatz
Dari Odeonsplatz, tempat yang asyik untuk dilewati adalah sebuah jalan bernama Theatinersstrasse. Jalan bebas kendaraan bermotor ini terletak di antara pintu depan Theatinerkirche dan sisi kanan Feldherrenhalle. Di kedua sisi jalan ini terdapat berbagai toko pakaian bermerk dan kafe-kafe yang tentu saja nggak akan gue masuki pada saat itu berhubung harganya tidak ramah mahasiswa. Akan tetapi, arsitekturnya yang bergaya klasik menjadi hal yang menarik untuk dinikmati. Di ujung jalan ini, gue menemukan sebuah lapangan luas berumput superhijau tempat orang-orang duduk di udara terbuka dan menikmati kesegaran udara kota. Jika terus berjalan mengikuti Theatinerkirche, di sisi utara akan tampak sisi belakang sebuah bangunan berarsitektur cantik yang tampaknya menyimpan kejutan lebih. Kejutan tidak hanya sampai di situ, karena begitu tiba di Weinstrasse, yang merupakan sambungan dari Theatinerstrasse, gue menemukan *drumrolls* ... patung naga di samping, lagi nemprok di sisi samping bangunan balai kota München!! Cakep banget yahhhh....


Neues Rathaus dengan bunga merah di balkon



Puncak dari kejutan-kejutan tadi tentunya adalah ketibaan gue di Marienplatz, pusat kota tua München yang terkenal dengan balai kotanya yang berarsitektur Gotik. Cakepnya seampun-ampun deh bangunan yang satu ini. Di fasade depannya dipenuhi patung-patung cantik, sepertinya sih tokoh-tokoh rohani dan politik. Ada patung ksatria berkuda yang dinaungi semacam atap bergaya gotik. Plusnya lagi kalau datang pas musim panas, balkon-balkon balai kota ini dipenuhi bunga-bunga yang warnanya merah. Cantik banget deh, sampai nggak bisa berkata-kata waktu pertama kali lihat :") (lebay!). 


Menara Glockenspiel 
Fitur lainnya yang menarik adalah menara jamnya, yang disebut Glockenspiel. Menara jam yang menjulang tinggi sampai kalau di foto nggak muat semua ini didekorasi dengan boneka-boneka penari yang akan menari setiap jam 5 sore. Waktu pertama kali gue tiba di Marienplatz, gue ketinggalan pertunjukannya karena kuliah bubar agak terlambat. Alhasil gue cari hari lain dan gue bela-belain untuk nongkrong di lapangannya setengah jam sebelumnya supaya nggak ketinggalan. Usaha ini membuahkan sebuah rekaman komplit pertunjukan boneka menari yang dilengkapi dengan lengan pegal karena megangin kamera terus nggak bergerak plus mata silau karena ngeliat ke atas melulu. Nah, yang di samping-samping inilah salah satu hasil usaha gue mengabadikan balai kota yang disebut Neues Rathaus ini. Terpaksa dibagi dua foto, karena nggak mungkin ngefoto gedung ini tampak depan komplit baik panjang maupun tingginya, kecuali dari atas, tapi itu lain cerita :) Yang tampak berwarna hijau itu adalah panggung boneka tempat mereka menari ketika Glockenspiel menunjukkan kebolehannya.

Mariensäule (depan), Altes
Rathaus (belakang, dengan menara)
Tentu saja, seperti Platz-Platz yang lain, Marienplatz pun tidak hanya sekedar lapangan biasa, melainkan juga dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang menarik lainnya. Di sebelah kiri Neues Rathaus terdapat Altes Rathaus. Bangunan itu dulunya balai kota, sebelum pindah ke bangunan baru yang bergaya gotik ini, namun sekarang berganti menjadi Spielzeug Museum atau museum mainan. Di tengah Marienplatz menjulang sebuah tiang bernama Mariensäule yang di puncaknya terdapat patung Bunda Maria berwarna emas. Di pelataran bawah tiang, terdapat empat patung malaikat yang tampak sedang berperang melawan beberapa hewan, yaitu naga, singa, ayam dan ular, serta semacam piagam yang terpahat dalam bahasa latin. Entahlah maksudnya apa, tetapi sepertinya keempat hewan itu melambangkan sifat buruk manusia. Di sisi kanan lapangan terdapat sebuah air mancur kecil yang disebut Fischbrunnen. Selain bangunan-bangunan tersebut, Marienplatz disesaki oleh kafe-kafe jalanan, turis yang berlalu lalang dan mengambil foto, stand-stand suvenir yang
Gue nampang di depan Fischbrunnen.
Patung yang mangap di atas itu ikan.
menjual aneka macam suvenir khas München seperti postcard, bendera, gantungan kunci, dsb, hingga seniman jalanan yang sering mempertunjukkan karyanya di depan para turis yang akan memberi mereka sedekah. Pokoknya plasa yang satu ini cantiknya melebihi semua plasa yang ada di München, selain karena arsitekturnya juga karena aneka macam kegiatan yang berlangsung di sana. 

Setelah puas muter-muter di Marienplatz (soalnya di luarnya aja banyak banget yang bisa dilihat!) jangan lupa cek ke dalam Neues Rathaus. Ada apa di sana? Setidaknya ada tiga hal yang cukup menarik di dalam bangunan supercantik ini, yaitu museum balai kota München, sebuah restoran di dalam bernama Ratskeller dan tentu saja menara yang bisa dinaiki dengan karcis seharga 2 Euro untuk melihat kota München dari atas. Museum balai kota München menjabarkan sedikit mengenai beberapa peristiwa terkait kota München, misalnya Olimpiade bersejarah pada tahun 1977, pembangunan Neues Rathaus sendiri dan plakat peringatan korban-korban Holocaust semasa Perang Dunia II. Sementara itu, restoran Ratskeller adalah sebuah restoran di pelataran dalam balai kota yang menjual makanan-makanan khas Jerman dengan harga yang (lagi-lagi) tidak ramah mahasiswa. Maklum, semua restoran di sekitar Marienplatz memang memiliki standar harga yang tinggi. 
Kran air minum di Neues Rathaus
Jendela Neues Rathaus

Hal yang membuat dua fitur ini nggak bisa dilewatkan adalah arsitektur gotiknya sendiri. Bagian dalam bangunan yang menjadi museum dipenuhi lampu-lampu kandelar bergaya gotik, kaca-kaca patri berlukis kota-kota tua di Jerman bahkan kran air berbentuk kepala naga atau singa (gue juga nggak jelas) tapi pokoknya gotik juga. 

Kalau sudah puas di Neues Rathaus plus Marienplatznya, Stadtbummel bisa dilanjutkan dengan menyusuri jalan panjang yang terletak di sebelah kiri Marienplatz. Namanya Kaufingerstrasse. Sesuai dengan namanya yang berawalan "Kauf" (artinya beli), jalan ini memang merupakan shopping centernya München. Jangan lupa mampir ke stand es krim tepat di dekat tukang buah dan bunga di sisi kiri jalan dekat Kaufhaus, karena itu enaknya nggak ketolongan. Lebay sih, sebetulnya itu es krim vanila biasa, tapi nggak kebanyakan susu aja kayak yang dijual di Indonesia. Harganya 1 Euro per scoop. Lumayan kan buat nemenin di jalan yang masih panjang hehehe.. :) Habis beli es krim, perjalanan gue lanjutkan dengan menyusuri Kaufingerstrasse. Kiri kanan jalan isinya butik atau kafe mahal semua. Jangan dilirik, kecuali Anda bukan mahasiswa atau mahasiswa tetapi tajir :D Sekitar beberapa blok kemudian, tepat di depan Fisch- und Jägdmuseum alias museum ikan dan perburuan, ada belokan ke kiri.

Menara Frauenkirche yang tampak
dari belokan yang dimaksud :)
Belokan ini juga wajib diambil, karena mengarah pada suatu tempat yang wajib-kunjung kalau lagi di München, yaitu Frauenkirche. Frauenkirche yang disebut juga Münchner Dom ini adalah katedralnya kota München yang tinggi menaranya tidak boleh disaingi oleh bangunan apapun di zona Ring 1. Frauenkirche adalah gereja terbesar di München, yang sayangnya belum pernah gue hadiri misanya. Dari luar, bangunannya tampak kuno dan sangat bernuansa abad pertengahan dengan bebatuan merah besar berukir atau pahatan tulisan. Dindingnya menjulang tinggi, apalagi menaranya. Sayangnya, ketika gue datang sedang ada misa di dalam, sehingga mengambil foto tidak diperbolehkan. Akan tetapi, gue menemukan hal menarik lainnya di halaman katedral itu. Sebuah peta timbul wilayah kota tua München yang terbuat dari semacam logam. Karena tengah dikerumuni anak-anak turis, gue nggak bisa mengamati peta ini secara detil, tetapi sepertinya sih dulu kota München memang cuma sekecil itu, yaitu yang sekarang bertahan menjadi wilayah kota tua München.

Memutari Frauenkirche membawa gue ke sebuah jalan baru bernama Neuhauserstrasse yang tentunya merupakan sambungan dari Kaufingerstrasse. Tempat menarik pertama yang akan kita temui adalah sebuah gereja di sisi kanan jalan bernama Michaeliskirche. Pada langkah ke-7, gue sudah membahas sedikit tentang gereja ini, yang di dalamnya menyimpan rahasia lain, yaitu kompleks pemakaman wangsa Wittelsbach yang salah satunya adalah makam König Ludwig II. Tentu saja kunjungan ke makam ini juga merupakan cerita menarik, tetapi gue nggak akan bahas itu di sini. Berlanjut menyusuri Neuhauserstrasse, jalanan ini juga dipenuhi oleh berbagai macam toko dan restoran. Toko-toko dan restoran itu menempati bangunan-bangunan tua berarsitektur khas Eropa. Beberapa di antaranya memiliki detil-detil unik yang tidak terduga, misalnya dekorasi atap yang unik. Perhatikan dua gambar berikut:
Ada kapal di atap :)

Ada anak kecil bawa bendera
di atap :)
Neuhauserstrasse dengan Karlstor di ujungnya
Kalian pasti bertanya-tanya, di manakah jalan panjang yang terbentang dari Marienplatz sampai tempat ini berakhir. Tentu setiap jalan ada akhirnya. Dan ratusan langkah yang gue buat sepanjang jalan ini membawa gue pada pemandangan cantik sebuah gerbang yang bernama Karlstor. Tor berarti gerbang dalam bahasa Jerman. Imajinasi gue langsung terlempar ke masa ratusan tahun lalu ketika München masih merupakan kota tua sepenuhnya. Karlstor adalah salah satu gerbang yang mengelilingi kota tersebut, bersama dengan Sendlinger Tor, Siegestor dan Isartor. Melaluinya akan mengantar kita pada balai kota dan alun-alun utama di Marienplatz. 

Di balik Karlstor yang menyerupai gerbang kastil adalah sebuah plasa bernama Karlplatz atau dikenal juga dengan nama Stachus. Hal yang paling mencolok dari tempat ini adalah air mancur besarnya yang kalau hari sedang panas pasti dipenuhi orang bermain air dan ngadem di sekitarnya. Karlplatz ini juga menjadi tempat yang tepat untuk sedikit mengintip multikulturalisme yang mulai memasuki München (dan semoga nggak sampai kayak di Berlin). Wilayah Stachus yang berseberangan dengan wilayah sekitar Hauptbahnhof yang dihuni banyak imigran membuatnya sering dikunjungi oleh kaum pendatang tersebut. Wajah-wajah Timur Tengah, Afrika dan Asia sering tampak di daerah ini. Dikarenakan oleh hal tersebut, maka salah satu restoran cepat saji yang terkenal di dunia membuka cabangnya di sini. Selain itu, tempat ini sering digunakan orang untuk mempromosikan produknya atau bahkan menggelar demonstrasi. 

Air mancur besar di Stachus yang penuh orang-orang ngadem
Waktu gue tiba di sini, sedang ada protes dari kelompok liberal kota München dan beberapa penduduk yang menolak rencana pembangunan masjid di Stachus. Meskipun topiknya sensitif, demonstrasi berjalan tertib. Orang yang protes hanya berdiri dan mengoceh pake toa, sedangkan teman-temannya ngedarin kertas buat ngumpulin tanda tangan. Polisi yang terlihat cuma dua orang, tanpa perlengkapan berlebihan (yang kayak kalau di Indonesia mau bikin pagar manusia itu loh), ganteng-ganteng, dan kerjaannya cuma jalan ke sana-kemari sambil ngobrol-ngobrol doang. Dari demonstrasi yang sempat gue lihat itu, gue mempelajari satu hal, bahwa di mana-mana kelompok minoritas pasti harus berjuang menghadapi penolakan. Bedanya adalah bagaimana cara kelompok mayoritas menyuarakan penolakan itu. Kalau demonstrasi sejenis di Indonesia pasti sudah ada acara penutupan dan penyegelan tempat ibadah atau tindak kekerasan lainnya (duhh..-.-a).

Berhubung hari menjelang sore dan sudah lewat lama dari waktu terakhir gue makan di kantin (sebenarnya nggak lama-lama banget sih, cuma kan capek jalan jauh :P), mulailah gue merasa lapar. Ketika melihat logo M kuning di sisi kanan air mancur besar, langsung deh gue sambangi tuh restoran cepat saji. Waktu lihat harganya gue cuma bisa "astaga, murah banget!!" (maksudnya dibandingin kantin universitas). Langsung deh gue membeli satu kotak french fries ukuran sedang yang harganya tidak sampai 2 Euro itu dan cabut menuju tempat tujuan berikut di seberang jalan. 

Justiz Palast - Gedung pengadilan kota München
Sebetulnya bangunan di seberang jalan ini di luar rute, karena sudah bukan merupakan wilayah kota tua. Nggak apa-apa deh ya, toh masih bisa dicapai dari stasiun U-Bahn Karlsplatz. Supaya nggak perlu ribet nungguin lampu lalu lintas, lebih baik mengambil jalan lewat stasiun bawah tanah dan nyebrang dari sana. Lalu apa yang menanti di seberang jalan? Sebuah bangunan bernama Justiz Palast, yang dari namanya saja sudah ketebak kalau bangunan ini adalah gedung pengadilan kota München. Arsitekturnya supercantik, khas bangunan-bangunan tua Eropa dan di depannya berkibar bendera Schwarz-Rot-Gold Jerman dan Weiß-Blau Bavaria. Ketika gue ke sini, dengar-dengar lagi ada pengadilan sebuah kasus yang heboh, yaitu pembunuhan 13 orang imigran oleh kelompok berideologi neonazi. >.> Serem yahhh...

Setelah puas foto-fotoin gedung cantik yang satu ini, gue kembali ke Stachus lewat bawah tanah juga. Perjalanan kali ini akan melalui bagian yang paling nggak favorit menurut gue, karena gue harus menyusuri sisi luar kompleks kota tua yang bersisian dengan jalan besar dan jalur sepeda. Nama jalannya adalah Sonnenstrasse. Meskipun trotoarnya cukup luas dan aman, tiap kali bakal kedengaran suara kring-kring klakson sepeda, trem yang melintas di rel dan aneka jenis mobil (yang untungnya nggak ada yang sampai kentut berasap kaya Metromini jadul). Meskipun bangunan-bangunannya terlihat lebih modern, ada hal menarik yang cukup terasa di sini. Gue berasa tengah berjalan di antara dua sisi yang berbeda. Sisi kiri gue, tempat trotoar berada, adalah batas terakhir wilayah München yang menyenangkan dan sangat aman menurut gue. Atau karena kota München memang tergolong salah satu kota teraman di Eropa, mungkin gue lebih suka menyebutnya sebagai batas zona nyaman gue untuk jalan-jalan sendirian. Gue menyebut sisi kiri gue sebagai wilayah München yang menampakkan dirinya seperti seorang wanita tua kelas atas dari golongan terpelajar, baik hati dan religius. Gambaran ini gue peroleh dari keberadaan kota tua yang berkesan mewah dan juga dipadati oleh banyak bangunan gereja. Dari trotoar di sisi kiri gue dapat memandang apa yang ada di seberang jalan sana: gedung-gedung yang lebih modern, wilayah yang lebih "sederhana", dipadati oleh pemukiman imigran, klub-klub malam yang gemerlap sampai toko sex toys. Sisi ini gue gambarkan sebagai München yang menjelma menjadi seorang gadis remaja jelang dewasa yang pemberontak, pembela hak-hak kaum tertindas dan suka mencoba hal-hal baru. Hehehe...

Ada lagi satu hal yang menarik di sisi kiri jalan, yaitu pusat kebudayaan Jerman Goethe-Institut. Gedungnya sih terbilang modern dan tampak biasa aja. Yang bikin menarik adalah kenyataan bahwa tempat itu adalah pusat dari pusat kebudayaan Jerman yang letaknya di Jerman. Plus kenyataan bahwa salah satu teman kampus gue yang bernama Ardel baru saja mengunjungi tempat itu musim dingin lalu. Hihi, jadi ngebayangin kan teman gue yang sesama pitik itu seliweran di tempat tersebut di tengah musim dingin hahaha...:D Lewat dari Goethe-Institut, Sonnenstrasse membawa gue pada sebuah plasa kecil yang lagi-lagi dipenuhi kafe-kafe dan Biergarten yang bernama Sendlinger-Tor-Platz. Di situlah perjalanan bagian pertama berakhir. Sebetulnya gue pengen lanjut lagi, tapi kenyataan berkata lain. Kaki gue capek minta banget diistirahatkan. Kamera kekenyangan foto minta banget dipindahin isinya ke laptop. Hari semakin gelap dan gue belum belanja mingguan. Terpaksalah gue turun melalui pintu yang ada di situ dan pulang ke asrama dari stasiun U-Bahn Sendlinger Tor. 

Sampai ketemu di kesempatan berikutnya dan perjalanan bagian dua :)
Tschüß!!








4.2.14

Deutschland, 8.Schritt: Stadtbummel. Wer geht mit?

Meskipun di Indonesia gue terkenal supermager alias malas gerak dan cenderung menghabiskan liburan di rumah saja, sebetulnya gue jauh dari istilah itu. Satu-satunya hal yang bikin gue malas keluar rumah kalau di Indonesia adalah bisingnya jalanan dan udara kotornya yang bikin nggak tahan lama-lama di luar. Padahal sebetulnya gue suka sekali segala bentuk jalan-jalan, meskipun sekedar menyusuri trotoar di kota dan memandangi bangunan-bangunan megah di kiri kanan jalan. Dan begitu gue punya kesempatan di München, langsung gue sambar kesempatan untuk jalan-jalan ini.

Kalau kalian tipe yang suka jalan-jalan seperti ini, kota München merupakan salah satu tempat yang sangat cocok untuk melakukannya. Banyak sekali kelebihan München yang mampu memanjakan kita sebagai pecinta keliling kota dengan jalan kaki, yang kalau dalam bahasa Jerman disebut Stadtbummel. Ada lagi keliling kota dengan naik kendaraan, yang disebut Stadtrundfahrt. Gue juga sempat mengikuti program ini dari universitas di München, tetapi menurut gue nggak terlalu asik, berhubung kita dipandu dan waktunya terbatas. Hasilnya lumayan sih, video berbagai jalan di kota München lewat jendela bus, meskipun kalau dibandingkan dengan Stadtbummel masih kalah jauh.

Jadi apa saja kelebihan München untuk urusan Stadtbummel?

  • Lalu lintas yang superamatsangat teratur. Seperti ciri khas kota-kota lainnya di Jerman, München memiliki lalu lintas yang superamatsangat teratur sampai gue nggak tega bandinginnya sama Jakarta. Tentu saja ini semua bukan karena memang dasar penduduknya yang niat dan disiplin kalau sedang berlalu lintas, melainkan karena peraturan yang superketat dari pemerintah dan rambu-rambu yang jelas. Dosen yang mengajar kelas gue ketika mengikuti Sommerkurs di LMU pernah bercerita bahwa suatu kali dia bandel dengan menyerobot lampu lalu lintas ketika belum waktunya. Tiba-tiba ada suara sempritan polisi yang langsung menghentikan sepedanya dan memberi catatan buruk pada surat kelakuan baiknya. Kalau seseorang dapat catatan buruk yang sangat banyak, orang tersebut bisa menemui kesulitan dalam mencari pekerjaan. Sistem yang bagus untuk diterapkan di Indonesia, bukan? Nah, balik lagi pada keuntungan dari keadaan ini terhadap pejalan kaki. Lalu lintas di München dibagi tiga atau empat, yaitu jalur mobil, jalur sepeda, jalur pejalan kaki dan kadang-kadang ada jalur trem. Masing-masing punya rambu dan lampu lalu lintas sendiri, jadi jangan lupa memperhatikan rambu ini sesuai kendaraan yang dipakai ^^ Karena adanya pengaturan seperti ini, kalau memang bukan karena sudah takdirnya, kita bisa merasa aman berjalan di trotoar tanpa takut kesamber mobil seperti kasus Xenia maut hehehe...
  • Car Free Zone. Salah satu nilai plus yang dimiliki München adalah keberadaan zona bebas mobil. Zona bebas mobil ini berlangsung setiap hari, bukan cuma hari Minggu seperti di kota-kota Indonesia. Zona bebas mobil di München meliputi zona Ring 1 menurut pembagian zona harga tiket kendaraan umum. Tentang wilayah yang tercakup akan dijelaskan lebih lanjut di bawah. Zona Ring 1 adalah wilayah yang sangat turistik dan tempat pusat keindahan München berada. Hal inilah yang juga menjadikan Stadtbummel di München lebih menyenangkan dibandingkan Stadtrundfahrt, karena kendaraan umum seperti mobil dan bus dilarang memasuki zona ini, padahal bagian inilah yang paling wajib dilihat kalau mengunjungi München.
  • Kota tua dengan bangunan-bangunan berarsitektur cantik. Tentu saja, sebagai salah satu kota tua Eropa, München tidak terlepas dari kepemilikan terhadap bangunan berarsitektur cantik. Wilayah kota tua München didominasi bangunan berarsitektur Gotik, Romanik dan Barock. Beberapa yang hancur akibat Perang Dunia II dibangun dengan gaya lebih baru namun masih berselaras dengan bangunan-bangunan tua yang dilestarikan. Adanya larangan pembangunan gedung yang lebih tinggi dibandingkan menara Frauenkirche menambah kerapian tata kota di daerah ini. Bayangkan, ketika sedang melihat bangunan tua dengan rata-rata jumlah lantai 4 sampai 5 tiba-tiba mata menubruk pemandangan berupa pencakar langit dari kaca-kaca berarsitektur modern. Kan ganggu banget tuh! Dengar-dengar sih wilayah kota tua Jakarta juga mau dibuat serupa dengan car free zone juga. Mudah-mudahan sukses ya, Pak Gubernur, biar semakin cantik deh ibukota negara gue yang satu ini. 
Untuk memulai Stadtbummel, pertama-tama kita harus tahu medannya dulu nih.


Wilayah Ring 1 yang tergolong dalam car free zone dan merupakan tempat terbaik untuk Stadtbummel adalah wilayah di dalam rute stasiun Sendlinger Tor - Marienplatz - Odeonsplatz dan Karlplatz (Stachus) (lihat zona putih / Innenstadt tempat semua jalur kereta berkumpul). Wilayah ini dapat dicapai dengan semua jalur kereta karena terletak di tengah-tengah kota. Kalau gue paling suka menggunakan jalur U6 dan turun di Odeonsplatz. Stadtbummel bisa dimulai dari mana saja, tetapi rute favorit gue adalah Odeonsplatz - Marienplatz - Stachus - Sendlinger Tor - lalu balik lagi ke Marienplatz. Jalur favorit gue ini sebetulnya tercipta dengan tidak sengaja. Waktu itu gue pulang kuliah pukul 13.00 waktu München dan bingung banget mau jalan-jalan ke mana. Akhirnya keputusan gue jatuh pada Stadtbummel di wilayah car free zone ini. Berhubung kampus gue terletak di dekat stasiun Giselastrasse, maka stasiun di zona Stadtbummel yang terdekat adalah Odeonsplatz, jadilah gue memutuskan untuk memulai dari sana.

Pemandangan pertama yang akan kita temukan kalau keluar dari stasiun bawah tanah Odeonsplatz adalah tempat ini:

Theatinerkirche (kanan) dan Feldherrenhalle
Penasaran?? Lanjutannya ada di langkah ke-9 ya... : )


3.2.14

Nordlys ved Vinduet: Cahaya Utara di Jendela


Dengan langkah gontai dan penuh kekecewaan kudorong pintu kabin yang kau pinjam dari temanmu demi rencana kita. Menyaksikan cahaya utara. Aurora borealis. Nordlys, katamu, yang sepertinya tidak begitu menyukai impianku. Hari demi hari kusisihkan uang-uang kecilku demi membentuk gunungan logam dalam kaleng-kaleng bertuliskan sebuah kalimat motivasi - "aku ingin pergi ke Norwegia". Tetapi tampaknya semua akan menjadi percuma malam ini. Langit tak bersahabat, tertutup tirai awan tebal yang membuat sang cahaya ajaib tak muncul.
"Jangan sedih," katamu sambil menepuk bahuku dua kali. Sejak kuajarkan istilah "puk-puk" kamu pun jadi sering melakukannya di kala mencoba menghiburku. 
Aku menoleh padamu tanpa suara. Hanya tatapan kecewa yang kutunjukkan. Aku tahu, bukan salahmu sang cahaya tidak muncul. Hanya saja, aku begitu khawatir jikalau kesempatan ini jadi satu-satunya yang kumiliki karena begitu sulitnya melakukan perjalanan ini.
"Perjalananmu tidak akan sia-sia, kok. Aku yakin. Kau sudah melihat fyord-fyord itu, berlayar di atas kapal longship yang legendaris sambil menikmati mead langsung dari drinking horn. Bahkan kita sudah bertemu langsung dan mengusahakan banyak hal bersama-sama. Setidaknya lebih dari setengah daftarmu terlaksana, bukan?" kau ingatkan aku akan berbagai kesenangan yang sudah kita lakukan bersama selama seminggu ini. 
Kugelengkan kepala dengan pasrah dan kulempar diriku di atas sofa nyaman di depan perapian kecil.
"Sudahlah, percuma menghiburku. Itu tidak ada gunanya. Cahaya utara itu tujuan utamaku pergi ke sini. Dan di bawahnya aku menanti keajaiban," aku bersikeras.
"Entah keajaiban apa yang kau nanti, aku tidak mengerti. Tapi satu hal yang perlu kau tahu, cahaya itu cuma keajaiban alam biasa. Biasan cahaya matahari dengan warna-warni yang lebih cantik di malam hari. Ia istimewa hanya karena kau belum pernah melihatnya. Bukan berarti dengan kau berdiri di bawah sana tiba-tiba akan ada hal yang terjadi seperti dalam dongeng, " kau berkata sambil tertawa. Seolah menertawaiku dan aku benci itu. Kupalingkan pandangan ke arah perapian dan segera meraup pemandangan hangat yang ada di sana.
"Secangkir coklat panas?" tanyamu.
"Terserah kau saja," jawabku dengan ketus tanpa menoleh sedikit pun.
"Baiklah, aku segera kembali," lalu langkahmu terdengar menjauh menuju dapur kecil di bagian belakang kabin.
Dari perapian hangat aku berpindah pada jendela kaca di sisi kananku yang tak bertirai. Kucoba memindahkan rasa hangat perapian di mataku pada tumpukan salju di luar. Menguapkan awan di langit dan membiarkan tirai warna-warni yang kunanti jatuh dari langit bagai air terjun yang menari di udara. Di manakah sang putri dari utara itu bersembunyi? Mengapa ia tak ingin menemuiku?
"Apa yang kau lihat?" tanyamu, memecah keheningan dengan tiba-tiba. Kau berikan secangkir coklat panas buatanmu ke dalam tanganku, yang langsung mencairkan rasa dingin dengan sempurna.
"Takk!" balasku, "dan tidak, aku tidak melihat apapun selain tumpukan salju di luar," jawabku sambil menyeruput rasa manis yang hangat dalam cangkir itu sedikit demi sedikit.
"Kau marah padaku?" tanyaku, yang justru membuatku semakin kesal.
"Perkataanmu yang tadi sedikit tidak enak didengar," kataku ketus.
Kau berjalan mendekat, mengambil duduk di sampingku di atas sofa nyaman itu. Aku menghindar, merapatkan tubuhku pada sisi kanan sofa yang berada dekat jendela. Kau di sisi satunya, memandangiku. Dan aku rasa itu mengganggu ketika aku sedang kesal seperti ini. Kunikmati coklat panas itu tanpa menoleh ke arahmu, justru membelakangimu dan menatap awan tebal yang menutup langit. Terus menatapnya sampai mataku terasa berat. Sesuatu membasahinya. Menyampaikan pesan akan kemungkinan perjalanan yang sia-sia. Seluruh tubuhku terasa berat, seolah mengingatkan akan panjangnya perjalananan di tengah udara dingin yang kulalui untuk tiba ke sini dan melihat kekosongan. Dan kini aku dapat merasakan rasa asin bercampur manis di bibirku. Kuletakkan cangkir coklatku di meja dan merebahkan kepalaku sambil terus menatap jendela, berharap air mata ini akan memanggil sang putri utara agar keluar dan menari untukku.

Sesuatu menyentuh rambutku dan memainkannya. Aku tahu itu kau, yang tanpa kusangka mengingat salah satu bagian pembicaraan kita pada bulan-bulan sebelumnya, bahwa aku senang jika seseorang memainkan rambutku.
"Dengar," akhirnya kau bicara, "maafkan aku untuk yang tadi. Aku tidak bermaksud membuatmu semakin kecewa atau terdengar menyepelekan mimpimu. Aku hanya tidak begitu suka dengan kekecewaanmu. Itu akan merusak malam ini. Kita sudah mengumpulkan uang demi perjalanan jauh ke utara dan menikmati malam ini. Jikalau impian itu tak datang, bukankah masih ada malam yang panjang yang bisa kita habiskan bersama?
Kupalingkan wajahku dari jendela. Perkataanmu tadi memang ada benarnya. Mungkin aku terlalu fokus pada impianku hingga lupa pada impian-impian kecil lainnya yang ingin kuwujudkan serta. Salah satunya, bertemu denganmu di dunia nyata.
"Tetapi apakah yang kau katakan tadi itu benar, bahwa cahaya utara hanyalah keajaiban  alam semata?" tanyaku.
 "Tidak. Tentu saja tidak. Ia lebih dari sekedar fenomena alam," katamu sembari duduk di atas lantai kayu beralaskan permadani kecil dari bulu-bulu. Aku beringsut mendekatimu, dengan tetap berada di atas sofa nyaman yang hangat. Aku tahu betul saat-saat kau akan mulai bercerita.
"Jadi apakah yang membuat cahaya utara adalah keajaiban sungguhan?" tanyaku tak sabar dalam nada yang lebih ceria. Berharap cerita kecilmu dapat sedikit menghiburku dari kegagalan mimpi ini, dan mengawali malam panjang kita bersama-sama.
"Legenda Norse kuno bilang bahwa cahaya utara diciptakan oleh kemilau pakaian yang dikenakan oleh para Valkyrie ketika turun menjemput para pahlawan yang gugur dalam perang. Para Valkyrie adalah wanita-wanita cantik serupa bidadari yang diutus oleh sang mahadewa Odin untuk memilih siapa saja para pejuang yang harus gugur di medan perang. Mereka akan dibawa menuju Valhalla, tempat mereka akan menghadiri jamuan makan dan pesta bersama para dewa, hingga nanti turun kembali mendampingi para dewa dalam Ragnarok, perang terakhir itu," kau bercerita dengan begitu bersemangat, seolah pernah kau saksikan sendiri segala hal yang kau ceritakan. Tetapi aku tahu alasan sesungguhnya, karena memang demikianlah yang kau percayai.
 Begitu nyata segala kata yang terucap olehmu ketika membentuk cerita singkat itu, hingga aku merasa dapat menyaksikan sendiri kemilau cahaya yang kau kisahkan tadi. Tirai cahaya dari pakaian para Valkyrie itu berkilau tujuh warna, tertiup angin utara dan berkibar di udara. Para Valkyrie menari, membiarkan pakaiannya jatuh mendekati padang salju di bawah. Aku tak mampu membayangkan perang, sebaliknya aku dapat melihat desa-desa kecil beratap aneka warna yang berkerumun di beberapa sudut padang salju, menyembul di balik bebukitan putih yang tampak dingin.
"Nordlys!" serumu tiba-tiba. "Se, nordlys vet vinduet!"
Dengan segera aku menoleh ke belakang, pada jendela kaca tak bertirai yang kupunggungi. Lapisan awan tebal telah menghilang tak berbekas, berganti dengan air terjun hijau kebiruan yang menari dengan latar belakang langit malam yang berbintang.
"Cahaya utara!" seruku lirih, lalu menutup mulut tak percaya, namun percuma karena senyumku mengembang tak mampu kutahan. 
"Ayo, kita keluar sekarang!" kau tarik tanganku hingga aku berhenti terpaku pada pemandangan di jendela dan segera keluar menjemput sang impian. 
Kulangkahkan kaki melalui pintu kabin kayu itu dan dengan segera tubuhku merinding. Bukan karena dingin, aku yakin. Melainkan kebahagiaan teramat sangat yang menyelimuti hati ini dan menghangatkannya. Mengikutimu aku berlari ke padang salju.
"Aku berhasil! Kita berhasil!!" sorakku bahagia, melompat dan menari dalam balutan pakaian musim dingin di bawah cahaya utara itu.
Kau berdiri tak jauh, melihat dan memandangku. Kutangkap raut wajah bahagia padamu, seolah turut merasa senang telah berhasil membantuku mencapai impian itu. Kau biarkan diriku melompat dan menari dalam kebahagiaan. Hingga akhirnya kau hampiri aku dan tarianku berhenti. Kau raih tanganku dan kau genggam keduanya.
"Terima kasih," kataku, nyaris tak dapat kubendung tangis bahagia yang hendak meleleh turun.
"Lepaskanlah rasa bahagia itu," katamu. "Jangan kau tahan."
Kubiarkan kehangatan mencairkan rasa beku yang menyelimuti kedua pipiku. Kau lepaskan genggaman tanganmu dan mulai menyeka air mataku dengan jemarimu yang berlapis bahan rajutan hangat.
"Menyaksikan cahaya utara, impianmu sudah terwujud," katamu sambil menatapku dengan senyuman turut bahagia.
"Terima kasih sudah membantuku mewujudkan sebagian impian terbesarku," kataku, kubalas senyum itu dengan milikku.
"Sebagian? Mengapa? Bukankah ini sudah semuanya?" kau tampak bingung.
"Ya, karena sebetulnya impian itu masih ada lanjutannya. Tapi tidak perlu, memang belum saatnya, " kataku sembari terkikik senang.
Kau tersenyum lagi tanpa melepas tatapanmu. Cahaya utara membuat wajahmu dan padang salju di sekeliling kita berwarna-warni begitu cantik. Aku merasa tengah berada di dalam mimpi yang tak pernah ingin kuakhiri. Terus menerus kupandangi keindahan cahaya utara itu.
"Maukah kau pejamkan matamu sebentar? Kau akan melihat cahaya itu lebih indah setelahnya," pintamu.
"Berapa lama harus kulakukan?" tanyaku, ragu akan kehilangan pemandangan langka itu.
"Sampai aku bilang boleh kau buka," jawabmu.
Kupejamkan kedua mataku. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Tak ada suara darimu, sampai sesuatu yang hangat menyentuh bibir mungilku. Rasanya begitu hangat, sampai melelehkan setiap lapisan dingin yang menyelimuti seluruh tubuhku. Aku tak dapat berkata-kata, bahkan membuka mata pun aku tak sanggup lagi. Terlampau bahagia hati ini, seolah ingin terus menari di bawah cahaya penuh keajaiban yang begitu cantik.
"Bukalah matamu," kembali kau genggam tanganku. "Menyaksikan, menari dan memperoleh ciuman pertama di bawah cahaya utara. Impianmu telah terwujud."
Aku begitu tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Nyaris tak dapat kutemukan kata-kata untuk membalas ucapanmu.
"Glad i deg, vennen min," kataku, sembari menatapmu dengan penuh kebahagiaan.
Kau tarik aku dalam dekapanmu dan kau bisikkan sesuatu, "jeg elsker deg, min kjære."


030214
by LV~Eisblume

note about language translation:

se, nordlys vet vinduet!: lihatlah, cahaya utara di jendela!
glad i deg, vennen min: aku sayang kamu, teman.
jeg elsker deg, min kjære: aku cinta kamu, sayang.




28.9.13

Deutschland, 7.Schritt : Gotteshäuser in München

Nah ini dia, salah satu alasan gue pilih kota München. Waktu SMA, gue sempat berdebat sedikit sama nyokap gue yang superkonservatif itu soal pergi ke gereja ketika di Jerman. Nyokap gue waktu itu ngotot, bahwa kalau gue dapat beasiswa kursus musim panas di Jerman gue harus tetap ke gereja. Sementara gue bilang kalau gue bakal pergi kalau memang waktu dan tempatnya ada. Sedikit informasi, meskipun Jerman berpenduduk mayoritas Kristiani, akibat perang agama 40 tahun setelah gerakan Martin Luther memisahkan diri dari gereja Katolik Roma, sekarang wilayah Jerman terbagi menjadi utara dan selatan menurut agamanya. Jerman utara, timur dan tengah mayoritas Kristen Protestan sedangkan Jerman barat dan selatan (terutama Bavaria) adalah wilayah mayoritas Katolik. Nah, kalau gue beruntung dapat kota di selatan atau barat baru deh gue bisa gereja setiap Minggu.

Balik lagi ke München. Kali ini gue beruntung bisa memilih kota yang gue inginkan. Langsung saja gue pilih München dengan berbagai alasan yang mendukung, salah satunya adalah supaya gampang cari gereja. Dan benar saja, waktu gue tiba di sini, setiap kali gue jalan-jalan selalu ketemu gereja. Bahkan kadang-kadang jaraknya cuma 5-10 langkah antargereja. Banyak banget, kayak mesjid kalau di Indonesia. Dan gue senang sekali, karena arsitekturnya selalu bagus dan megah. Langsung saja gue susun rencana untuk pergi ke gereja yang berbeda setiap Minggunya, sekalian ngumpulin foto hihihi...

Apa sih yang membedakan gereja di München dan di Indonesia?

  • ARSITEKTURNYA!!! Jelas kalau ini. Mungkin karena Eropa lama sekali berada di bawah kerajaan-kerajaan Kristiani sehingga mereka betul-betul punya perhatian yang besar terhadap bangunan gereja. Gereja mereka anggap sebagai rumah Tuhan sungguhan, sehingga mereka hias dan percantik sedemikian rupa. Sedangkan di Indonesia, hal ini tidak terlalu diperhatikan karena yang lebih dipentingkan adalah segi fungsinya. Selain itu sepertinya orang Indonesia nggak suka buat gereja terlalu mencolok. Nggak mencolok aja udah ditolak masyarakat atau bahkan dibom, gimana kalau mencolok ya?? 
  • PINTUNYA. Bukan karena keindahan atau bentuknya, tetapi pintu-pintu gereja di München selalu tertutup, sekalipun sedang tidak ada perayaan misa. Para wisatawan yang ingin melihat ke dalam harus membuka dulu pintunya (yang biasanya berat banget -,-a). Kalau sedang ada misa, pintu utama di bagian depan bangunan akan dikunci, sedangkan umat yang terlambat datang harus masuk lewat pintu samping. Pintu di depan ini nantinya akan dibuka kembali untuk umat yang akan beribadah selanjutnya, sedangkan yang baru selesai harus lewat pintu samping supaya nggak berjubel di pintu utama (sekalipun nggak bakal berjubel juga karena orangnya nggak banyak).
  • KOMPOSISI UMAT. Nah ini dia. Di Jerman, bahkan München, kebanyakan umatnya adalah lansia atau bapak-bapak dan ibu-ibu yang kelihatannya sih supertajir dan masih konservatif. Sementara di Indonesia, astagaaaa.. umatnya banyak banget sampai bayi-bayi aja dibawa. Apakah anak-anak muda di Jerman malas ke gereja? Sebetulnya bukan malas, tapi lebih kepada sudah tidak merasa sebagai kewajiban lagi, karena beranggapan doa bisa di mana saja. Tapi awalnya gue pikir gue nggak akan bertemu dengan anak muda manapun, ternyata lumayan juga lho anak mudanya kalau di München. Umat yang tidak terlalu banyak ini ada untungnya juga, karena kita jadi bisa milih tempat duduk di mana saja. Satu deret bangku bahkan enggak pernah penuh, nggak kayak di Indonesia yang bisa terpaksa duduk setengah pantat. Sebetulnya kalau dinalar hal ini masuk akal juga di München. Selain karena jumlah gereja yang superbanyak dan penduduk kota München yang supersedikit kalau dibandingkan sama Jakarta misalnya, penduduk München kebanyakan masih pergi berlibur di bulan Agustus.
  • MISA. Cepat tapi ngena, padahal auf Deutsch. Serius ini. Kalau di Indonesia kan kebanyakan pastornya hobi nyanyi gitu deh jadi semua bacaan, semua doa dikasih nada. Kalau di München itu misanya singkat padat jelas. Nyanyian cuma di bagian yang perlu aja dan nggak semua bacaan atau doa dikasih nada. Khotbah juga singkat dan nggak bertele-tele. Terus ada yang beda lagi di bagian komuni. Kalau di Indonesia kan orang harus mengantre panjang gitu ke belakang. Kalau di Jerman, orang cuma tinggal maju ke bangku paling depan yang dekat altar. Dari deretan bangku umat sampai bangku yang ini ada semacam space luas untuk ngantre. Terus barisnya nggak cuma satu baris tapi banyak berderet-deret. Nanti pastornya cuma di bagian depan aja jalan bolak-balik kayak setrikaan sambil bagi-bagi komuni. 
  • SUASANANYA. Ini yang masih belum gue mengerti sampai sekarang. Mungkin karena arsitektur dan kondisi pintunya yang selalu tertutup, gereja-gereja di München selalu tenang. Padahal letaknya kadang-kadang di pinggir jalan raya dan tanpa pagar atau halaman. Begitu masuk ke dalam, nggak akan ada lagi suara dari luar yang terdengar. Tenang banget kayak di surga, apalagi ditambah arsitektur dan fresko-freskonya yang supercantik. Coba bandingkan dengan yang ada di Jakarta, hmm.. sudah ada halaman pun masih berisik, bahkan ketika pintu-pintunya ditutup. Cuma ada satu tempat yang gue ingat punya ketenangan menyerupai gereja di Jerman, yaitu kapel kecil di susteran di belakang SD gue dulu. Itu pun letaknya jauh dari jalan raya.
  • ATURAN PAKAIAN. Ini nih yang lumayan bikin kaget. Kebanyakan gereja di Indonesia sepertinya sudah tidak terlalu mengatur pakaian umat. Alhasil ada aja umat yang ke gereja dengan rok mini dan pakaian tanpa lengan. Sementara di Jerman, tepat di depan pintunya sudah ada peringatan agar mengenakan pakaian yang sopan. Rok mini dan tanpa lengan dilarang keras, bahkan turis yang pakaiannya terlalu terbuka pun bisa jadi sasaran tegur sama nenek-nenek konservatif yang banyak banget di gereja itu.
Empat Gereja di München yang Berhasil Gue Kunjungi

1. Theatinerkirche
Ini gereja pertama yang gue kunjungi dengan dadakan pada minggu pertama gue di München. Awalnya gue  memang berniat pergi ke gereja, tapi gue belum menentukan dari mana gue harus mulai. Akhirnya dengan asumsi di München banyak gereja, gue browsing sedikit tentang jadwal misa di beberapa gereja yang tidak jauh dari museum yang ingin gue kunjungi saat itu - museum lukisan Alte Pinakothek. Theatinerkirche terletak di Theatinerstrasse, tepat di depan Odeonsplatz, salah satu daerah bebas kendaraan alias zona pejalan kaki di kawasan kota tua München. Untuk mencapainya, kita harus naik kereta bawah tanah di jalur U-6 dan turun di stasiun Odeonsplatz. Bangunannya berwarna kuning dan arsitekturnya luar biasa bagusnya. Setelah gue mengunjungi beberapa gereja lagi di München, gue yakin bahwa gereja ini punya arsitektur terbagus baik sisi luar maupun dalamnya.
Theatinerkirche terletak tepat di depan sebuah jalanan yang selalu ramai oleh turis dan orang-orang yang duduk di restoran. Belum lagi pada waktu itu sedang ada festival makanan Jerman dan wine di Odeonsplatz. Anehnya, ketika gue berada di dalam gereja ini, ketenanganlah yang mendominasi. Oke banget deh pokoknya. Begitu misa hendak dimulai, lonceng gereja langsung dibunyikan dan seorang lektor (petugas misa) akan mengumumkan supaya turis atau orang-orang yang nggak berkepentingan segera keluar atau duduk tenang. Sebelum misa biasanya ada doa rosario dulu, dalam bahasa Jerman tentunya. Duh, senang banget deh gue. Apalagi misa di Theatinerkirche ini jadi salah satu yang paling berkesan buat gue. Gimana enggak? Pastornya khotbah dalam bahasa Jerman. Lumayanlah buat latihan Hörverstehen, walaupun cuma nangkep inti-intinya aja. Tapi, tiba-tiba pastor ini mengambil contoh untuk menggambarkan tema yang dibahas lewat cerita Nibelungenlied!! Hahaa... seketika gue langsung ngerti isi khotbahnya. Sampai sekarang gue masih ingat apa yang dikatakan pastor itu hehehee... :) Tuhan Mahabaik ya..., kalau niat ke gereja pasti dikasih yang bagus-bagus :3


2. Ludwigskirche

Mungkin dia tidak secantik Theatinerkirche, tapi menurut gue namanya paling ganteng, karena mengingatkan gue pada sosok sang Raja Mimpi :) Ludwigskirche ini letaknya di Ludwigstrasse, tepat di seberang gedung jurusan Deutsch als Fremdsprache LMU. Gereja ini dapat dicapai dengan kereta bawah tanah jalur U-6 dan turun di stasiun Universität. Gereja inilah markasnya perkumpulan mahasiswa Katolik LMU. Jika sedang tidak libur semester, di gereja ini selalu diselenggarakan misa mahasiswa setiap Sabtu sore. Arsitektur dan dekorasi interior Ludwigskirche tidak semewah dan semegah Theatinerkirche, bahkan terkesan lebih suram. Dari segi ketenangan sih sama saja, malah menurut gue lebih rekor yang ini karena letaknya betul-betul di pinggir jalan raya yang buat mobil lewat dan tanpa pagar atau halaman. Belum lagi di bawah tanahnya ada stasiun kereta. Anehnya, nggak ada satu pun kebisingan yang bisa masuk begitu kita ada di dalam. 

Pintu Ludwigskirche superberat. Bahkan gue harus nebeng di belakang bapak-bapak waktu mau masuk. Bedanya lagi dengan Theatinerkirche, di sini turis yang mau lihat misanya bisa tetap masuk, tapi tidak boleh lebih dari pintu kaca yang membatasi antara wilayah turis dengan bangku-bangku umat. Satu hal lagi yang unik di gereja ini. Di belakang deretan bangku umat ada semacam prasasti batu yang ternyata kalau diperhatikan adalah denah gereja beserta tempat duduknya dengan keterangan dalam huruf braille!! Gila nih ya, ramah penyandang cacat banget ini. Gue belum pernah lihat yang seperti ini di Indonesia. Mungkin ada juga, tapi nggak tahu di mana.

Secara keseluruhan sih misanya nggak jauh beda dari misa di Theatinerkirche. Pilihan lagu-lagunya juga sama. Tapi di sini gue untuk pertama kalinya dengar lagu yang sampai sekarang gue sukai. Lagu Anak Domba Allah dalam bahasa Jerman yang judulnya Lamm Gottes. Bagus banget musiknya. Lagu ini jadi satu-satunya yang gue ingat dari seluruh lagu yang gue dengar di gereja-gereja München. Di akhir misa, ada juga satu hal yang berkesan buat gue. Pastor yang memimpin misa memberikan pesan-pesan sebelum perayaan berakhir, dan dia mendoakan turis-turis dan pendatang lainnya yang kebetulan di München agar mereka betah dan menikmati saat-saat menyenangkan di sini. Langsung gue amini dan ternyata doa sang pastor terkabul sepanjang sebulan gue di München. Gott sei Dank! :) 

3. Michaelskirche

Gereja yang satu ini letaknya di Kaufingerstrasse yang juga termasuk jalanan utama di kota tua München yang dijadikan zona pejalan kaki. Bangunannya terselip di antara toko-toko bermerek dan kafe-kafe di pusat perbelajaan München. Untuk mencapainya, kita harus naik kereta bawah tanah jalur apa saja (seriusan ini!) dan turun di stasiun Marienplatz. Dari situ dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar 3 menit. Dibandingkan dengan dua gereja di atas, arsitekturnya terbilang lebih rumit karena terdapat banyak sekali patung. Tetapi dari segi bangunan terlihat lebih sederhana karena letaknya yang menyempil di antara bangunan lain. 

Begitu masuk ke dalam, gue mendapati kesan yang sedikit suram. Tidak ada banyak cahaya yang masuk ke dalamnya. Akan tetapi, gue maklum, karena di gereja inilah tersimpan sesuatu yang lain dari gereja-gereja lainnya di München. Apakah itu?? Makam para bangsawan Wittelsbach, termasuk sang Raja Mimpi, König Ludwig II. Cerita tentang kunjungan ke sini akan gue bahas lain kali. Sementara perayaan misanya sendiri sih biasa saja. Tidak ada yang seberkesan kedua gereja sebelumnya. 
Hal yang menarik dari gereja ini justru gue dapati pada malam hari. Ketika itu gue iseng jalan-jalan untuk terakhir kalinya di zona pejalan kaki kota tua München pada malam hari. Gue terkejut ketika melihat bahwa gereja ini ternyata terkunci dan supergelap. Tidak ada lampu sama sekali yang menerangi daerah di sekitarnya. Rupanya kalau di München, gereja itu ada jam tutupnya, yaitu sekitar jam 9 malam. Beda dengan gereja di Indonesia yang selalu buka dan ada penjaganya, gereja di München sama sekali nggak kelihatan dijaga. Gue tiba-tiba jadi berkhayal, apa yang terjadi di kompleks pemakaman para bangsawan Wittelsbach ketika hari sangat gelap seperti itu ya? Kalau saja gue bisa masuk ke dalam dan mengobrol sejenak dengan sang Raja Mimpi tanpa ada yang memperhatikan :')







4. Der Alte Peter (Peterskirche) 

Alte Peter adalah salah satu gereja di München yang terletak di kawasan kota tua Marienplatz. Berseberangan dengan gereja lain bernama Allerheiligen dan pasar terbuka paling terkenal seantero München, Viktualienmarkt. Pada awalnya gue ke sini gara-gara seorang teman di tempat kuliah berhasil mendapatkan foto-foto keren kota München dari atas. Gue pernah sih ngambil foto serupa, tapi gue baru sadar kalau best featurenya München - Neues Rathaus di Marienplatz - gak kelihataaaan!! Jelas, karena gue ngambilnya memang dari menara Neues Rathaus itu. Nah, ini temen gue bisa dapat foto Neues Rathaus dari atas. Dari mana dong ngambilnya?? Setelah tanya orangnya, ternyata dia naik ke menara gereja Alte Peter. Dari situlah akhirnya gue mengunjungi gereja ini dan sempat ikut ibadah di sini juga. 

Secara arsitektur luar gue suka karena tua banget. Di luarnya masih banyak batu-batu pahatan seperti dari zaman akhir Mittelalter gitu. Entah sebetulnya gerejanya dibangun kapan gue juga masih belum tahu. Menaranya, yang akhirnya gue naikin juga supermittelalter! Bukan karena gayanya sih, tapi karena sangat tradisional dan kuno sampai-sampai lift saja tidak ada! Bayangkan saudara-saudara, gue naik ke menara setinggi sepuluh lantai tanpa lift, cuma pakai tangga kayu yang kalau diinjak bunyinya berderak-derak gitu. Tapi secara keseluruhan oke sih. Dari segi ketenangan juga sama seperti gereja-gereja lain. Perayaan misanya nggak ada bedanya, secara keseluruhan sama dan lagi-lagi gue masih jatuh cinta sama lagu Lamm Gottes :')

Satu hal lagi yang jadi ciri khas gereja di München termasuk Alte Peter ini. Selalu ada toko suvenir khas München yang jual kartu pos, magnet, kalender, dll. tapi lebih murah dari harga suvenir di toko dan hasil penjualannya akan disumbangkan untuk gereja. Gara-gara ini kartu pos gue banyak banget. Yah selain karena gue memang suka koleksi kartu pos, hitung-hitung kasih persembahan ke gereja buat Tuhan yang udah baik banget ngasih kesempatan ini :). Gambar di samping ini Alte Peter dan menaranya dilihat dari Viktualienmarkt.

Nah, keempat gereja itulah yang sempat gue kunjungi dan gue hadiri misanya. Eits, tunggu dulu, masih ada satu gereja lagi yang sebetulnya merupakan ikon kota München tapi sayang gue belum sempat masuk ke dalam. Gereja ini selalu nongol di hampir semua kartu pos tentang München dengan dua menaranya yang menjulang dan bangunannya yang sangat tua seperti dari abad pertengahan. Gereja ini merupakan katedralnya München, maka sering juga disebut Münchner Dom. Konon katanya, pemerintah kota München melarang pembangunan gedung di wilayah kota tua (sekitar ring 1-2 kalau menurut peta jalur transportasi) yang tingginya melebihi menara gereja ini. Gereja apa ya??


Ini dia, namanya Frauenkirche!! :) Cantik yaaa?? Foto ini diambil dari menara Neues Rathaus :)


19.2.12

List of 10 Tops Must Visit Places in Germany by Me

Sebenarnya judulnya kurang tepat sih karena masih ada banyak dari 10 tempat yang menurut gue wajib dikunjungi kalau ke Jerman. Tapi nanti postingannya jadi panjang banget trus berubah pula jadi blog travel. Padahal gue cuma mau share aja sedikit tentang tempat2 yang bagus di Jerman hehee..
Oke, here they are:

1. Schloss Neuschwanstein

Ini gue taruh di daftar nomor 1 bukan karena gue mainstream atau terpengaruh buku-buku National Geographic Traveler dan Lonely Planet ya... Gue taruh ini di nomor 1 karena memang Neuschwanstein itu tempat terindah di Jerman yang paling wajib dikunjungi. Kastil yang terletak di wilaya Allgaeuer Alpen di bagian selatan Jerman ini bisa dicapai dengan mobil dalam waktu satu sampai satu setengah jam dari Muenchen. Kebanyakan orang hanya tahu informasi ini: kastil ini dibangun oleh Koenig Ludwig II si raja gila pada tahun 1800an (lupa juga gue persisnya kapan) dan menjadi inspirasi kastil Disneyland. Yah, kalau cuma dua alasan itu sih gak worth it dong berkunjung ke sini. Pemandangannya bagus, iya memang, tapi kalau cari kastil di atas bukit yang dikelilingi danau dan gunung sih di Eropa banyak. Ada lagi sebenarnya yang bikin ini jadi wajib dikunjungi (khususnya untuk para mahasiswa Sastra Jerman hohoho..) yang mungkin cuma bisa diketahui dari kata2 pemandu wisata dan pasti gak akan didengerin juga kalau ke sana karena udah terpesona duluan sama keindahan kastilnya. Kastil ini dipenuhi lukisan-lukisan yang diambil dari adegan-adegan operanya Richard Wagner (komposer favorit Koenig Ludwig II dan juga Adolf Hitler!). Kisah-kisah operanya itu yang wajib dilihat. Bayangkan, ada legenda ksatria angsa (Lohengrin), ksatria pencari Holy Grail (Parzival), kisah cinta paling tragis sepanjang masa (Tristan und Isolde), epik tragedi yang paling menarik (buat gue) sepanjang masa (Die Nibelungenslied). Tuh, keren kaaaaan??? 

2. Berchtesgadener Alpen

Berchtesgaden adalah tempat impian gue buat tinggal sampai akhir hidup nanti :) Berchtesgaden adalah sebuah kota kecil (atau desa?) yang terletak di selatan Jerman berbatasan dengan wilayah Austria. Berchtesgaden dikelilingi oleh pegunungan Alpen yang dalam rangkaiannya terletak gunung tertinggi kedua di Jerman, Watzmann. Gambarnya yang di sebelah kiri ini. Berchtesgaden bukan sebuah pedesaan biasa. Ia menyimpan harta alam tak ternilai karena terletak di wilayah taman nasional. Di wilayah Berchtesgaden terdapat danau Koenigssee yang merupakan danau terdalam dan terjernih di Jerman. Tempat ini juga sangat bersejarah karena Adolf Hitler pernah membangun tempat persembunyian dan vila di wilayah ini. Tapi pada intinya tempat ini recommended karena keindahan alamnya. Masih banyak hal-hal menarik yang bisa kita temui di Berchtesgaden ini.

3. Rhein Valley

Lembah di sepanjang sungai Rhein ada di daftar nomor tiga versi gue. Di sepanjang sungai Rhein terhampar perkebunan anggur yang sudah ada sejak zaman Karl der Grosse (Charlemagne) yang menghasilkan wine yang lezat. Kastil-kastil abad pertengahan dengan setiap dongeng dan legendanya berdiri menjulang di kiri kanan sungai. Salah satu legenda yang terkenal di sungai Rhein adalah legenda Loreley. Sungai Rhein juga menjadi tempat yang penting dalam kisah Nibelungenslied. Semua pemandangan itu bisa didapat dengan berlayar menyusuri sungai Rhein dari utara ke selatan (Koblenz ke Rudesheim).

4. Saalfeld Feengrotten

Terletak di daerah Saalfeld di hutan Thuringia. Tempat ini merupakan sebuah gua besar bekas tambang mineral berupa batu bara dan lain-lain. Setelah ditinggalkan muncul mitos bahwa di gua ini tinggal bangsa peri-peri yang tak dapat terlihat. Gua ini merupakan salah satu gua terbesar di dunia dan yang pasti menurut Guiness Book World of Record tercatat sebagai gua paling berwarna di dunia. Di dalamnya terdapat danau dan mata air yang berwarna hijau kebiru-biruan. Cahaya yang masuk dari luar dan terpantul menghasilkan warna kuning emas kecoklatan yang membuat gua ini seperti berada dalam dongeng.

5. Brocken und die Hexenaltar

Urutan ke-5 adalah wilayah yang terletak di bagian tengah Jerman, terbentang dari Hesse sampai Thuringia. Pegunungan Harz yang salah satu puncaknya bernama Brocken atau Blocksberg. Pegunungan ini dikelilingi hutan misterius yang berkabut dan desa-desa tua yang konon didiami oleh para penyihir. Hutan Harz sangat berkabut hingga sering muncul fenomena alam yang disebut "Brockenspectre" yaitu semacam cahaya warna-warni seperti pelangi atau sosok bayangan yang sosok sesungguhnya tidak pernah ada. Di bagian puncak Brocken terdapat tumpukan batu granit yang disebut "Hexenaltar" karena menyerupai altar tempat para penyihir mempersembahkan sesajen atau mengorbankan sesuatu. Konon katanya pada malam St. Walpurga (Walpurgisnacht) yakni tanggal 30 April, para wanita penyihir akan terbang mengendarai sapunya untuk berkumpul di puncak Brocken dan berpesta mengelilingi api unggun besar bersama roh roh jahat yang lain. Legenda ini terdapat pula dalam salah satu karya Goethe, Faust.

6. Schloss Linderhof

Merupakan salah satu kastil yang dibangun oleh Koenig Ludwig II di wilayah Bavaria dan tidak jauh dari Neuschwanstein (tapi tidak dekat juga sampai tinggal ngesot doang nyampe). Istana ini tidak besar namun sangat indah, karena merupakan tiruan dari Versailles di Perancis versi mini. Seperti Versailles, istana ini berarsitektur klasik romanik dan dipenuhi patung-patung khas Yunani kuno dengan kolam-kolam air mancurnya yang indah. Istana ini juga dilengkapi taman-taman bergaya Perancis dengan patung-patung sejenis juga. Ruangan di kastil ini tidak banyak, namun ada satu kamar yang menjadi ruangan favorit Ludwig II dengan sebuah tempat tidur bernuansa biru muda emas yang langsung menghadap jendela besar dengan pemandangan taman dan air mancur. Romantis banget dehh... Lalu, sekalipun istana ini dibangun pada era Romantik (1800an di Jerman) ia sudah menggunakan teknologi canggih, seperti lift dan meja yang bisa muncul dari bawah lantai. Katanya Ludwig II tidak suka melihat pelayan bekerja menyiapkan makanan di depan dirinya dan berjalan ke sana kemari, maka makanan akan disiapkan di dapur di atas meja, dan setelah siap meja ditarik ke atas tepat ke ruang makan Ludwig II menggunakan sistem semacam lift. Tetapi, best feature dari istana ini adalah sebuah gua dengan danau dan perahu angsa tepat seperti dalam lukisan ksatria angsa Lohengrin di Neuschwanstein. Gua tersebut sendiri terinspirasi dari opera Tannhaeuser karya Wagner.

7. Saechsische Schweiz

Walaupun namanya berarti Saxon Switzerland, tetapi tempat ini ada di Jerman bukan di Swiss. Wilayah ini merupakan tebing-tebing berbatu yang berada di tepi sungai Elbe dan populer untuk olahraga panjat tebing. Selain panjat tebing, kita juga bisa sekedar berjalan-jalan (wandern) dan mencapai puncak tebing-tebingnya untuk melihat pemandangan sungai Elbe di bawahnya. Di daerah tersebut juga terdapat hutan-hutan dengan air terjun dan sungai kecil. Gambar di samping adalah sebuah jembatan tua yang menghubungkan puncak-puncak tebing di Saechsische Schweiz.

8. Wartburg bei Eisenach

Wartburg adalah sebuah kastil abad pertengahan yang berdiri megah di dekat kota Eisenach. Sekalipun rupanya tidak mirip, kastil inilah yang menjadi inspirasi Ludwig II ketika membangun Neuschwanstein. Kompleksnya yang luas dan memiliki halaman yang lebar di dalamnya dan dikelilingi bagian-bagian bangunan istana yang berdesain abad pertengahan digunakan untuk desain Neuschwanstein. Pada abad pertengahan, di kastil ini sering diadakan kompetisi Minnesang. Pada Minnesaenger berdatangan dari penjuru negeri untuk menampilkan puisi dan menyanyikan lagu-lagu karangannya. Yang terbaik akan mendapat hadiah berupa pernikahan dengan puteri tuan tanah pemilik kastil Wartburg, namun yang kalah dan tidak disukai tidak segan-segan dibunuh. Kompetisi Minnesang diadakan di ruangan yang disebut Sangersaal, ruangan ini juga ada di Neuschwanstein tetapi tidak pernah digunakan. Ruangan lain yang menarik adalah kolam pemandian yang digunakan para ksatria untuk upacara penobatan mereka. Kastil Wartburg inilah yang menjadi inspirasi Richard Wagner ketika menulis opera Tannhaeuser.

9. Heidelberg

Heidelberg merupakan kota pelajar yang terletak di barat daya Jerman. Universitasnya merupakan salah satu yang tertua dan tujuan studi terbaik mahasiswa dari berbagai belahan dunia. Kota Heidelberg yang dilalui Sungai Neckar sudah sangat tua dan menjadi pusat turisme. Sebagai atraksi wisata kita dapat berlayar di Sungai Neckar dengan pemandangan kota tua gaya abad pertengahan di kiri kanannya. Dengan menaiki semacam kereta khusus kita juga dapat naik ke kastil Heidelberg yang telah jadi reruntuhan bersejarah. Sebelum memasuki kompleks kastil kita akan melalui Elisabethentor, sebuah gerbang yang dibangun oleh kekasih Elisabeth Charlotte, penguasa Heidelberg kala itu. Konon untuk setiap ukiran makhluk yang ada di gerbang itu dan dapat ditemukan oleh Elisabeth akan ditukar dengan sebuah ciuman dari kekasihnya. Kastil Heidelberg sudah tidak memiliki atap, sehingga ketika malam hari akan tampak bintang-bintang yang dapat disaksikan dari lingkungan reruntuhan kastil. Pada waktu-waktu tertentu di jembatan Heidelberg yang melintasi Sungai Neckar akan diadakan pertunjukan kembang api yang sangat indah.

10. Donauquelle, Schwarzwald

Donauquelle adalah sebuah mata air yang terletak di wilayah barat daya Jerman, di hutan yang terkenal dengan sebutan "Black Forest" atau Schwarzwald.
Donauquelle sama sekali bukan mata air biasa karena dari sinilah berasal sungai Donau atau Danube yang terkenal itu. Sungai Danube mengalir dari Jerman hingga Rumania dan melewati banyak negara. Wilayah Schwarzwald sendiri merupakan wilayah yang subur dan dipenuhi hutan-hutan. Wilayah ini terkenal dengan kue tart coklat dengan buah ceri yang lezat bernama Schwarzwalder Kirschetorte, yang kita kenal dengan kue Black Forest. Selain itu tempat ini juga merupakan satu-satunya wilayah di dunia yang memproduksi jam kukuk.

Nahh... itu dia daftar tempat-tempat yang wajib dikunjungi kalau ke Jerman, versi gue tentunya. Kebanyakan memang sesuatu yang tradisional, bersejarah dan bernuansa dongeng, Mungkin bagi kalian yang lebih suka wisata museum atau melihat kemodernan Jerman akan punya daftar sendiri yang sangat berbeda dari punya gue ini hehehe...