25.4.14

Dongeng Peri Clairessa (3 - end)

Dalam lentera yang dibawa sang rambut emas, Clairessa duduk dengan tenang. Pakaiannya berkilau-kilau indah begitu terang, seolah sinar mentari yang diserap pada tempo hari tak pernah habis untuk selamanya. Bersama sang rambut emas, ia mengarungi lautan menuju sebuah negeri di utara yang diketahuinya bernama Frozenland. Sang rambut emas tampak bosan dalam perjalanan panjang itu, sehingga dikeluarkannya Clairessa dari kotak lentera dan mulai mengajaknya berbicara, seolah-olah mereka dapat mendengar satu sama lain.
"Kuharap kau tidak keberatan kubawa pulang, peri cahaya," katanya. "Sejak aku melihatmu dalam gelap malam itu, kupikir kau akan cocok untuk membantu negeriku."
Clairessa tersenyum lebar dan bahagia. Ia berputar-putar menari di depan wajah sang rambut emas.
"Aku tak tahu apa kau mengerti yang kukatakan, peri. Tapi aku ingin memperkenalkan diri. Namaku Eirik, hanya seorang petualang dari Frozenland yang penasaran dengan negeri tropis. Tak kusangka aku menemukan peri sepertimu. Kuharap aku tahu namamu," kata sang rambut emas.
"Clairessa!" seru sang peri, yang tentu saja tak akan terdengar. Namun Clairessa tidak peduli. Baginya, pergi dari Tropicalea sudah menjadi kebahagiaan.
"Kau tahu? Kau mengingatkanku pada periku yang dulu pernah kumiliki juga. Namanya Lysette. Mungkin ia peri cahaya tercantik di seluruh Frozenland. Tetapi tentu ia tidak akan bertahan selamanya. Mentari yang jarang datang telah mematikan cahayanya," ujar Eirik.
Clairessa mendengar kisah itu dengan prihatin. Frozenland tampaknya suatu kerajaan yang sangat malang. Ia teringat pada mentari yang membuat cahayanya berlimpah seperti sekarang. Dalam satu hari itu, nyaris tak ada sedikit pun waktu yang digunakan mentari untuk pergi menghilang, kecuali ketika ia berganti tempat dengan bulan. 
"Izinkan aku mengirimkan seberkas cahaya mentari negeri tropis ke Frozenland," Clairessa menjawab, meski ia tahu Eirik tak akan mendengar dirinya.
 Akan tetapi, pria berambut emas itu tampaknya mengerti. Karena kemudian ia tersenyum. Dimasukkannya kembali Clairessa ke dalam kotak lentera yang dibawanya.

Kapal merapat di pelabuhan Frozenland. Untuk pertama kalinya Clairessa menyaksikan sendiri negeri yang malang itu. Langit tertutup awan mendung, tak menyisakan celah bagi mentari untuk muncul. Salju turun perlahan, namun terasa lebih lebat ketika ditiup angin laut. Bongkahan-bongkahan es yang pecah mengambang di beberapa bagian laut. 

Eirik turun dari kapal. Clairessa ada di dalam lentera yang tergantung di jemarinya. Peri cahaya itu dapat melihat peri-peri lain yang berdiam sunyi dalam lampu-lampu penerang jalan di dermaga. Cahayanya biru, membeku seperti tak pernah mendapat asupan lagi. Semua peri itu menunduk. Namun ketika Clairessa lewat, kemilau tubuh dan pakaiannya yang gemilang memaksa para peri itu untuk memandang lebih dekat. Clairessa dapat melihat, peri-peri yang putih seperti pualam dengan rambut panjang yang diikat dengan cara berbeda dengan rambutnya mulai bersandar pada dinding lampu yang menatap jalanan pelabuhan. Ia ingin memberi salam pada mereka, namun ia tak mengerti bahasa peri Frozenland. Beruntunglah Clairessa, tampaknya para peri cahaya menerima dirinya. Mereka tersenyum memandangnya.

Eirik membawa Clairessa ke sebuah bangunan yang memiliki menara jam yang menjulang. Clairessa begitu terpesona memandang bangunan itu. Tidak pernah sekalipun ia melihat bangunan seperti itu di hutan. Mungkin bangunan semacam itu ada pula di negerinya, hanya saja ia belum sempat melihat karena ia tak pernah sungguh-sungguh mencapai dunia manusia di sana. Di dalam bangunan itu tampak suram. Clairessa melihat para peri cahaya lain yang menari begitu cepat di dalam perapian. Dengan kecepatan seperti itu tampaknya mereka tak akan mampu bertahan lama. Tetapi dalam dingin seperti ini pastilah mereka harus melakukannya. 

Seorang wanita, umurnya tampak belum terlalu tua, turun dari tangga dan menemui Eirik. Dari pakaiannya, Clairessa menebak bahwa ia memegang peranan penting. 
"Selamat pagi, Ibu Walikota," sapa Eirik. "Saya membawa sesuatu untuk Anda dan seluruh penduduk negeri ini."
"Katakan padaku, Eirik. Apa yang kau temukan dari petualanganmu?" tanya wanita itu.
"Seorang peri cahaya. Dalam lentera ini. Ia begitu terang namun hangatnya cocok untuk negeri kita. Mungkin ia bisa menggantikan para peri yang ada pada lampu plasa kota ini," jelas Eirik sembari menunjukkan lentera dengan Clairessa di dalamnya.
"Oh?!" sang wanita tampak begitu terkejut menyaksikan cahaya Clairessa. "Peri cahaya apa ini? Mengapa begitu cantik?"
"Aku mendapatkannya dari Tropicalea," jawab Eirik. "Dan tampaknya ia tidak keberatan jika kubawa ke sini, karena di sana ia kurang panas."
Ibu Walikota tampak bahagia. Seolah-olah ia sudah menemukan solusi bagi bencana musim dingin di negerinya, setidaknya untuk sementara. Ia mengajak Eirik untuk keluar dari bangunan itu dan berjalan menuju sebuah air mancur di tengah plasa yang terletak di depan balai kota. Air mancur itu membeku karena udara yang sangat dingin. Di puncaknya terdapat sebuah lampu yang sudah mati.
"Bisakah kau tolong aku memindahkan perimu ke dalam lampu itu?" pinta Ibu Walikota.
Eirik mengangguk menyanggupi. Dikeluarkannya Clairessa yang terbang dengan tenang mengikuti telapak tangannya menuju lampu di atas air mancur itu. Dan segeralah sumber cahaya baru memancar dari tengah plasa kota. Cahaya Clairessa yang begitu terang menerangi bagian utama kota itu, memaksa orang-orang untuk keluar, menyaksikan sendiri keajaiban dari negeri tropis yang baru tiba di Frozenland. Beberapa dari mereka mendekat untuk menghangatkan diri. Kehangatan Clairessa rupanya cukup untuk melelehkan sedikit demi sedikit air mancur yang membeku. Tak percaya akan keajaiban itu, Clairessa pun menangis bahagia.

* * *
Waktu berlalu. Bencana musim dingin di Frozenland telah berakhir, meski udaranya masih jauh lebih dingin dibandingkan Tropicalea. Clairessa masih bahagia membantu masyarakat di sana. Terlebih lagi karena dari tempatnya berdiri, di tiang lampu di atas air mancur balai kota, ia dapat menyaksikan laut yang dipenuhi kapal-kapal berlayar, berikut pegunungan yang menjulang di bagian timur kota itu. Mentari mulai muncuk kembali, sehingga Clairessa dapat menyerap cahayanya dan membuat dirinya terus menjadi terang, meski ketika musim dingin datang melanda. 

Suatu malam musim dingin, Clairessa tengah memperhatikan kota yang sudah sunyi dari orang-orang yang berlalu lalang ketika tiba-tiba disaksikannya suatu keanehan tampak di langit. Clairessa melihat cahaya, warnanya hijau kebiruan, seperti jatuh dari angkasa, namun tiada bintang yang menjadi sumbernya di sana. Ia menduga bahwa itu sepasukan peri cahaya Frozenland yang belum terlalu dikenalnya. Dugaan itu lenyap ketika Clairessa menyadari sesuatu. Cahaya hijau itu mampu diserap oleh tubuhnya! Ia memperhatikan sekitarnya. Tak ada peri lain yang melakukannya, entah mengapa. Clairessa tak peduli. Ia membiarkan cahaya itu jatuh dan menari, di atas langit yang menaungi plasa kota. Ia begitu bahagia merasakan pengalaman itu. Cahaya hijau itu, tidak sama dengan mentari, karena ia tidak hangat, namun tampak indah seperti warna zamrud.

"Peri cahaya?! Apa yang kau lakukan?!" terdengar suara familiar di telinganya. 
Clairessa menjauhi cahaya itu dan melihat ke arah sumber suara. Eirik berdiri di sana, dekat dengan air mancur dan sedang memperhatikan dirinya dengan wajah heran. 

"Lihatlah aku!" ujar Clairessa, lalu ia menari dan berputar, membiaskan cahaya hijau kebiruan yang baru saja diserapnya dari langit.
Eirik terpana melihat cahaya itu. Ia terkesima cukup lama, sampai kemudian berseru dengan senang.
"Penduduk Frozenland!! Kalian tak akan percaya apa yang akan kalian lihat! Sekarang kita punya lampu yang bercahaya seperti aurora!"
Beberapa orang mulai membuka jendelanya dan langsung terpana seperti Eirik. Anak-anak berlarian keluar dari rumah dan mendekati air mancur tempat lampu aurora itu berada. Clairessa terus menari, membiaskan cahaya itu hingga ke lekuk-lekuk arsitektur balai kota. Ia begitu bahagia melihat dirinya sekarang. Apa yang telah menjadi kelemahannya di negerinya, kini menjadi kekuatannya di negeri orang. Ia tak percaya akan apa yang telah terjadi padanya. Dan ia tentu lebih bahagia lagi, jika mengetahui bahwa ialah satu-satunya peri cahaya yang mampu membiaskan warna aurora borealis. Tidak hanya di Frozenland, tetapi juga di seluruh dunia. 

(Tamat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar