25.4.14

Dongeng Peri Clairessa (1)

Segala keajaiban alam di dunia ini dikerjakan oleh makhluk-makhluk kecil cantik yang tak kita sadari keberadaannya. Tak percayakah kau akan apa yang baru saja kukatakan? Sekarang cobalah pejamkan mata dan berhentilah melihat dunia dengan kedua mata di wajahmu. Mulailah melihat dunia dengan mata di hatimu dan mungkin kau akan melihat sesuatu yang tengah menjadi pemandanganku saat ini.

Aku melihat sebuah hutan hujan tropis yang hijau dan lebat di suatu lereng gunung. Di dalam hutan itu tumbuh beraneka jenis pohon dan tanaman yang batang dan dahannya besar-besar. Sulur-sulur hijau berjatuhan ke lantai hutan atau menghubungkan pohon demi pohon. Di sana-sini tampak bebungaan yang warnanya indah. Di hutan itu terdapat sebuah kerajaan peri, salah satu yang terbesar di dunia, yang bernama Tropicalea. Peri-peri Tropicalea mendiami celah-celah kecil di batang-batang pohon, tidur di atas helai dedaunan atau berdiam dalam kolam-kolam kecil di bawah air terjun yang mengaliri hutan itu. Di kerajaan itulah para peri yang masih muda tinggal dan belajar untuk kemudian pergi ke dunia luar untuk membantu pekerjaan alam dan manusia di negeri tersebut.

Clairessa adalah salah satu peri cahaya yang tinggal dan berlatih di Tropicalea. Sebagai peri cahaya, ia harus menyerap sedikit berkas cahaya mentari pada siang hari serta bulan dan bintang pada malam hari. Ketika ia dewasa, ia akan keluar dari Tropicalea dan menggunakan cahaya itu untuk membantu manusia. Peri cahaya akan tinggal dalam lentera-lentera dan lampu-lampu yang digunakan manusia untuk menerangi dunianya di malam hari. Ketika hari hujan atau dingin, peri cahaya juga membantu menghangatkan manusia. Semua peri cahaya selalu bersemangat menantikan hari ketika mereka cukup dewasa dan meninggalkan Tropicalea. Tak terkecuali Clairessa, yang sayangnya mempunyai sedikit masalah.

"Clairessa!! Bagaimana kau ini?! Berapa banyak cahaya yang kau serap tadi siang? Bahkan kau tak bisa menguapkan embun di daun ini! Bagaimana kau akan menghangatkan perapian di masa depan nanti?!" bentak Lumina, guru yang bertanggung jawab mendidik para peri cahaya kecil.
"Tapi, Bu... Aku, aku sudah berbaring seharian di bawah sinar matahari. Memang cahayaku tidak sehangat yang lain," Clairessa  mencoba menjelaskan.
"Aku tidak mau tahu. Sudah tugasku meluluskan semua peri cahaya untuk memasuki dunia manusia. Aku tidak ingin kau menodai keberhasilanku, Clairessa. Besok aku mau kau berbaring di atas daun yang paling puncak dan menyerap sebanyak mungkin sinar mentari. Kau mengerti?!" perintah Lumina. Tongkatnya diarahkan ke pucuk pohon tertinggi di hutan itu, yang terletak dalam wilayah Tropicalea.
"Baik, Bu," ujar Clairessa tertunduk sedih.
Demikianlah pada pagi berikutnya, Clairessa langsung terbang ke pucuk pohon yang dimaksud Lumina dan menjemput sinar mentari sejak detik pertama ia terbit. Ia berbaring sepanjang hari di sana, menyerap setiap sinar yang dipancarkan sang mentari. Clairessa tak ingin gagal. Ia selalu bermimpi melihat dunia luar, terutama dunia manusia yang selalu diidamkan para peri. Ia ingin menjadi berguna bagi para manusia dan tentu saja tidak ingin terjebak di Tropicalea untuk selama-lamanya, meski tempat itu indah. Lama ia berbaring di atas daun tertinggi di hutan itu sembari melihat pemandangan hutan yang luas nan hijau. Ia baru kembali ke Tropicalea ketika mentari terbenam.
"Mudah-mudahan besok aku berhasil, " katanya dalam hati.
Hari berganti kembali. Siang itu, semua peri cahaya berkumpul kembali di sebuah lapangan, di atas permukaan yang tersisa dari sebuah pohon tumbang. Clairessa ada di sana, juga beberapa peri cahaya lain yang setingkat dengannya. Pada mulanya ada kepercayaan diri dan harapan yang tumbuh dalam diri Clairessa setelah melalui hari sebelumnya dengan berbaring seharian di bawah mentari. Namun akhirnya perasaan itu lenyap, tatkala ia melihat bahwa peri-peri cahaya lainnya menatap dirinya dengan pandangan aneh dan mulai berbisik-bisik. Akhirnya, salah satu dari mereka angkat bicara.
"Oh, Clairessa, tidakkah kau berdandan terlalu berlebihan hari ini?" tanya Lichta, peri cahaya yang tercantik di kelompok itu. "Apakah kau ingin menyaingi aku?"
"Berdandan? Ah, tidak, aku sama sekali tidak memakai apa-apa hari ini," Clairessa tampak bingung.
"Lihatlah dirimu dan pakaian yang sangat berkilauan itu! Bahkan mataku silau dibuatnya!" ujar Sonneia sambil tertawa mengejek.
Dengan ragu-ragu dan malu, Clairessa memandangi tubuhnya sendiri. Cahaya kuning yang begitu terang terpancar dari tubuh dan pakaiannya. Tampaknya ia terlalu banyak menyerap sinar mentari kemarin hingga tubuhnya menjadi terlampau bercahaya. Dan kini peri-peri cahaya lain mulai menertawakan dirinya. Bahkan Lichta tampaknya menganggap bahwa ia terlalu mencari perhatian dengan cara yang berlebihan. Clairessa ingin sekali cepat-cepat pergi dan menghilang dari hadapan teman-temannya. Sayang sekali, Lumina keburu datang dan hendak memulai lagi latihan hari itu.
"Baiklah semua, hari ini aku ingin kalian menguapkan embun di dedaunan untuk mengetahui berapa panas yang kalian mampu pancarkan untuk menjadi peri-peri cahaya penghangat!" jelas Lumina tentang rencana latihannya hari itu.
Cahaya terang yang memancar dari pakaian Clairessa langsung tertangkap pandangannya begitu ia menyelesaikan penjelasan itu. Disuruhnya Clairessa untuk menjadi peri pertama yang melakukan ujian itu.
"Tampaknya kau menganggap perintahku dengan sangat serius, Clairessa!" katanya sembari menyuruh peri muda itu menghampiri salah satu daun berembun yang terletak tak jauh dari situ.
Rasa malu Clairessa seketika menghilang. Kini ia begitu percaya diri karena banyaknya cahaya mentari yang berhasil diserapnya kemarin. Dengan mantap ia melangkah mendekati daun itu dan berusaha mengirimkan panas dari tubuhnya.

Menit demi menit berlalu, namun daun itu tak kunjung kering. Embun di atasnya masih tenang dalam butiran-butiran dan tidak juga menguap. Lumina mulai melihat dengan tidak sabar selagi Clairessa mulai frustrasi dan kesal karena panas tubuhnya tidak mampu menguapkan embun itu.
"Buat apa pakaian sebercahaya itu jika tidak ada panasnya, Clairessa?!" tanya Lumina dengan kesal.
"Maafkan saya, Bu. Saya tidak tahu mengapa bisa seperti ini. Saya rasa, memang saya tidak mampu menyimpan panas mentari seperti yang lainnya," Clairessa mulai merasa tidak tenang. Suaranya pelan dan seperti tercekat.
"Hahahaa... kasihan kamu, Clairessa! Peri cahaya tanpa panas tak akan berguna bagi manusia!" Lichta tertawa, diikuti oleh peri-peri yang lainnya.
Dengan malu dan sedih, Clairessa terbang meninggalkan tempat itu. Masih dapat ia dengar tawa teman-temannya yang begitu meremehkan dirinya. Ia tidak mengerti apa yang salah dari dirinya. Telah ia ikuti segala suruhan Lumina, namun tak juga berhasil. Mungkin memang dirinya ditakdirkan untuk menjadi tidak sepanas peri-peri lainnya, meski kini ia begitu bercahaya. Mungkin memang ia berbeda, meski ia tak tahu mengapa.

Clairessa kembali pada daun di pucuk pohon. Duduk di sana dan termenung hingga mentari terbenam lagi dan mendatangkan kegelapan. Ia hendak tidur ketika tiba-tiba ia terbangun oleh suara-suara bisikan yang ribut. Suara teman-temannya! Ia mengintip dari balik dedaunan dan mendapati Lichta, Sonneia dan beberapa peri lainnya tengah terbang di dekatnya dengan berbisik-bisik.
"Kau yakin ingin melakukan ini, Lichta?" tanya Sonneia.
"Oh ya, tentu saja! Buat apa menunggu sampai dewasa untuk melihat dunia luar! Kalian sudah tidak sabar, bukan?" tanya Lichta.
"Tentu saja!!!" sahut peri-peri cahaya yang lain.
 Clairessa terkejut mendengar apa yang direncanakan para peri itu. Berulang kali ia berpikir mengenai rencana yang sesungguhnya juga terdengar menarik untuknya. Tetapi bergabung dengan Lichta dan kawanannya bukanlah ide bagus, setelah apa yang ia lakukan padanya hari ini. Rupanya Clairessa memilih untuk tidak peduli. Dengan nekat ia turun mendekati peri tercantik itu.
"Hei, mau apa kau kemari? Pasti kau ingin melaporkan perbuatan kita, bukan?" ujar Sonneia yang menyadari kedatangan Clairessa lebih dulu.
"Aku tidak ingin melapor. Justru aku tertarik untuk ikut dengan kalian," jawab Clairessa.
"Ikut dengan kami? Maaf ya, Clairessa. Bukan maksudku melarangmu ikut, tetapi cahayamu terlampau terang dan akan membuat kita semua ketahuan!" tolak Lichta dengan nada angkuh.
"Mmm.. tidak, aku tidak akan membuat kalian ketahuan. Kalian terbang duluan saja, aku akan mengikuti kalian jauh di belakang," kata Clairessa.
Para peri cahaya itu kemudian berunding. Perdebatan memutuskan bahwa Clairessa boleh ikut, dengan syarat ia akan terbang jauh di belakang dan menjadi umpan bagi para penjaga Tropicalea yang mungkin tak sengaja melihat mereka terbang ke pinggir hutan dan menyeberangi batas kerajaan peri. Meski ada perasaan takut, Clairessa menerima hasil perundingan itu. Ia begitu ingin melihat dunia luar dan bertemu dengan manusia. Mungkin ia dapat menemukan jawaban, apakah dirinya benar-benar tidak berguna tanpa panas atau tidak.

(bersambung)

 
 
 

 

 
 
 
 
 
 

 
 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar