4.9.12

Penyihir Cermin dan Lady Calime (2)

"Tolooong..!! Kebakaraaan!!"
"Selamatkan mereka!! Cepat! Cepat!"
Teriakan penduduk terdengar di seluruh penjuru desa. Mereka berlari ke sana ke mari mencari sumber air dan berusaha memadamkan api yang berkobar-kobar di salah satu sudut desa. Si jago merah sedang melahap salah satu rumah dengan ganasnya. Rumah Blanche. Di dalam rumah itu tinggal kedua orang tuanya dan Blanche sendiri, sementara sang kakak sudah pindah tinggal setelah pernikahannya. Api yang sangat besar disertai asap tebal seakan menelan rumah itu beserta isinya. Walaupun penduduk desa telah menyiramkan bergentong-gentong air, tetap saja api terus berkobar tak kunjung padam. Usaha yang mereka lakukan berjam-jam menjadi sia-sia ketika akhirnya bangunan itu habis dilalap api.

Tanah di sekitar rumah masih panas dan asap masih membumbung di beberapa sudut. Para penduduk berkerumun menanti sisa apa yang akan mereka temukan dalam rumah. Ketika dirasa cukup aman, beberapa dari mereka mencoba masuk menembus reruntuhan rumah itu. Mereka mencari entah apapun yang bisa mereka temukan di dalam. Semua habis tak tersisa, termasuk kedua orang tua Blanche yang telah menjadi mayat. Tiba-tiba terdengarlah suara isak tangis lain dari balik reruntuhan. Dengan cepat para penduduk desa bekerja sama mengangkat kayu dan batu yang rata dengan tanah. Mereka menemukan sosok Blanche yang terbungkus kain hitam dan menangis tersedu-sedu di bagian yang dulunya kamar pojok di rumah itu, tempat Blanche disembunyikan.
"Siapa gadis ini?" seseorang mencoba membuka kain hitam yang menyelimuti dirinya.
Mereka terkejut karena tak satu pun penduduk desa itu mengetahui keberadaan Blanche sebelumnya.
"Bukankah keluarga ini hanya punya satu anak perempuan?" tambah yang lain. 
"Tidak, mereka punya dua. Tetapi yang satu sudah mati," kata seorang ibu.
"Lalu siapa dia?" tanya yang lain lagi.
"Cukup sudah! Berhenti berdebat. Dia ini Blanche, adikku!" kata sang kakak.
Wanita cantik itu bangkit dari sisi mayat orang tuanya dan menghampiri adiknya yang menangis tersedu-sedu. Alangkah terkejutnya ia ketika dibukanya kain hitam itu dan mendapati bahwa adiknya sangat cantik, bahkan melebihi dirinya. Semua orang di sekitar mereka sibuk berbisik-bisik. Tak satu pun percaya bahwa wanita itu memiliki adik. Tak satu pun percaya bahwa ada seseorang yang sangat cantik telah selamat dari kebakaran besar itu. Mereka merasa keajaiban telah terjadi.

* * *
Setelah kejadian itu, Blanche tinggal bersama kakaknya di sebuah rumah di bagian desa yang terletak dekat dengan hutan. Sang kakak selalu sibuk bekerja. Ia mencari kayu bakar di dalam hutan. Sementara suami sang kakak menghidupi keluarga barunya dengan bekerja sebagai tukang kayu di rumah. Tanpa sepengetahuan kakaknya, diam-diam Blanche telah menaruh hati pada si tukang kayu. Mulanya si tukang kayu tak pernah meladeni setiap godaan yang dilontarkan gadis itu padanya. Blanche yang kesal karena selalu gagal membalaskan dendam pada kakaknya mulai menggunakan sihirnya lagi. Ia mengucapkan mantera dan berhasil menjerat si tukang kayu dalam perangkapnya. 

Suatu hari sang kakak pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar seperti biasa. Namun di tengah jalan ia teringat akan sesuatu. Ia lupa membawa bekal yang telah disiapkannya di atas meja. Alangkah terkejutnya ia ketika tiba di rumah. Sang kakak mendapati bahwa adiknya, Blanche, telah tidur bersama suaminya tanpa sepengetahuan dirinya. Ia juga terkejut menemukan buku mantra dan alat sihir lainnya berserakan di kamar Blanche. Segera ia mengetahui apa yang telah dilakukan adiknya. Dengan penuh amarah ia menyeret Blanche dan mengusirnya keluar bersama peralatan sihirnya.

Penuh benci dan dengki, Blanche pergi berlalu dari rumah itu. Ia kemudian hidup menumpang dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia mengganti namanya berulang kali, juga wajahnya sehingga tidak diketahui orang. Tetapi selalu akhir yang sama ditemukan pada setiap rumah. Blanche berselingkuh dengan suami wanita yang tinggal di rumah itu sehingga ia selalu diusir. Lama kelamaan orang tersadar bahwa setiap wanita yang datang ke rumah mereka adalah orang yang sama. Wanita terakhir yang ditumpangi Blanche berhasil menyeretnya ke gedung pengadilan di kota yang terletak di balik tembok tinggi. Dibukanya keras-keras pintu gedung pengadilan dan ia berteriak dengan lantang:
"Bapak Hakim yang terhormat, hari ini juga telah saya temukan seorang wanita penyihir yang bersembunyi di antara kami!" lalu ditunjukkannya peralatan sihir Blanche sebagai bukti.
 Sidang atas terdakwa Blanche digelar. Semua penduduk yang telah menjadi korbannya berkumpul di situ dan berteriak-teriak dengan gaduh meminta Blanche segera dihukum.
"Hukuman paling pantas untuk penyihir adalah dibakar!" teriak seorang ibu.
"Atau ditenggelamkan di sungai!" tambah ibu lainnya.
Kemudian sang hakim berusaha menengahi keriuhan yang terjadi.
"Tenang dulu para penduduk desa. Kita tidak bisa langsung menjatuhkan hukuman dengan tidak bijak. Sebelumnya tidak pernah ada hukuman seperti itu yang dijatuhkan pada penduduk desa kita, " kata sang hakim.
"Biarkan saja, Pak Hakim! Hukum mati saja wanita ini!!" teriak beberapa wanita yang menjadi korban Blanche.
Namun para penduduk desa tak dapat menentukan apa hukuman yang pantas bagi Blanche. Beberapa wanita ingin dia dihukum gantung. Beberapa yang lain minta hukuman bakar, seperti penyihir-penyihir di negeri-negeri lainnya. Ada pula yang meminta agar Blanche ditenggelamkan di sungai. Pada akhirnya karena solusi tidak kunjung ditemukan, sang hakim memutuskan untuk mengusir Blanche jauh dari wilayah tersebut dan menyita segala peralatan sihirnya. Pakaian Blanche yang indah disita dan diganti dengan pakaian lusuh. Rambut merahnya yang indah dipotong dan segala perhiasan yang dipakainya dilucuti. Dengan mata tertutup ia dibawa jauh meninggalkan kota dan desa-desa di situ, lalu dilepaskan di tengah hutan dan ditinggalkan di sana. Tak satu pun pernah melihat Blanche setelah kejadian itu. Tahun-tahun dan masa yang panjang berlalu. Orang mulai melupakan namanya. Kisah Blanche hanya menjadi legenda, sebelum kemudian dilupakan sama sekali. Tetapi sesungguhnya ia terus hidup melewati tahun-tahun itu, tanpa seorang pun yang tahu apa yang dilakukannya. Sosok buruk rupa aslinya telah kembali, seiring dengan dirinya yang dijauhkan dari peralatan sihirnya.

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar