5.9.12

Penyihir Cermin dan Lady Calime (3)

Tak ada satu pun manusia yang masih mengingat kisah Blanche sang penyihir. Bahkan semua orang kini menganggap keberadaannya sebagai dongeng saja. Termasuk Lady Calime, seorang putri yang sangat cantik dari garis keturunan halfelven atau campuran manusia dan elf. Darah elf yang mengalir di tubuhnya membuatnya memancarkan cahaya putih lembut. Walau demikian, darah manusia yang dimilikinya membuatnya tidak abadi sehingga tetap harus melewati kematian layaknya manusia.

Hari ini Lady Calime sangat berbahagia. Beberapa hari lagi akan tiba hari pernikahan yang paling dinantinya seumur hidup. Hari ini juga, Roland, calon suaminya yang juga seorang ksatria tampan dan gagah berani akan pindah ke kastil yang didiami Lady Calime. Pesta pernikahan memang akan dilangsungkan di kediaman mempelai wanita sebagaimana tradisi yang hidup di kerajaan tersebut. Siang itu Roland tiba bersama para pengawal dan pengiringnya. Mereka membawa banyak sekali barang dan menempatkan semuanya di kamar sang ksatria yang terletak tidak jauh dari kamar Lady Calime. Menurut tradisi kerajaan juga, kedua calon mempelai akan tidur di kamar berbeda sampai pada hari pernikahan mereka. Pada hari pernikahan itu akan disiapkan kamar lain tempat mereka akan bersatu pada akhirnya.

"Barang apa saja yang kau bawa, kekasihku?" tanya Lady Calime ketika ia mengintip ke dalam kamar Roland dari pintu. Tampak jelas ada banyak sekali barang baru di dalam kamar itu yang bahkan masih ditutupi selubung kain.
"Aku juga tidak tahu, Sayang, sebagian besarnya hadiah dari kerabat-kerabatku untuk hari pernikahan yang akan datang sebentar lagi," jawab Roland.
Ksatria itu kemudian mengundang sang kekasih masuk dan menemaninya di kamar. Lady Calime melangkah dengan penuh keanggunan dalam balutan gaun biru lautnya yang indah.
"Mungkin kita bisa membuka satu persatu benda ini bersama-sama," usul Roland, yang langsung disetujui Lady Calime.
Sesungguhnya dari sekian banyak barang, Lady Calime sangat penasaran dengan sebuah benda pipih yang lebar dan diselubungi kain berwarna hijau pupus yang warnanya sudah tidak indah lagi. Dengan segera ia mengambil benda yang bersandar di tembok itu dan membuka kain yang menutupinya.
"Apa itu, cermin?" tanya Roland ketika melihat benda yang dipegang kekasihnya.
"Sepertinya demikian, cermin antik yang sudah tua," jawab Lady Calime, ia membuka seluruh selubungnya.
"Aneh. Kenapa ada orang yang memberiku cermin?" sang ksatria bertanya dengan bingung.
"Haha... tidak apa-apa. Itu tetap hadiah. Seorang pria tidak berarti tidak butuh cermin, bukan?" ujar Lady Calime.
"Aku penasaran, siapa yang terpikir untuk menghadiahi aku sebuah cermin antik," kata Roland.
Karena penasaran, sang ksatria memanggil salah satu orangnya yang tadi membawa barang-barang ini ke kamar.
"Dari mana kau dapatkan cermin ini? Apakah ini hadiah? Siapa yang memberikan benda ini kepadaku?" tanya Roland.
"Cermin itu kami beli di pasar, Tuan. Seorang nenek tua menjualnya. Kata nenek itu, cermin ini akan membawa kebahagiaan bagi pernikahan Tuan," jawab pria yang dipanggil tadi.
Tanpa bertanya lagi, Roland menyuruh orang itu meninggalkan kamar. Baik Roland maupun Lady Calime tak ada yang sungguh-sungguh percaya dengan kebahagiaan yang dijanjikan benda itu. Meski demikian, Lady Calime merasa cermin itu memiliki keindahan tersendiri yang dapat menghias kamar yang kosong itu. Sang putri mengambil cermin itu dari tangan kekasihnya lalu menggantungkannya pada sebuah paku di tembok, tepat berhadapan dengan tempat tidur di tengah ruangan. Bayangan ruangan yang kosong dan kusam tampak indah di dalam cermin. Mungkin cermin itu sungguh-sungguh cermin ajaib.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar