26.7.13

Hanya Sebuah Khayalan yang Ketinggian

Di beberapa tulisan sebelumnya, gue selalu menekankan bahwa mimpi adalah sesuatu yang bisa dicapai dengan usaha keras dan fokus. Tapi di tulisan yang kali ini gue memutuskan untuk membagikan sedikit pemikiran (atau kegalauan?) gue berkaitan dengan mimpi ini. Pertanyaan seputar apakah gue sebetulnya sudah kebanyakan mimpi sebetulnya sudah sering bertualang di kepala gue. Ya, jujur aja sebagai tukang mimpi yang beberapa mimpinya sudah tercapai, tetap aja sebagai manusia gue merasa kurang. Gue merasa ada banyak mimpi yang belum diwujudkan tapi waktunya sedikit, atau malah terasa nggak mungkin. Sejauh ini mimpi-mimpi gue yang tercapai diperjuangkan dengan doa yang banyak, kemampuan kognitif dan harapan. Dan itu semua nggak mudah. Rata-rata butuh perjalanan panjang, gagal di sana-sini dan lain sebagainya. Gue pengen juga kadang-kadang ketiban mimpi yang tiba-tiba, yang karena keberuntungan gitu. Ok, baiklah, gue pernah sih beberapa kali ketiban keberuntungan kecil-kecil, termasuk menangin satu mini CD lagu Mittelalter yang jelas gak bakal dijual di Indonesia, tapi bukan mimpi seperti itu yang gue maksud.

Mimpi yang gue maksud sedikit banyak disebabkan oleh diri sendiri yang kebanyakan baca komik, baca novel romantis, nonton film atau bahkan ngepoin teman sendiri. Nah, ini nih yang mulai membuat gue berpikir bahwa gue udah kebanyakan melakukan hal-hal itu. Atau sebetulnya bukan benda-benda itu sih yang bikin gue jadi tukang mimpi, tapi guenya sendiri yang masih sulit mendefinisikan beberapa hal di dalamnya sebagai "khayalan belaka" dan bukan "realita yang mungkin aja terjadi". Gimana ya, kadang-kadang gue suka ngarep berlebihan sih kalau-kalau kejadian-kejadian di komik, novel dan film itu bisa terjadi beneran sama gue. 

Apa sih sebetulnya yang ada di komik, novel atau film yang gue nikmati sampai jadi kebanyakan mimpi itu. Yah.., sebetulnya ujung-ujungnya persoalannya sama sih, masalah masa depan. Lebih jelasnya, bertemu seseorang yang akan jadi masa depan kita. Gue heran ya kenapa sih kalau di komik, novel atau film itu kejadiannya selalu menarik (ya iyalah kalau ngebosenin atau biasa banget ntar gak ada yang beli -.-a). Misalnya nih, di novel romantis pertama yang gue baca, judulnya Love in Prague karyanya Riheam. Pasti banyak deh yang udah baca ini. Sebetulnya cerita cintanya biasa aja sih, tipikal teenlit gitu. Tapi kenapa yah, kok dua karakternya ini bisa jatuh cinta dengan latar belakang kota Praha yang cantiknya to the max? Padahal nih ya, kalau yang namanya jatuh cinta tuh mau kejadiannya di perkampungan kumuh pinggir rel dekat tempat pembuangan sampah pun rasanya tetap aja semua jadi indah banget, apalagi di kota secantik Praha :'3 Atau cerita yang ditulis sama empat penulis lokal, yang judulnya Travelers' Tale: Belok Kanan, Barcelona. Dua tokoh yang tadinya nggak disangka-sangka malah ketemu dan akhirnya nikah. Dan mereka jadi mengenal satu sama lain lewat perjalanan panjang yang mereka lalui untuk sampai di Barcelona. Mengenal seseorang dan jadi suka dalam suatu kesempatan melakukan perjalanan bersama itu menurut gue keren banget. Novel-novel kayak gini tuh sekarang lagi menjamur banget dan merekalah satu-satunya kelompok novel cecintaan yang gue masih suka baca (soalnya gue gak suka yang settingnya cuma di sekolah, kampus atau kehidupan perkantoran. Bosen banget -,-"). Gimana nggak makin berkhayal coba. 

Sebetulnya cerita-cerita di komik nggak sampai seheboh novel sih, karena mereka kebanyakan bersetting sekolah atau kampus. Tapi tetep aja ya, apapun yang mereka lakukan di sana, atau adegan-adegannya terasa "lebih" daripada dunia nyata. Adegan favorit gue misalnya kalau ada karakter yang pasangan lagi kencan di taman ria. Terus pas naik ferris wheel tiba-tiba tanpa sadar mereka ciuman. Atau misalnya mereka baru pdkt terus pas di puncak ferris wheel itu mereka jadian. Hmm.. gimana ya, waktu gue jadian kayanya gak ada yang sampai segitunya. Tempat jalan terromantis paling museum atau Kota Tua (yang udah banyak alaynya jadi bikin males -.-a). Itu pun pergerakannya terbatas oleh norma-norma ketimuran yang sebetulnya masih gue pertanyakan kenapa. Hmm...

Menjelang keberangkatan gue ke Jerman, gue pun semakin berkhayal ketinggian. Masalahnya, orang yang bakal jadi masa depan kita itu kan bisa ada di mana aja. Kalau gue diberkati dengan cerita hidup yang menarik seperti novel dan film, bisa aja orang itu ada di kursi samping gue pas di pesawat, di ruang tunggu bandara, di segala sudut kota Munich, di antrean panjang menuju Neuschwanstein, di dalam U-Bahn/S-Bahn, di suatu sudut di kota Salzburg ketika gue tengah berpetualang sendirian di sana, di tengah keramaian festival Mittelalter yang mungkin gue datangi, di dalam perpustakaan LMU ketika gue mencari bahan untuk skripsi, bahkan di kamar tetangga di Wohnheim. Atau bisa aja orang itu sebetulnya teman lama di Eropa yang jauh-jauh datang ke Munich ketemuan langsung dan lalu berlanjut sampai... ehem. >////< 

Yah... gue gak mau berharap muluk-muluk sih. Sampai saat ini gue cuma berdoa supaya perjalanan gue ini membawa sesuatu yang berguna dan menyenangkan, termasuk pengalaman-pengalaman seru yang tidak terlupakan. Berkaca pada pengalaman teman-teman gue, sebut saja si A, si D dan si S, semua berani melepaskan masa lalunya dan melangkah menuju masa depan yang lebih baik. Mudah-mudahan setelah berani melepas masa lalu gue, gue pun memperoleh masa depan yang lebih cerah dan mimpi-mimpi lain yang tercapai. Amin. :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar