24.8.12

Ksatria Malam dan Bunga Salju (5 - end)

Alangkah terkejutnya Thorvard ketika ia tiba di negerinya. Desa-desa di sekitarnya sudah porak poranda. Bekas-bekas terbakar api tampak di sana sini. Entah apa yang terjadi di dalam kastil ia tidak tahu dan tidak ingin mengetahuinya. Ia ingin segera menemui gadis yang bernama Yngva lalu berlari mencari ayahnya. Menara kastil dan gerbangnya masih kokoh berdiri, tetapi bekas pertempuran terlihat jelas di berbagai sisi. Ia tidak tahu lagi siapa yang berkuasa di dalam kastil itu.

Thorvard berlari menuju salah satu reruntuhan desa. Ia tidak dapat menemukan seorang pun di sana. Lebih terkejut lagi karena yang dilihatnya hanyalah mayat-mayat orang tak bersalah tertancap di tombak-tombak yang dipancangkan di kiri kanan jalan --- tanda legitimasi kekuasaan dan kemenangan suku barbar yang menyerang mereka. Sepanjang hari ia mencari keberadaan atau setidaknya tanda-tanda keberadaan Yngva. Ia sangat berharap gadis itu masih hidup. Tetapi kenyataan yang tampak menunjukkan sebaliknya, bahkan tak ada manusia tersisa di desa itu. Pastilah meskipun ada yang selamat mereka telah melarikan diri entah ke mana.

Ksatria itu menatap langit. Di ufuk timur sudah muncul cahaya kemerahan. Ia tahu ia akan gagal menjadikan pagi kemarin sebagai pagi terakhirnya dalam wujud serigala. Sadar bahwa tidak ada satu pun manusia yang melihatnya, ia membiarkan tubuhnya berubah sosok di tempat terbuka tanpa bersembunyi terlebih dahulu. Dengan mata serigalanya, Thorvard mendapatkan penglihatan yang lebih tajam. Penciuman dan pendengarannya juga menjadi lebih baik. Dari sinyal bau ia ketahui bahwa tak jauh dari tempat itu ada sosok manusia. Dengan cepat diputarnya pandangan ke segala arah. Hutan keramat. Ke arah sanalah Thorvard mengikuti bau itu dan mendapati seorang gadis berambut emas berkepang yang kulitnya nyaris sama putihnya dengan salju. Yngva, berdiri di antara pepohonan ek yang tertutup salju di tepi hutan. Melihat kecantikan sang gadis, Thorvard jadi lupa diri.
"Selamat pagi, gadis cantik. Apakah kau Yngva?" tanya Thorvard dalam wujud serigala.
 Yngva terkejut mendengar suara geraman serigala tak jauh dari tempatnya berdiri. Ia mundur beberapa langkah dan memasang tatapan waspada.
"Yngva, tunggu! Kau harus menolongku. Aku mohon, aku minta sedikit saja air matamu."
Sang serigala berjalan mendekat sehingga kali ini Yngva dapat melihat sosoknya dengan jelas. Serigala itu menggeram-geram dan menatap lekat-lekat dirinya. Yngva mulai merasakan ancaman yang berada di dekatnya. Gadis itu berlari masuk ke dalam hutan.
"Yngva, tunggu aku!" seru Thorvard, ia langsung berlari menyusul Yngva.
"Oh, tidak! Hidupku dalam bahaya! Kenapa tiba-tiba ada serigala di sini?" pikir Yngva selagi kakinya melangkah cepat melompati semak-semak dan akar pohon.
Yngva berlari dan terus berlari. Sama seperti ketika suku barbar penunggang kuda itu mengejar dirinya. Ia berbelok ke sana dan kemari menghindari kejaran serigala. Tetapi Thorvard berlari begitu cepat. Penciuman dan pendengarannya yang tajam membuat Yngva selalu gagal menghilangkan jejak. Gadis itu terpaksa menghindar dengan memanjat pohon.
"Baiklah, aku akan tunggu di sini sampai dia pergi," pikir Yngva. Ia menempatkan diri pada dahan yang tidak mampu dicapai oleh Thorvard.
Thorvard berdiri dan menunggu di bawah. Bagi Yngva, sang serigala tidak kunjung berhenti menggeram dan melolong. Tetapi sesungguhnya Thorvard berbicara padanya dalam bahasa yang tak diketahuinya.
"Jangan takut, Yngva. Aku tidak akan menyakitimu. Aku berjanji. Tolonglah aku yang malang ini. Aku hanya meminta sedikit air matamu," mohon Thorvard. 
"Sungguh menakutkan, aku harus mencari cara untuk berlindung dari serigala ini. Kutunggu mentari terbenam dan aku akan berlari ke danau sehingga aku dapat menjadi bunga salju. Mungkin serigala itu tidak akan tertarik lagi untuk memangsa diriku," Yngva mendapatkan ide cemerlang.
* * *
Musim dingin menyebabkan siang tidak berlangsung panjang. Dengan cepat ufuk barat menjadi kemerahan tanda mentari hendak terbenam dan berganti dengan bintang-bintang malam. Yngva melihat sang serigala. Tampaknya ia tidak lagi memperhatikan. Namun sesungguhnya Thorvard pun menunggu malam tiba sehingga ia dapat berbicara dengan Yngva dalam sosok ksatrianya. Yngva turun dari pohon dengan mengendap-endap. Ketika ia sudah sedikit menjauhi pohon itu, Thorvard tersadar.
"Oh tidak, ke mana perginya gadis itu?" ia kebingungan mencari sosok Yngva. "Tidak bisa, aku harus jadi manusia seutuhnya mulai besok. Aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan." pikirnya.
Beruntunglah Thorvard karena gadis itu tidak pergi jauh. Yngva berdiri di tengah kolam yang membeku seolah menantikan sesuatu. Thorvard memutuskan untuk mengawasi gadis itu dari balik pohon dan keluar ketika malam mengubah sosoknya. Perlahan-lahan langit hitam musim dingin mendatangkan kegelapan di atas bumi. Yngva masih berdiri di sana, kini bermandikan sinar bulan. Sosok berwarna putih itu semakin putih dan menyatu dengan es di bawah kakinya. Perlahan dan anggun ia menjadi sosok yang berbeda sekali. Setangkai bunga salju.
"Tidak!! Yngvaaaa!! Apa yang terjadi?? Mengapa sosokmu berubah? Aku baru saja hendak meminta tolong padamu," Thorvard melompat keluar dari balik pohon, kini dalam sosok ksatrianya.
Dalam sosok bunga saljunya Yngva terkejut. Sosok yang melompat ke arahnya, bukan seekor serigala, tetapi seorang ksatria tampan.
"Oh, jangan... jangan sekarang..., aku tak ingin berubah jadi bunga salju. Dewi musim dingin, kembalikan sosokku," pintanya dalam hati. "Bagaimana jika ia sang ksatria itu? Tidak, aku tidak bisa melihat diriku membunuh orang lain."
"Yngva, tolonglah... kembalilah jadi manusia..."
Thorvard berlutut dan memohon. Ia menyentuh lembut kelopak beku sang bunga salju. Ia mendapatkan ide. Mungkin dengan mencabutnya, sosok Yngva akan kembali. Thorvard menempatkan genggamannya pada tubuh bunga itu.
"Hentikan perbuatanmu, wahai Ksatria. Kau akan mati jika mencoba memetik diriku," cegah Yngva dalam suara yang tidak terdengar oleh Thorvard.
Thorvard mulai menarik tubuh sang bunga salju. Akarnya begitu kuat dan sulit tercabut. Permukaan es tempat dia tumbuh bahkan tidak kunjung retak. Justru jari-jari dan telapak tangan sang ksatria mulai biru dan membeku. Tetapi ia terus berjuang.
"Cukup sudah, Ksatria! Jangan lakukan itu! Aku tak ingin kau mati oleh karena diriku!" Yngva menjerit sia-sia.
"Walau tubuhmu akan membekukanku, aku akan tetap menarikmu. Aku ingin kau kembali, Yngva!" Thorvard bersikeras selagi es mulai merambat dan membekukan seluruh tangannya.
"Tolonglah dengarkan aku...,"
Yngva pasrah. Hatinya menangis melihat perjuangan sang ksatria. Thorvard masih berusaha mencabut tubuhnya dari tanah. Kedua kaki sang ksatria sudah membeku. Es terus merambat menyelimuti separuh tubuhnya.
"Aku pasti bisa melakukannya. Yngva, kau akan kembali, kau harus menolongku," ia bersikeras.
Es tempat bunga itu tumbuh mulai retak. Tetapi bunga itu masih sulit tercabut. Waktu sang ksatria tidak banyak. Es hampir mencapai jantungnya. Jika es itu berhasil, maka sang ksatria akan mati.
"Yngva, kembalilah...,"
Thorvard berbisik lemah, namun tarikan tangannya tidak berkurang kuatnya. Ia kehilangan napasnya tepat ketika sang bunga salju tercabut dari tanah es yang mengurungnya. Sang ksatria terkapar di lantai beku kolam dengan bunga salju dalam genggamannya. Namun perlahan-lahan wujud bunga salju itu lenyap. Sosok Yngva yang seputih salju terbaring tepat di samping sang ksatria. Ia segera tersadar dan menghampiri Thorvard yang membeku.
"Oh, tidak...," bisik Yngva lirih dan sedih. "Tidak..., aku telah membunuhnya...," suara tangis gadis itu memecah kesunyian hutan di malam hari.
Ia mendekap Thorvard begitu erat, seolah hendak mengantarkan hangat tubuhnya dan mencairkan es yang membekukan tubuh sang ksatria. Air matanya jatuh dan membasahi pipinya, lalu mengalir jatuh tepat di dada sang ksatria malam. Tanpa Yngva sadari, air matanya yang hangat memberikan keajaiban. Es yang menyelimuti tubuh sang ksatria mulai mencair. Napas kehidupan perlahan kembali pada Thorvard. Ketika ia mulai tersadar dan membuka mata, dilihatnya kecantikan Yngva dalam balutan duka berada tepat di hadapannya. Ia melihat butir-butir air mata yang membasahi wajah sang gadis. Air mata yang telah menyelamatkan dirinya dan menghapus kutukannya.
"Yngva," panggilnya, "terima kasih." lalu didekapnya gadis itu dengan begitu erat.
Yngva terkejut lalu tersenyum ketika menyadari bahwa sang ksatria tidak mati. Ia membalas dengan dekapan yang sama. Air matanya menjadi air mata bahagia. Berakhirlah sudah kutukan atas mereka berdua.

Thorvard Sigmundson kembali ke kastilnya dan mendapati bahwa tidak ada keluarganya yang selamat. Kastil itu telah jatuh ke tangan suku-suku barbar. Ia kembali pada Yngva Thunorsdottir dan menikahi gadis itu disaksikan segala penghuni hutan keramat. Keduanya bersumpah menjaga hutan itu dari ancaman musuh atau orang-orang yang akan merusak hingga akhir hayat mereka. Konon katanya ketika mereka meninggal, Yngva dikuburkan di dekat kolam di tengah hutan dan makamnya dipenuhi oleh bunga-bunga salju yang tumbuh cantik di musim dingin, sementara Thorvard dikuburkan di sampingnya, tetapi arwahnya menjelma menjadi serigala abu-abu yang mendiami dan menjaga hutan itu sampai sekarang.

(end)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar