Suasana di luar tenda sudah sepi. Hanya ada beberapa orang yang berlalu-lalang. Keramaian masyarakat Abad Pertengahan di lapangan luas itu sudah tidak tampak lagi. Namun dari salah satu sudut pekan raya itu terdengar hentakan musik yang begitu keras. Suara riuh rendah menyertai irama musik yang berdentum. Tampaknya sudah waktunya pertunjukkan dari band-band papan atas dan keramaian yang tadi siang menyebar kini sudah menyemut di depan panggung.
Aku menoleh sebentar ke arah keramaian itu, namun kemudian kuputuskan untuk pulang saja. Tidak menyenangkan menonton konser semacam itu seorang diri. Aku sudah tidak sabar menemui batu-batu Runeku di rumah dan mencoba mempraktekkan cara melakukan ramalan dengan Rune. Sedikit banyak gerakan dan suara sang Runemaster menginspirasiku untuk segera memulai latihanku. Mungkin dengan sering latihan, aku akan dapat mengerti segala misteri yang diucapkan sang Runemaster tadi.
Letak rumahku tidak begitu jauh dari tempat festival itu berlangsung. Tepatnya hanya sekali naik bus ditambah berjalan kaki selama lima belas menit maka aku sudah tiba di rumah. Dengan cepat kudapatkan bus yang akan membawaku ke halte terdekat dari rumahku. Hari sudah malam ketika aku tiba di sana. Tidak ada seorang pun menunggu di halte, atau berjalan di jalan. Entah mengapa hari itu sangat sepi, bahkan para Nattravn* tidak tampak di mana pun. Mulanya aku berjalan sendiri, namun kemudian aku sadar akan sesuatu. Beberapa langkah kaki mengikutiku! Dengan segera kupercepat jalanku. Walau demikian, suara langkah kaki itu tetap saja terdengar. Semakin dekat. Semakin dekat.
"Hahaha..., kau tidak akan bisa kabur, manis," seorang dari mereka menyambarku lalu melingkarkan tangannya di leherku.
"Ayo, temani kami saja malam ini," tambah yang lain.
Mereka mencengkeramku begitu kuat. Entah siapa mereka, tetapi dari aksen bicaranya sudah pasti bukan orang lokal. Sekuat tenaga aku berusaha melawan namun sia-sia. Cengkeraman mereka terlalu kuat. Mereka bermaksud menarikku masuk ke mobil mereka, yang dikemudikan oleh salah satu teman mereka yang lain.
"Lepaskan aku!!" aku menjerit. "Seseorang, tolong!!!"
"Percuma saja, Manis. Tak ada seorang pun di sekitar sini selain kami," kata mereka.
"Tidak! Lepaskan aku, dasar penjahat!!"
Kugigit tangan dia yang mencengkeram leherku. Ia berteriak mengaduh dan melepaskan tangannya hingga cengkeramannya menjadi longgar. Aku segera melepaskan diri dan berlari. Sesuatu terlepas dariku. Kulihat mereka berhasil menarik kalung pemberian Sigurd. Aku terkejut dan kecewa, namun tidak ada waktu untuk merebutnya kembali. Aku terus berlari dan berlari hingga mencapai sebuah bukit. Aku tidak berhenti sampai kakiku mencapai puncaknya. Kulihat ke belakang, sepertinya mereka telah berhenti mengejarku. Aku langsung menyandarkan diri pada salah satu pohon dan mengatur napas.
"Ah, Freyja, tampaknya ketidakberuntungan baru saja menggagalkan masa depanmu yang bahagia," kataku pada diri sendiri.
Kuraba leherku. Benda itu sudah tidak melingkar di sana. Bandulnya sudah tidak tergantung di sana. Petunjuk yang ingin kucari tahu artinya sudah hilang sebelum aku berhasil menguak misterinya.
"Freyja bodoh! Kau bodoh, tahu! Bodoh dan ceroboh sekali! Hanya karena kau tidak mau melangkah keluar dari masa lalu, sekarang benda kesayanganmu yang paling berharga hilang!" suara-suara yang menyalahkan diriku terus berkecamuk di kepalaku dan membuatku menjadi galau.
"Hahaha.. iya, aku memang bodoh. Aku Freyja si bodoh yang ceroboh yang nggak bisa move on. Lebih bodoh lagi karena kau mengharapkan orang yang sudah mati. Haha.. Sigurd sudah mati. Aku masih mengejarnya sampai buta akan pria lain yang masih hidup. Hahaa... biarkan saja...aku bodoh..., yang penting aku bahagia," aku berbicara sendiri, seolah membantah apa yang dikatakan pikiranku. Tanpa sadar air mata menggenangi pelupuk mataku dan mulai jatuh bulir demi bulir.
Aku enggan pulang. Aku mau di sini saja dan melepaskan segala kekacauan hati dan pikiran ini. Kutelungkupkan kepalaku hingga menyentuh kedua lutut yang kulipat ke depan. Aku diam dan menangis sendiri. Aku senang tempat ini sepi, hanya aku berdua dengan perasaan yang kacau.
* * *
"Maaf, apakah ini milik Anda?"
Seseorang dengan suara yang baru saja kudengar memecah keheningan malam. Buru-buru kuhapus air mata yang membasahi wajahku dan segera mencari arah suara tersebut. Alangkah terkejutnya aku melihat sosok yang berdiri di sana. Tubuhnya yang tegap dengan rambut emas yang terurai panjang sedikit melebihi bahu berdiri di sana dalam balutan mantel hitam bertudung persis seperti yang dikenakan sang Runemaster.
"Apakah aku mengenalmu....?" tanyaku, sedikit tak percaya dengan pemandangan di depanku.
Pria tampan itu hanya tersenyum misterius dan mengangguk.
"Si.. Sigurd??" suaraku berbisik lalu hilang ditiup angin. "Tapi kata ibumu di surat itu kau sudah ....."
"Freyja, batu-batu Rune itu sudah menjelaskan bukan? Ada sesuatu yang jahat yang memicu masalahmu terjadi di masa lalu. Aku masih hidup, Freyja, seperti yang kau lihat. Bahkan ketika kau mendengar kabar itu, aku masih menghirup udara bebas di dunia ini. Ibuku yang telah memisahkan kita. Ibuku tidak ingin aku terlalu dekat denganmu. Ia ingin aku bermain di lingkungan yang lebih kaya dan di masa depan menikahi orang yang kaya," jelas Sigurd.
"Tapi.. tapi.., berita kebakaran itu??" aku semakin bingung.
"Rumah kami memang terletak di blok yang sama dengan kebakaran besar itu, tetapi beruntunglah kami semua selamat. Ibuku memanfaatkan kejadian itu untuk menyebarkan berita bohong tentangku lewat surat, karena ia tahu bahwa aku dan kamu masih berhubungan. Sejak saat itu aku berusaha dengan giat untuk bisa pindah dari rumah ibuku dan mandiri. Aku bertekad mencarimu, Freyja. Aku tidak bisa melupakanmu," kata Sigurd.
"Tapi bagaimana kau bisa menemukanku?" tanyaku masih tak percaya.
"Bukan aku yang menemukanmu, kamu yang menemukanku duluan. Itu karena kamu percaya dengan keajaiban. Rune Gebo yang selalu kau kenakan itu telah menjawab permohonanmu. Rune Gebo. Rune Freyja. Lambang hadiah dan cinta. Kamu pernah memikirkan makna-makna itu sebelumnya, tapi kamu tidak yakin dengan hal itu," jawab Sigurd.
"Jadi maksud kedatangan seseorang itu adalah dirimu?" aku teringat akan rune Raidho yang muncul dalam ramalan tadi sore.
"Ya, kau bisa lihat sendiri. Selain kedatangan, Raidho juga simbol untuk reuni, pertemuan kembali,"
Sigurd tersenyum, lalu merentangkan tangannya padaku. Dengan segera aku
berlari ke arahnya dan menyambut pelukan hangatnya. Saat itu juga
kusadari bahwa ia mengenakan kalung yang sama dengan yang kumiliki. Rune Gebo. Rune Freyja. Lambang hadiah dan cinta.
(Tamat)
*Nattravn : kelompok patroli sipil sukarela di Norwegia yang bertugas mengamankan khususnya para wanita yang terpaksa berjalan sendiri atau berada di luar rumah pada larut malam dari para kriminal atau pelaku pelecehan seksual. Kebanyakan dari para pelaku tersebut adalah para imigran yang datang dari negara-negara konflik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar